Tahukah Anda Cerita Cinta Beda Agama Di Zaman Rasulullah ??

Kisah Cinta Putri Rasulullah Muhammad SAW
Di masyarakat, cerita cinta anak manusia yang berlainan keyakinan atau agama tentu banyak kita temui. Jangankan dikala ini, di zaman Rasulullah cerita cinta dua anak insan yang berlawanan agama pun terjadi. Yang lebih menciptakan terenyuh, kisah cinta tersebut ialah cerita cinta putri Rasulullah Muhammad SAW yang berjulukan Zainab dengan seorang perjaka bernama Abdul Ash.

 Zainab telah wafat semenjak 15 era yang lalu, namun ia meninggalkan kenangan terbaik dan menjadi pola terbaik dalam hal kesetiaan sebagai isteri, keikhlasan cinta dan ketulusan akidah.

        Zainab dilahirkan apda tahun 30 sesudah kelahiran Nabi SAW. Ketika meraih usia perkawinan, bibinya, Halah binti  Khuwailid, kerabat Ummul Mu’minin Khadijah meminang untuk puteranya, Abil Ash bin Rabi’. Semua pihak baiklah dan ridha. Zainab binti Muhammad SAW diboyong ke tempat tinggal Abil Ash bin Rabi’. [Ibnu Sa’ad menyebutkan bahwa Abil Ash mengawini Zainab sebelum Nabi SAW diangkat menjadi Nabi. Imam Adz-Dzahabi berkata : Ini yaitu jauh. Kemudian dia berkata : Zainab masuk Islam dan hijrah 6 tahun sebelum suaminya masuk Islam.

        Khadijah pergi menemui kedua suami isteri yang saling mengasihi itu dan mendoakan semoga keduanya mendapatkan berkah. Kemudian ia melepas kalungnya dan menggantungkannya ke leher Zainab selaku kado bagi pengantin. Perkawinan itu berlangsung sebelum turun wahyu kepada ayahnya, Nabi SAW. Ketika cahaya Tuhannya menerangi bumi, Zainab pun beriman. Akan namun Abil Ash tidak gampang meninggalkan agamanya. Maka kedua suami isteri itu merasa bahwa kekuatan yang lebih besar lengan berkuasa dari cinta mereka berusaha memisahkan antara keduanya.

        Abil Ash tetap membangkang dan berkata :”Tidak akan tercapai tujuan di antara kita, wahai Zainab, kecuali engkau tetap dalam agamamu dan saya tetap dalam agamaku.” Adapun Zainab, maka ia berkata :”Sabarlah, wahai suamiku, Engkau tidak halal bagiku selama engkau tetap memeluk agama itu. Maka serahkan aku terhadap ayahku atau masuklah Islam bersamaku. Zainab tidak akan menjadi milikmu sejak hari ini, kecuali bila engkau beriman pada agama yang aku imani.”

        Pasangan suami isteri itu terdiam sebentar sambil merenung.Keduanya sadar dikala terdengar bunyi yang membisikkan kepada keduanya :”Jika agama memisahkan antara kedua jasad mereka, maka cinta mereka akan tetap ada sampai keduanya dipersatukan oleh sebuah agama.”

        Hari-hari berlalu dalam keadaan ini sesudah Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Pasukan Quraisy berangkat menuju Badr untuk memerangi Rasul SAW dan di antara mereka terdapat Abil Ash bin Rabi’, bukan untuk menyatakan ke-Islamannya, namun untuk memerangi Rasul SAW. Situasi menjadi kritis ketika Abil Ash jatuh menjadi tawanan di tangan kaum Muslimin di bawah pimpinan Rasulullah SAW di Madinah.
Kemudian kaum Quraisy mendelegasikan orang untuk menebus tawanan-tawanannya. Zainab pun mengantarkan harta dan sebuah kalung untuk menebus tawanannya, Abil Ash bin Rabi’. Ketika Rasulullah SAW melihat kalung itu, ia merasa iba hatinya dan bersabda :”Jika kalian tidak keberatan melepaskan tawanan dan mengembalikan harta miliknya, maka lakukanlah.” Mereka menjawab :”Baiklah, wahai Rasulullah.” Kemudian mereka melepaskannya dan mengembalikan harta milik Zainab. Di sini Rasulullah SAW menerima akad dari Abil Ash untuk membebaskan Zainab dan mengembali kannya terhadap dia di Madinah.

