Sistem Koloid

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kedelai ialah sumber protein dan lemak nabati yang sungguh penting peranannya dalam kehidupan. Kedelai mengandung 35% protein sedangkan kadar protein pada varietas unggul mampu mencapai 40 – 43 %. Kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi dengan kuliner yang berasal dari kedelai sebanyak 157,14 gram. (Radiyati, 1992)
Salah satu produk olahan kedelai yakni susu kedelai. Susu kedelai dapat dipakai sebagai alternatif pengganti susu sapi alasannya adalah mengandung gizi yang hampir sama dengan nyaris harga yang lebih murah. Protein susu kedelai mempunyai susunan asam amino yang sama dengan susu sapi. Kandungan protein susu kedelai mencapai 1,5 kali protein susu sapi.
Selain itu, susu kedelai juga mengandung lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1 vitamin B2, dan isoflavon. Kandungan asam lemak tak bosan pada susu kedelai lebih besar serta tidak mengandung kolesterol.
Hasil observasi di berbagai bidang kesehatan sudah pertanda bahwa konsumsi produk-produk kedelai berperan penting dalam menurunkan resiko terkena penyakit degeneratif. Hal tersebut disebabkan adanya zat isoflavon dalam kedelai. Isoflavon kedelai mampu menurunkan resiko penyakit jantung dengan menolong menurunkan kadar kolesterol darah.
Studi epidemologi juga telah membuktikan bahwa masyarakat yang secara teratur mengonsumsi makanan dari kedelai, memiliki kasus kanker payudara, kolon dan prostat yang lebih rendah (Koswara, 2006). Kedelai mengandung senyawa alami mirip estrogen yang disebut fitoestrogen. Wanita yang mengonsumsi kedelai lebih banyak akan mempunyai usia menopause lebih tinggi dan jarang mengalami keluhan pasca menopause.
Susu kedelai memiliki dua macam bentuk ialah cair dan debu. Kelemahan susu kedelai cair yakni tidak tahan lama sehingga gizi dan cita rasa berganti. Susu kedelai cair menjadi media pertumbuhan basil yang sempurna alasannya adalah mengandung banyak gizi sehingga menjadi cepat busuk.
Susu kedelai lebih banyak diproduksi dalam bentuk debu. Namun, susu kedelai debu kurang disukai oleh masyarakat karena susu cepat mengendap. Susu kedelai ialah salah satu bentuk emulsi. Sifat emulsi pada susu kedelai cenderung kurang stabil adalah cepat mengalami pengendapan. Endapan yang ada dalam susu kedelai ialah zat yang terdiri 2
dari karbohidrat, protein dan lemak. Ketiga zat tersebut merupakan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Susu kedelai yang mengandung endapan tidak disukai pelanggan. Oleh sebab itu dibutuhkan usaha untuk memperbaiki mutu susu kedelai debu supaya mempunyai emulsi yang stabil.
1.2 Rumusan Masalah
  • Apa  sistem koloid  itu?
  • Bagaimana jenis-jenis koloid?
  • Pengertian dari koloid emulsi?
1.3 Tujuan
  •  Untuk mengetahui pemahaman dari koloid
  • Untuk mengetahui jenis-jenis koloid
  • Memahami dari koloid emulsi
  • Alat-alat apa saja yang diharapkan untuk menyaksikan koloid
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. SISTEM KOLOID
Pada salah satu pokok laju difusi cairan dan larutan dalam membran hewani, maka akan terdapat dua tipe, yakni koloid dan kristaloid. Zat tersebut dapat diperoleh dalam bentuk kristalin, yang gampang larut dan terdifusi lewat membran yang disebut sebagai kristaloid. Sebagai acuan adalah gula, urea dan garam.
Ketika zat mirip pati, biar, dsb yang mana tidak dapat terdifusi dalam membran dengan gampang sering disebut selaku koloid. Larutan dimengerti mempunyai tata cara homogen sedangkan suspensi memiliki sistem heterogen (lebih dari satu fase). Di antara metode larutan dan suspensi, diketahui metode koloidal. Di bawah ini yaitu gambar partikel koloid yang diamati menggunakan SEM (Scanning Electron Microsopy).
           
