Oleh Baskoro Adi dan Perdana Kartawiyudha
A. Statement
Statement ialah perilaku pembuat kisah terhadap topik atau kasus yang diangkat. Biasanya topik atau perkara ini sudah terwujud dalam logline.Cara pencerita menanggapi kasus yang tertuang dalam logline inilah yang disebut statement. Beberapa orang menyebut statement ini dengan istilah pesan moral (sopan santun of the story).
Berbeda dengan director’s statement yang umumnya berisi penjabaran latar belakang dan argumentasi sutradara terlibat dalam sebuah film, statement dalam pembuatan kisah ini ditulis lebih singkat, padat, dan terperinci dalam menyampaikan perilaku pembuat kisah terhadap topik yang disampaikan. Umumnya statement dalam kisah ini hanya ditulis dalam satu kalimat saja. Contoh kalimat statement adalah sebagai berikut:
a. cinta tiba di dikala dikala kita membuka diri
b. kebahagiaan dimulai dari diri sendiri
c. nikmati hidup selagi mampu
Bandingkan dengan kalimat logline seperti “seorang mahasiswa yang sudah tak tahan ingin buang air di toilet tapi semua toilet yang ada di kampus terpakai”. Kalimat statement cenderung lebih mendalam, filosofis, dan menawarkan perilaku, namun memang tidak terlampau jelas menjelaskan ceritanya seperti apa. Berbeda dengan kalimat logline yang secara terang menggambarkan cerita dalam film, utamanya dari sisi abjad dan pertentangan yang dihadapinya.
Ketika menonton film, kita bisa menangkap apa logline film tersebut dengan menonton sepertiga permulaan film. Sedangkan untuk memahami statement dari sebuah film, penonton perlu menonton film hingga tamat.
Bagi beberapa pembuat film, statement atau yang lebih umum disebut pesan adab ini adalah sesuatu yang berusaha dihindari dalam merancang dongeng. Hadirnya statement atau pesan etika dianggap hanya menciptakan dongeng terkesan menggurui penonton ke arah normatif. Padahal inti dari dibuatnya statement atau pesan etika ini adalah memberikan sikap pembuat film. Apapun itu. Bahkan saat pembuat film ingin menawarkan ketidakberpihakannya kepada sebuah masalah, itu juga bisa dianggap pencerita telah memilih sikapnya.
Bagi pencerita tingkat tinggi, mereka terkadang telah sangat jago mengolah kisah sehingga mereka bisa langsung bercerita dengan sangat bagus tanpa terlebih dahulu mendesain logline dan statement, bahkan perlu melewati tahapan sinopsis ataupun treatment. Beberapa dari mereka tidak sadar bahwa tanpa memformulasikan logline dan statement, dua bagian tersebut telah eksklusif terwujud dengan besar lengan berkuasa dalam karya mereka. Hanya saja tidak semua dari kita mempunyai bakat dan kesanggupan sehebat itu.
Apalagi dikala dalam proses belajar, statement dan logline penting untuk dirancang semenjak permulaan. Bukan dengan niatan menggurui penonton, namun keberadaan statement sesederhana menjadi titik yang ingin diraih dalam proses bercerita. Dengan titik tuju yang terang, pencerita mampu meminimalisasi kemungkinan kesasar di tengah jalan.Bahwa nanti di tengah jalan titik tujunya perlu berubah, bisa saja dilaksanakan. Artinya mesti tetap ada titik lain yang dituju. Dengan demikian bisa meminimalisir kemungkinan penulis kehilangan arah di tengah proses menulis dan tak tahu mesti ke mana.
Lebih jauh lagi, logline yang persis sama, mampu disikapi berlawanan oleh pembuat dongeng yang berlawanan. Ada yang bersikap bijak, ada yang bersikap sinis, ada yang apatis, ada yang sarat amarah, dan lain sebagainya. Inilah hal yang bisa dimainkan dalam merancang statement. Sebagai pencerita, kita mampu memasang topeng yang berbeda dalam menyikapi sebuah masalah. Statement yang baik juga tidak harus bijak. Kita bisa menciptakan orang berguru sesuatu dengan memberikan keadaan yang tidak selalu aktual. Akhiran yang ironi atau bahkan tragis pun mampu membuat penonton berguru sesuatu dari cerita yang ada, misalnya:
a. bahagiakan diri sendiri, gres bisa membahagiakan orang lain
b. Tuhan tak pernah tidur, demikian juga iblis
c. sepandai-pandainya menyimpan bangkai, akibatnya tercium juga
Kejelian dan keberanian memilih statement, akan menentukan kesan yang penonton tangkap sesudah menonton film. Kesan ini mampu menjadi bahan pedoman atau bahkan pandangan baru bagi mereka dalam menatap suatu problem maupun menjalani hidup. Tidak hanya itu, kesan yang dimunculkan dari statement, mampu menciptakan penonton juga sadar bahwa orang yang berlawanan mampu menyikapi sebuah permasalahan dengan cara yang berlawanan pula. Dan itu tidak apa-apa.
B. Tema
Tema yakni satu kata (atau 2 kata beragam) yang menjelaskan film Anda. Bisa juga memiliki arti pesan dari film Anda.
Film The Conjuring (2013) ialah film horor dengan tema keluarga. Dalam film tersebut, digambarkan bagaimana jahatnya Bathsheba, sebuah roh jahat yang berumur ratusan tahun, kalah oleh kekuatan keluarga.
Saat Carolyn Perron, sang Ibu dalam kisah itu kerasukan arwah Bathsheba, bukan kekuatan air suci yang menghentikannya membunuh keluarganya. Tapi Lorraine Warren, sang paranormal, memegang kepala Carolyn, dan mengingatkan kembali betapa berartinya keluarga bagi Carolyn. Akhirnya Carolyn mampu mendapatkan kekuatan kembali, dan mengeluarkan Bathsheba dari dalam tubuhnya.
Contoh lain adalah film Up (2013), yang mengangkat tema petualangan. Dalam film itu, Carl Frederiksen berupaya mengabulkan permintaan terakhir istrinya, adalah memindahkan rumahnya ke Paradise Falls.
Carl menikah dengan Ellie, sebab keduanya menyukai petualangan. Carl dan Ellie, menilai pernikahan mereka yakni suatu petualangan. Mereka mencatat semua perjalan kehidupan pernikahan mereka dalam suatu adventure book.
Usaha Carl memindahkan rumah tidak berlangsung mulus. Saat ia frustasi akan usahanya yang hendak kandas, dia membuka kembali adventure book. Di sana ia menemukan kembali semangat hidup, dikala memperoleh goresan pena Ellie, “and now, find your new adventure!”.
Sumber: Buku Menulis Cerita Film Pendek: Sebuah Modul Workshop Penulisan Skenario Tingkat Dasar. Pusat Pengembangan Perfilman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017.
Tim Penyusun: Perdana Kartawiyudha (koordinator), Baskoro Adi Wuryanto, Damas Cendekia, Melody Muchransyah, dan Rahabi Mandra.