  Dear Perempuan. Menjadi Seorang Wanita !

        Abil Ash kembali ke Mekkah dan di dalam jiwanya terdapat gambaran yang lebih cemerlang dari isteri yang berbakti dan mulia ini.Maka ia kembali bukan untuk berterima kasih atas kebaikan Zainab kepadanya, akan namun untuk berkata keapdanya :”Kembalilah kepada ayahmu, wahai Zainab.” Dia telah menyanggupi janjinya terhadap Rasulullah SAW untuk membiarkan Zainab pergi kepada Nabi SAW. Abil Ash tidak kuasa
menahan tangisnya dan tidak mampu mengantarkannya ke tepi dusun di luar Mekkah, di mana telah menunggu Zaid bin Haritsah dan seorang pria Anshor.

        Bagaimana dia mampu melepaskan orang yang dicintainya, sedang dia mengetahui bahwa, itu merupakan perpisahan terakhir selama kekuasaan agama ini berdiri di antara kedua hati dan masing-masing berpegang pada agamanya. Abil Ash berkata kepada saudaranya, Kinanah bin Rabi’ :”Hai, Saudaraku, tentulah engkau mengenali kedudukannya dalam jiwaku. Aku tidak mengharapkan seorang wanita Quraisy di sampingnya dan engkau tentu tahu bahwa saya tidak sanggup meninggalkannya. Maka temanilah beliau menuju tepi dusun, di mana sudah menungggu dua utusan Muhammad. Perlakukanlah ia dengan lemah lembut dalam perjalanan dan perhatikanlah ia sebagaimana engkau memperhatikan perempuan-wanita terpelihara. Lindungilah ia dengan panahmu hingga anak panah yang penghabisan.”

        Di saat Zainab sedang bersiap-siap untuk menyusul ayahnya, datanglah Hind binti Utbah, menemuinya, dan dia berkata :”Wahai, puteri Muhammad, saya mendengar bahwa engkau akan menyusul ayahmu !” Zainab menjawab :”Aku tak mau melakukannya.” Hind berkata :”Wahai puteri pamanku, jangan engkau kerjakan. Jika engkau memiliki kebutuhan akan suatu barang yang menjadi bekal dalam perjalananmu atau harta yang hendak engkau sampaikan kepada ayahmu, maka aku akan memenuhi keperluanmu. Maka janganlah engkau segan kepadaku, alasannya sesuatu yang masuk di antara orang-orang laki-laki tidaklah masuk di antara orang-orang perempuan.” Zainab berkata : “Demi Allah, aku tidak melihatnya menyampaikan hal itu, kecuali untuk melakukannya, namun aku takut kepadanya. Maka saya menyangkal bahwa saya akan pergi dan aku pun berkemas-kemas.”

        Setelah menyelesaikan persiapannya, iparnya, Kinanah bin Rabi’ menyerahkan kepada Zainab seekor unta, kemudian dinaikinya. Kinanah mengambil busur dan anak panahnya. Kemudian dia keluar menjinjing Zainab diwaktu siang dan Zainab duduk di dalam pelangkinnya, sementara Kinanah menuntun untanya. Akan tetapi, apakah Quraisy membiarkannya keluar  setelah mereka mengalami kekalahan di Badr. Bagaimana ia boleh keluar sementara orang-orang menyaksikan dan mendengarnya ?

        Tidak…sekali lagi tidak ! Banyak orang pria Quraisy telah membicarakan hal itu. Maka keluarlah mereka untuk mencarinya sampai mereka sukses menyusul di Dzi Thuwa. Yang pertama kali menemukannya yakni Habbar bin Aswad bin Muththalib dan Nafi’ bin Abdul Qais. Habbar menakutinya dengan tombak. Di ketika itu Zainab berada di dalam pelangkinnya dan beliau sedang dalam kondisi hamil. Ketika pulang,
ia mengalami keguguran kandungannya.