Koloid terlihat homogen mirip larutan, tetapi mengandung partikel besar yang terdispersi di antara zat lain (yang mana disebut zat pendispersi). Perbedaan antara larutan dan koloid yang penting yakni:
1.         Pada larutan, partikel yang ada merupakan partikel kecil atau bisa juga ion.
2.         Pada tata cara koloid, fase terdispersi mengandung partikel makromolekul tunggal atau sebuah kumpulan atom, ion atau molekul.
3.         Walaupun partikel koloid berskala besar, tetapi belum cukup untuk menjadi endapan atau gumpalan.
4.         Partikel koloid berukuran kira-kira 1-1000 nm. Ukuran tersebut lebih kecil daripada ukuran partikel suspensi, dan lebih besar dibandingkan dengan partikel larutan.
2.1.1. Pengertian Koloid
Dari penjabaran yang ada di atas, maka secara spesifik pemahaman koloid yaitu materi yang memiliki ukuran partikel antara 1 sampai 1000 nm, yang mana pada ukuran tersebut partikel mampu melalui kertas saring tetapi tidak mampu melewati membran hewan atau tanaman.
Ketidakmampuan koloid untuk terdifusi dibandingkan dengan larutan yakni alasannya perbedaan ukuran partikel. Karena partikel konstituen lebih besar ketimbang larutan, koloid tidak dapat melalui membran.  Sedangkan yang yang lain, ukuran partikel koloid lebih kecil ketimbang ukuran partikel yang ada dalam suspensi, dengan demikian koloid tidak mampu menggumpal seperti suspensi.
Perbedaan Larutan, Koloid dan Suspensi
Perbedaan yang mencolok antara larutan, koloid, dan suspensi disajikan dalam tabel berikut:
Sifat
Larutan
Koloid
Suspensi
Ukuran partikel
10-9m atau 1nm
1 -1000 nm
Lebih dari 1000 nm
Daya tembus   Dapat melewati kertas saring maupun membran hewani        Dapat melewati kertas saring, namun tak dapat melewati membran hewani Tidak dapat melewati kertas saring maupun membran hewani
Kenampakan partikel  Tidak terlihat   Hanya mampu dilihat dengan mikroskop ultra Terlihat Wujud            Transparan, Kabur ,Jelas
Sifat Partikel Koloid
1.         Koloid mampu dibedakan dari larutan atau suspensi dengan meninjau sifatnya yang berlainan. Perbedaan sifat antara ketiganya cuma disebabkan oleh partikel konstituen.
2.         Partikel koloid berukuran di antara ukuran partikel larutan dan koloid.
3.         Partikel koloid dapat menembus kertas saring, tetapi tak dapat menembus membran biologi.
2.1.2. Contoh Koloid
Contoh koloid dalam kehidupan sehari-hari yakni:
Jenis Koloid
Contoh
Sol padat
Kaca berwarna, batu giok
Sol
Cat, cairan sel, air berlumpur, tinta, diterjen cair
Aerosol
Asap, abu, kabut, awan, semprotan, pestisida
Gel
Keju, mentega, jeli
Emulsi
Susu, mayines, lotion
Busa padat
Batu apung, penghapus busa, kembang gula,stirofom
Busa
Buih, busa sabun
2.2. JENIS-JENIS KOLOID
Larutan dibuat dengan melarutkan zat terlarut menggunakan pelarut. Dengan cara yang serupa, koloid dibuat dengan mendispersi zat terdispersi ke dalam medium pendispersi. Maka dari itu koloid sering disebut selaku larutan koloid maupun suspensi koloid.


Penggolongan koloid mampu dilihat dari sifat fisik zat terdispersi, interaksi antara kedua fase, dan tipe partikel fase terdispersi.
2.2.1. Berdasarkan Sifat Fisik Zat Terdispersi
Sifat fisik zat terdispersi ada 3 macam adalah padat, cair dan gas. Inilah kombinasi fase terdispersi dan fase terdispersi tata cara koloid:
Fase Terdispersi
Medium Pendispersi
Nama
Contoh
Padat
Padat
Sol padat
Perunggu
Padat
Cair
Sol
Cat
Padat
Gas
Aerosol
Asap
Cair
Padat
Gel
Keju
Cair
Cair
Emulsi
Susu
Cair
Gas
Aerosol
Kabut
Gas
Padat
Busa padat
Batu apung
Gas
Cair
Busa
Busa sabun

