Studi : Gambaran Tuan Tanah, Kaum Buruh Tani Dan Penyelesaian Dalam Penyelesaian Konflik Penduduk Di Kabupaten Kuburaya, Kalimantan Barat

 

Studi : Gambaran Tuan Tanah, Kaum Buruh Tani dan Solusi Dalam Penyelesaian Konflik Masyarakat di Kabupaten Kuburaya, Kalimantan Barat

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.             LATAR BELAKANG

Persoalan perburuhan merupakan dilema kehidupan orang banyak. Perburuhan identik dengan insan yang diberikan upah kepada pekerjaannya. Begitu juga dengan buruh tani. Dimana, kaum buruh tani yang tidak mempunyai lahan pertanian, akan dikuasai tuan tanah. Tuan tanah inilah, yang memegang alat bikinan yang rill. Maka, banyaknya kaum tani tak mampu berkembang hingga dikala ini.

Mereka, kaum tani akan mempertimbangkan terus akan kebutuhannya. Kebutuhan hari-hari yang mau mereka konsumsi, guna mencukupi hak fundamental mereka. Hak dasar seperti sandang, pangan, dan papan menjadi salah satu upaya mereka, mau tidak mau mesti mengikuti aturan yang ditetapkan oleh tuan tanah. Tidak ada keleluasaan yang didapat bagi kaum tani ini. Kecuali, tuan tanahnya juga mencicipi apa yang dicicipi kaum buruh tani.

Maka, dari hal itu terlihat kalau tuan tanah mampu mentoleransikan lahan mereka untuk buruh tani dengan mengakses lahan yang dimiliki. Dengan pertimbangan ketimbang tidak ditanam atau difungsikan, maupun cuma dibiarkan liar begitu saja. 

Mungkin ini lebih berguna bagi kaum buruh tani. Kemudian, pemerintah juga mampu ambil bab untuk menata ruang daerah mereka untuk kaum buruh tani ini. Sehingga, mereka tidak perlu cemas untuk menemukan alat buatan.

Kemudian, apa yang dibilang Karl Mark, bahwa Jika suatu lingkungan ini didasarkan atas revolusi kelas, dari sinilah timbulnya doktrin Marx terhadap alienasi dan pertentangan dalam setiap masyarakat berkelas[1]. Jika sebuah kelas telah menguasai.

  Puisi Tentang Nabi Musa


Konflik diantara keduanya merupakan salah satu dilema untuk mengakses tanah  atau istilahnya Land hunger. Tetapi pada periode dikala ini, lapar tanah lebih banyak didominasi rakyat yang membutuhkan jalan masuk tanah, adalah perihal kebutuhan dasar, sedangkan tuan tanah sudah mencakup status sosial[1].

Pada era sistim feodalisme Eropa Barat kala pertengahan, para petani membayar rente khusus kepada tuan tanah untuk memakai tanah mereka yang dibayar dengan hasil panen. Dengan begitu petani memproduksi  untuk diri sendiri dan pemiliki tanah. Dengan begitu, petani mesti bekerja makasimal supaya mampu memadai keperluan ekonomi keluarga[2].

Sementara, banyak para ilmuwan menggunakan ungkapan eksploitasi untuk hubungan tuan tanah dan petani, tuan dan budak, dan dalam kadar tertentu kelas pemerintahan dan masyarakat biasa . Namun, ungkapan ini lebih bersifat subjektif, George Dalton, misalnya menyatakan bahwa pendekatan Dalton terhadap eksploitasi sepenuhnya subjektif dan tidak dapat diterima, dalam hal ini tidak ada evaluasi yang objektif tentang keadilan arus balik barang dan jasa antara penguasa dan petani.



[1] Jurnal, Suparman Marzuki, Konflik Tanah Di Indonesia. Makalah Workshop Penelitian di Tiga Wilayah.

[2] Drajat Tri Kartono, Sosiologi Distribusi, Universitas Terbuka, Cetakan Pertama, 2007. Modul Hal 6.12



[1] Boedhi Oetojo,dkk, Dalam Buku Teori Sosiologi Klasik, Universitas Terbuka, Cetakan Pertama 2005.