        Iparnya marah dan berkata terhadap para penyerang :”Demi Allah, tidak seorang pun yang mendekat kepadaku, melainkan saya akan memanahnya.” Maka orang-orang bubar meninggalkannya. Abu Sufyan bersama rombongan Quraisy datang kepadanya dan berkata :”Hai, orang pria, tahanlah panahmu sampai saya berbicara kepadamu.” Maka Kinanah menahan panahnya. Abu Sufyan tiba menghampirinya dan berkata :”Tindakanmu tidak tepat. Engkau keluar menenteng wanita secara jelas-terangan di hadapan orang banyak. Sesungguhnya hal itu menawarkan kehinaan yang menimpa kita balasan musibah dan tragedi yang telah kita alami sebelumnya. Sesungguhnya hal itu menunjukkan kekurangan kita. Demi umurku, kami tidak perlu mencegahnya untuk pergi kepada ayahnya. Kami tak mau membalas dendam, tetapi kembalikan wanita itu.”

  Tips Menentukan Warna Jilbab Untuk Lebaran Sesuai Dengan Usia

        Tatkala suara telah reda, Kinanah membawa Zainab pada waktu malam, kemudian menyerahkannya terhadap Zaid bin Haritsah dan temannya. Keduanya pergi mengantarkan Zainab terhadap Rasulullah SAW. Suami isteri jadi berpisah. Tidak ada jalan untuk bertemu. Abil Ash tinggal di Makkah menyendiri dengan pikiran semrawut dan hati terluka. Zainab pun tinggal di Madinah dengan badan yang sakit dan hati yang lemah. Kalau saja bukan alasannya kepercayaan dan takwa yang menguatkan tekadnya, pasti ia lekas mati dan tidak mampu bertemu.

        Tahun demi tahun berlalu, Abil Ash keluar bersama kafilah  dagangnya menuju Syam. Dalam perjalanan pulang ia berjumpa pasukan Rasulullah SAW yang berhasil merampas hartanya, akan namun beliau mampu lolos. Dia sudah kehilangan hartanya dan harta titipan orang banyak. Abil Ash tidak mampu mengembalikan barang-barang titipan itu terhadap  para pemiliknya. Maka apa yang harus dilakukannya ?

        Dia teringat Zainab yang memberinya imbalan berupa cinta dan kesetiaan. Maka Abil Ash memasuki Madinah pada waktu malam dan mohon terhadap Zainab biar melindungi dan membantunya untuk mengembalikan  hartanya. Maka Zainab pun melindunginya. Orang-orang berlari ke masjid Rasulullah SAW, bertakbir bersama kaum Muslimin. Tiba-datang terdengar bunyi teriakan di belakang dinding :”Hai, orang-orang, aku sudah melindungi Abil Ash bin Rabi’. Dia dalam lindungan dan jaminanku.” Ternyata, Zainablah yang berseru itu.

        Rasulullah SAW menyelesaikan shalatnya, lalu beliau menemui orang banyak dan bersabda :”Wahai, orang-orang, apakah kalian mendengar apa yang aku dengar ? Sesungguhnya serendah-rendah orang Muslim yaitu dapat memberi dukungan.” Kemudian dia masuk menemui puterinya dan mengatakan kepadanya, Nabi SAW berpesan :”Wahai, puteri- ku, muliakanlah tempatnya dan jangan hingga dia lolos kepadamu,  sebab engkau tidak halal baginya selama ia masih musyrik.” Nabi SAW terkesan menyaksikan kesetiaan puterinya terhadap suaminya yang ditinggalkan dan beliau putuskan kekerabatan syahwat dengannya sebab perintah Allah SWT.

        Di samping itu, Zainab pun masih tetap memberinya kebaktian, kesetiaan dan perlindungan : yakni kebaktian sebagai wanita muslim, kesetiaan sebagai teman dan sumbangan sebagai manusia. Abil Ash menerima dari Nabi SAW apa yang didengar dan diketahuinya, sehingga dia menyembunyikan dalam hatinya keinginan terhadap Allah. Kemudian, Nabi SAW mendelegasikan orang kepada pasukan yang merampas harta Abil Ash. Beliau berkata :”Sesungguhnya kalian sudah mengenali kedudukan orang ini terhadap kami. Kalian sudah merampas hartanya. Jika kalian berbuat baik kepadanya dan mengembalikan hartanya, maka kami menggemari hal itu. Jika kalian menolak, maka itu adalah fai’ dari Allah yang diberikan-Nya terhadap kalian dan kalian lebih berhak atasnya.”