2.2.2. Berdasarkan Interaksi Antar Fase
Berdasarkan interaksi antara fase terdispersi dan medium pendispersi, maka koloid dapat dikategorikan menjadi:
Koloid Liofilik
Koloid liofilik memiliki afinitas antara zat terdispersi dan medium pendispersi. Sebagai contoh, saat supaya-agar dicampur dengan air, maka akan terbentuk sol koloid. Sol ini disebut dengan sol koloid atau sol liofil. Jika air berperan sebagai medium pendispersi maka dikategorikan sebagai sol hidrofilik. Sol liofilik bersifat reversibel di alam, dengan kata lain kalau menggumpal mampu bermetamorfosis koloid lagi. Untuk beberapa tipe, sol liofil mempunyai viskositas yang sungguh tinggi dan tegangan permukaan yang rendah. Sol liofil cukup stabil alasannya adalah adanya afinitas antara fase terdispersi dan medium pendispersi, dengan demikian  sol liofil tidak gampang digumpalkan.
Koloid Liofobik
Ketika tidak ada afinitas antara fase terdispersi dan medium pendispersi, maka sol tidak dapat dibuat dengan mencampurkan materi secara sederhana, melainkan dengan cara khusus. Koloid yang demikian digolongkan ke dalam koloid liofobik dan kalau medium pendispersinya adalah air, maka disebut selaku koloid hidrofobik. Karena tidak adanya afinitas antara fase terdispersi dan medium pendispersi, maka sol liofobik bersifat tidak stabil dan gampang digumpalkan. Koloid liofobik bersifat iriversibel di alam dan tidak dapat membentuk koloid lagi sehabis penggumpalan. Ketika fase terdispersi disertakan pada medium pendispersi membentuk koloid liofobik, tidak akan ada perubahan viskositas maupun tegangan permukaan. Sebagai pola, saat logam sulfida dicampur dengan medium pendispersi, maka akan membentuk koloid liofobik.
2.2.3. Berdasarkan Tipe Partikel Fase Pendispersi
Klasifikasi koloid lainnya adalah menurut rentang ukuran partikel fase pendispersi. Berdasarkan ukurannya, koloid dapat digolongkan menjadi:
Koloid Multimolekul
Ketika molekul kecil zat terdispersi dengan jumlah besar membentuk molekul berskala besar atau partikel yang berskala koloid, maka disebut dengan koloid multimolekul. Atom atau partikel bergabung menggunakan gaya van der Waals yang lemah. Sebagai acuan yakni sol emas yang mengandung partikel yang ukurannya bervariasi.
Koloid Makromolekul
Koloid makromolekul mirip polimer yang berperan sebagai medium pendispersi. Makromolekul ketika dilarutkan dalam medium pendispersi yang cocok, maka akan membentuk larutan yang mana molekulnya mempunyai ukuran sebesar koloid. Polimer mirip pati, protein, selulosa membentuk koloid makromolekul. Koloid makromolekul bersifat stabil.
Koloid Terasosiasi
Larutan koloid ini diketahui dengan misel (Inggris: Micelles). Koloid ini saat fase terdispersi terlarut dalam medium pendispersi dalam fokus rendah, mereka bertingkah seperti elektrolit besar lengan berkuasa. Tetapi kalau fokus meningkat, sifat koloid mulai tampak sebab adanya pembentukan partikel besar yang mana yakni adonan antara partikel kecil yang ada dalam larutan.

2.3. KOLOID EMULSI
Seperti yang telah dijelaskan, emulsi merupakan jenis koloid dimana fase terdispersinya merupakan zat cair. Kemudian, berdasarkan medium pendispersinya, emulsi mampu dibagi menjadi:
EmulsiGas
            Emulsi gas dapat disebut juga aerosol cair yang adalah emulsi dalam medium pendispersi gas. Pada aerosol cair, mirip; hairspray dan obat nyamuk dalam bungkus kaleng, untuk dapat membentuk system koloid atau menciptakan semprot aerosol yang diharapkan, dibutuhkan bantuan materi pendorong/ propelan aerosol, anatar lain; CFC (klorofuorokarbon atau Freon). Aerosol cair juga memiliki sifat-sifat mirip sol liofob; efek Tyndall, gerak Brown, dan kestabilan denganmuatan partikel. Contoh: dalam hutan yang lebat, cahaya matahari akan disebarkan oleh partikel-partikel koloid dari tata cara koloid kabut à ialah teladan efek Tyndall pada aerosol cair.

EmulsiCair
            Emulsi cair melibatkan dua zat cair yang tercampur, namun tidak dapat saling melarutkan, mampu juga disebut zat cair polar & zat cair non-polar. Biasanya salah satu zat cair ini ialah air (zat cair polar) dan zat yang lain; minyak (zat cair non-polar).  Emulsi cair itu sendiri mampu digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu:      
            – emulsi minyak dalam air (cth: susu yang terdiri dari lemak yang terdispersi dalam air,jadi butiran minyak di    dalam air),
            – emulsi air dalam minyak (cth: margarine yang berisikan air yang terdispersi dalam minyak, jadi butiran air dalam minyak).

