close

Status Perempuan Dalam Akhlak Sunda Bab. 2

Status Rerempuan Dalam Adat Sunda Bagian Status Perempuan Dalam Adat Sunda Bagian. 2
Mojang Priangan 1970’an

Bagian Pertamanya disini 

Dalam naskah Sewaka Darma yang ditransliterasi, direkonstruksi, disunting,dan diterjemahkan oleh Saleh Danasasmita dan kawan- mitra (1987), disebutkan bahwa di atas kahiangan tuhan Hindu (Isora, Brahma, BatarSyiwa,Wisnu, Siwa) ada kahiangan Sari Dewata yang berpenghuni NiDang Larang Nuwati,Wirumananggay,Pwah Langkawang Tidar, Pwah SekarDewata. Setingkat di atasnya,ada kahiangan Bungawari. Di sinilah bersemayam Pwah Sanghiyang Sri, Pwah Naga Nagini.
Adapun dalam Carita Ratu Pakuan (suntingan dan terjemahan Undang A Darsa, 2007), terutama di bab permulaan naskah baris 1-135, disebutkan,gunung-gunung merupakan daerah bertapanya para pohaci yang bereinkarnasi kepada para kandidat istri Ratu Pakuan. Dalam naskah ini disebutkan paling tidak lima pohaci ; Mambang Siyang, Niwarti, Manireka, Hinten Mananggay, dan Raga Pwah Herang Manik. Kawih Paningkes atau Kawih Panikis, yang ditransliterasi dan diterjemahkan Ayat Rohaedi dan Munawar Holil (1995),menyebut beberapa nama pohaci,ialah Pwah Sang Hyang Sri, Batari Sri Kala, Pwah Wirumananggay, dan Dayang Tresnawati.
Dalam Gambaran Kosmologis Sunda (transliterasi, rekonstruksi, suntingan,dan terjemahan Edi S Ekadjati dkk, 2004), ada Pwah BatariSri sebagai penguasa tertinggi di kayangan; Pwah Lekawati; Pwah WiruMananggay dan Danghyang Trusnawati, pemelihara Bungawari di Pasekulan bukit Tri Jantra si Jatri Palasari di Gunung Jati.

Pohaci
Naskah Darmajati (Undang A Darsa, dkk,2004) paling tidak menampilkandua nama pohaci yang menghuni kahiangan. Keduanya yakni Nagawati yangbertanggung jawab atas seluruh apsari (Nagawatti nu nangkes aksarikalih) dan Nyi Tulaat yang diciptakanlebih awal oleh Sanghyang Maha(hal 85 dan 100).
Kemudian dalam naskah Sri Ajnyana (J Noorduyn dan A Teeuw, 2006), diceritakan bahwa dalam perjalanannya ke nirwana, Sri Ajyana, yang dibuang ke bumi bareng adiknya pohaci Pwah Aci Kembang, menemui beberapa pohaci,ialah Puah Aci Kuning,Sanghiang Sri, Wirumananggay, dan Puah Lakawati.
Namun, naskah Jatiraga atau Jatiniskala (transliterasi, rekonstruksi,suntingan,dan terjemahan Edi S Ekadjati,dkk,2004) kiranya banyakmemberi gosip seputar pohaci. Dalam naskah itu disebutkan adatujuh pohaci : Pwah Sri Tunjungherang, Pwah Sri Tunjunglenggang,PwahSri Tunjunghung, Pwah Sri Tunjungmanik, Pwah Sri Tunjungputih, Pwah Sri Tunjungbumi, dan Pwah Sri Tunjungbuwana. Selain itu, tentu sajaada juga pohaci Pwah Wirumananggay.
Ketujuh pohaci itu masing-masing mempunyai apsari, yaitu apsari Tunjungmaba, Tunjungmabra, Tunjungsiang, Tunjungkuning, Nagawali, danNaganagini. Ada juga Pwah Sri Sari Banawati, Pwah Aksari Manikmaya, Mayalara, Atastista, Madongkap, Aksari Nilasi, Mayati, Wadingin, Kumbakeling, Maya Yuwana, Jana Loka,Manon Hireng, Madwada, Kunti,Titisari, Kindya Manik, Madipwak, Maya, Jabung,Galetwar, Werawati, Rumawangi, Kinasihan, Kamwawati, Kemang, Kujati dan Pwah Bintang Kukus, Jatilawang, Ratnakusumah, Hening Hinisjati, Nongton Manik, Gendang, Kalasan, Kamadipi, Endah Patala, Sedajati, Imitjati, Jlag Sabumi, Pada Ni Wangi, Keling, Goda Bancana, dan Saresehkane.
Bila membaca banyaknya nama dan peranan pohaci di kahiangan dan pertapaan dari naskah-naskah Sunda kuno di atas, aku semakin percaya bahwa orang Sunda sangat memuliakan wanita. Apalagi, dalam Jatiragatertulis,”Aci pwah ma Sang Hyiang Sri Wisesa” (Hakikat kewanitaan itu yaitu kekuasaan Sang Hyiang Sri). Oleh : Atep Kurnia