  Teladan Peran Sistem Sosial Budaya Indonesia

        Mereka berkata :”Kami akan mengembalikannya terhadap Abil Ash.” Beberapa orang di antara mereka berkata :”Hai, Abil Ash, maukah engkau masuk Islam dan mengambil harta benda ini, alasannya adalah semua ini milik orang-orang musyrik ?” Abil Ash menjawab :”Sungguh jelek permulaan Islamku, jika saya mengkhianati amanatku.”

        Maka mereka mengembalikan harta itu kepadanya demi kemuliaan Rasulullah SAW dan selaku penghormatan terhadap Zainab. Laki-laki itu pun kembali ke Mekkah dengan menjinjing hartanya dan harta orang banyak. Jiwanya dipenuhi berbagai makna dan di antara kedua matanya terlihat gambaran yang tidak meninggalkannya.

        Setelah mengembalikan harta kepada pemiliknya masing-masing, Abil Ash bangkit dan berkata :”Wahai, kaum Quraisy, apakah masih ada harta seseorang di antara kalian padaku ?” Mereka menjawab :”Tidak. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Kami telah mendapati kau seorang yang jujur dan mulia.” Abil Ash berkata :”Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad yaitu hamba dan Rasul-Nya. Demi Allah, tiada yang menghalangi aku masuk Islam di hadapannya, kecuali karena aku khawatir mereka menyangka aku ingin makan harta kalian. Setelah Allah menyampaikannya kepada kalian dan saya final membagikan nya, maka aku masuk Islam.”

        Asy-Sya’bi berkata :”Zainab masuk Islam dan hijrah, kemudian Abil Ash masuk Islam sehabis itu, dan Islam tidak memisahkan antara keduanya.” [Adz-Dzahabi, “Siyar A’laamin Nubala’. Demikian pula kata Qatadah : Dia berkata :”Kemudian diturunkan surah Baro’ah setelah itu. Maka, kalau ada seorang perempuan masuk Islam sebelum suaminya, ia cuma boleh mengawininya dengan nikah gres.”]

        Abil Ash keluar dari Mekkah, hijrah menuju Madinah dengan menerima isyarat dogma dan keyakinan. Suami isteri yang saling mencintai berjumpa untuk kedua kalinya sesudah usang berpisah. Akan namun isteri yang setia itu telah menunaikan keharusan dan menuntaskan problem dunianya saat menyadarkan laki-laki yang dicintainya serta menyanggupi hak suaminya sesuai dengan kadar cintanya terhadap suami. Tidak lama sehabis konferensi itu, Zainab meninggal dunia.

        Zainab meninggal dunia pada tahun 8 Hijriah dan Rasulullah SAW sangat sedih atas kepergiannya. Zainab meninggal dunia sesudah meninggalkan ingatan terbaik. Dia sudah menjadi pola terbaik dalam hal
kesetiaan isteri, keikhlasan cinta dan kebenaran keyakinan. Tidaklah meng- herankan jika suaminya berkata dalam sebuah perjalanannya ke Syam : “Puteri Al-Amiin, supaya Allah membalasnya dengan kebaikan dan setiap suami akan memuji sesuai dengan yang diketahuinya.”

NOTE: Zainab masih terus tinggal di Makkah bareng suaminya karena pada ketika itu belum ada larangan ijab kabul beda agama. Mereka baru berpisah sehabis kepulangan Abil Ash (pasca menjadi tawanan perang Badr) sebab sudah turun QS Al-Mumtahanah 60:10 dan Al-Baqarah 2:221 yang melarang wanita muslimah hidup bersama selaku suami istri dengan laki-laki kafir.  
(Wallahu’alam )… 
 
Sumber :
http://www.sunnah.org/history/Sahaba/Indon/zainab.html Dari: “Tokoh-tokoh Wanita di Sekitar Rasulullah SAW” karangan Muhammad Ibrahim Saliim. Diketik oleh: Hanies Ambarsari.