Beberapa sifat emulsi yang penting:
Demulsifikasi
            Kestabilan emulsi cair dapat rusak jika terjadi pemansan, proses sentrifugasi, pendinginan, penambahan elektrolit, dan perusakan zat pengemulsi. Krim atau creaming atau sedimentasi mampu terbentuk pada proses ini. Pembentukan krim mampu kita jumpai pada emulsi minyak dalam air, kalau kestabilan emulsi ini rusak,maka pertikel-partikel minyak akan naik ke atas membentuk krim. Sedangkan sedimentasi yang terjadi pada emulsi air dalam minyak; kalau kestabilan emulsi ini rusak, maka partikel-partikel air akan turun ke bawah. Contoh penggunaan proses ini ialah: penggunaan proses demulsifikasi dengan penmabahan elektrolit untukmemisahkan karet dalam lateks yang dikerjakan dengan penambahan asam format (CHOOH) atau asam asetat (CH3COOH).
Pengenceran
            Dengan menambahkan sejumlah medium pendispersinya, emulsi dapat diencerkan. Sebaliknya, fase terdispersi yang dicampurkan akan dengan impulsif membentuk lapisan terpisah. Sifat ini mampu dimanfaatkan untuk memilih jenis emulsi.
2.3.1. Emulsi Padat atau Gel
            Gel ialah emulsi dalam medium pendispersi zat padat, dapat juga dianggap sebagai hasil bentukkan dari penggumpalan sebagian sol cair. Partikel-partikel sol akan bergabung untuk membentuk suatu rantai panjang pada proses penggumpalan ini. Rantai tersebut akan saling bertaut sehingga membentuk sebuah struktur padatan di mana medium pendispersi cair terperangkap dalam lubang-lubang struktur tersebut. Sehingga, terbentuklah suatu massa berpori yang semi-padat dengan struktur gel. Ada dua jenis gel, ialah:
i. Gel elastis
            Karena ikatan partikel pada rantai adalah ialah gaya tarik-menawan yang relatif tidak berpengaruh, sehingga gel ini bersifat lentur. Maksudnya adalah gel ini mampu berganti bentuk jika diberi gaya dan dapat kembali ke bentuk awal jika gaya tersebut ditiadakan Gel elastis dapat dibuat dengan mendinginkan sol iofil yang cukup pekat. Contoh gel elastis yaitu gelatin dan sabun.
ii.Gel non-lentur
            Karena ikatan pada rantai berbentukikatan kovalen yang cukup berpengaruh, maka gel ini mampu bersifat non-lentur. Maksudnya yaitu gel ini tidak mempunyai sifat lentur, gel ini tidak akan berubah jika diberi suatu gaya. Salah satu teladan gel ini adalah gel silica yang dapat dibentuk dengan reaksi kia; menyertakan HCl pekat ke dalam larutan natrium silikat, sehingga molekul-molekul asam silikat yang terbentuk akan terpolimerisasi dan membentuk gel silika.
Beberapa sifat gel yang penting ialah:
– Hidrasi
            Gel non-elastis yang terdehidrasi tidak dapat diubah kembali ke bentuk awalanya, namun sebaliknya, gel lentur yang terdehidrasi dapat diubah kembali menjadi gel lentur dengan menyertakan zat cair.
– Menggembung (swelling)
            Gel lentur yang terdehidrasi sebagian akan menyerap air jika dicelupkan ke dalam zat cair. Sehingga volum gel akan bertambah dan menggembung.
– Sineresis
            Gel anorganik akan mengerut jika dibiarkan dan diikuti penetesan pelarut, dan proses ini disebut sineresis.
– Tiksotropi
            Beberapa gel mampu diubah kembali menjadi sol cair apabila diberi agitasi atau dicampur. Sifat ini disebut tiksotropi. Contohnya ialah gel besi oksida, perak oksida, dsb.
                                                                                 
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
·         Koloid yaitu campuran dua zat yang berisikan fase terdispersi dan medium pendispersi. Memiliki bahan yang mempunyai ukuran partikel antara 1-1000 nm.
·         ukuran partikel koloid lebih kecil daripada ukuran partikel yang ada dalam suspensi, dengan demikian koloid tidak dapat menggumpal mirip suspense
·         Penggolongan koloid mampu dilihat dari sifat fisik zat terdispersi, interaksi antara kedua fase, dan tipe partikel fase terdispersi.
3.2. Saran
·         Sebaiknya kita perlu mengetahui macam-macam serta bentuk-bentuk koloid
·         Mempelajari manfaat dari bebrbagai bentuk koloid
·         Serta menerapkan didalam kehidupan sehari-hari
3.3. Daftar Pustaka

Ø  Birt,tony.1987.Kimia fisika untuk universitas.Jakarta:P.T.Gramedia.