Sistem Ilmiah Dalam Studi Islam

 1). Pengertian Metode Ilmiah
  • Metode ilmiah atau dalam bahasa inggris diketahui sebagai scientific method yaitu proses berpikir untuk memecahkan persoalan secara sistematis,empiris, dan terkontrol.
  • Dalam artikel @teacher.nsrl.rochester.edu yang berjudul Introduction to the Scientific Method
Metode ilmiah adalah proses dimana para ilmuwan, secara kolektif dan dari waktu ke waktu, berupaya untuk membangun suatu akurat (yakni, dapat dipercaya, konsisten dan tidak diktatorial) representasi dari dunia.
  • The Liang Gie dalam Suharyono dan Amien (2013: 65) bahwa:
“Metodologi diartikan sebagai ilmu perihal tata cara, studi perihal sistem, khususnya sistem ilmiah, adalah cara-cara yang dipakai untuk mengejar sebuah bidang ilmu. Metodologi diartikan pula sebagai studi tentang asas-asas dasar dari pengusutan, acap kali melibatkan duduk perkara-dilema perihal logika, penggolongan dan asumsi-perkiraan dasar. Selanjutnya juga diartikan sebagai analisis dan pengaturan secara sistematis tentang asas-asas dan proses-proses membimbing suatu penyelidikan ilmiah, atau yang menyusun struktur dari ilmu-ilmu khusus secara lebih khusus”.
Jadi Metode Ilmiah yaitu langkah atau tahap yang teratur sistematis, empiris, dan terkontrol  yang dipakai dalam memecahkan suatu dilema ilmiah yang berawal dari adanya persoalan yang diperoleh dari observasi kepada tanda-tanda-tanda-tanda (fenomena) yang terjadi pada sebuah objek pengamatan.
Metode ilmiah atau dalam bahasa inggris dikenal sebagai scientific method adalah proses be Metode Ilmiah dalam Studi Islam
2). Tujuan Metode Ilmiah
Tujuan dari sistem ilmiah yang paling utama pastinya untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang rasional dan sudah teruji, sehingga wawasan tersebut mampu digunakan dan diandalkan. Adapun beberapa fungsi yang lain, yang diantaranya seperti:
  • Untuk pembuktian terhadap suatu kebenaran yang mampu dikontrol oleh pertimbangan yang logis.
  • Untuk mencari wawasan yang dimulai dari penemuan masalah yang mesti dipecahkan atau dicari solusinya, pengumpulan data, menanalisis data dan diakhiri dengan menawan sebuah kesimpulan.
  • Membantu memecahkan masalah dengan pembuktian yang dimana buktinya dapat membuat puas.
  • Dapat menguji observasi yang telah dijalankan orang lain sehingga ditemukan kebenaran yang objektif dan juga memuaskan, dan lain-lain.
Dengan tata cara ilmiah maka akan menciptakan inovasi yang memiliki kualitas tinggi, sehingga mampu menolong mengembangkan kemakmuran umat insan.
3). Kriteria-kriteria pada tata cara ilmiah
Supaya sebuah metode yang dipakai dalam observasi disebut dengan Metode Ilmiah, maka tata cara tersebut harus mempunyai beberapa persyaratan yang sebagai berikut:
  • Berdasarkan realita atau fakta
Keterangan, data dan gosip yang ingin ditemukan, baik itu yang dikumpulkan maupun yang dianalisa harus berdasarkan fakta. Jangan penemuan yang berdasarkan khayalan, legenda, kira-kira dan lain-lain. Kaprikornus pada dasarnya harus berdasarkan kenyataan atau fakta yang benar-benar ada.
  • Bebas dari Prasangka
Harus bersifat bebas dari dugaan dan pertimbangan-usulanyang sifatnya subjektif. Fakta harus dengan alasan dan berdasarkan bukti yang terperinci serta objektif. Jadi sebuah observasi mesti menunjukan adanya kesesuaian dengan Hipotesis.
  • Memakai prinsip evaluasi
Dalam mengerti dan memperlihatkan arti pada masalah yang kompleks, haruslah menggunakan prinsip-prinsip evaluasi. Masalah mesti dicari karena dan juga pemecahannya dengan memakai prinsip analisis yang logis. Fakta-fakta yang mampu mendukung tidak dibiarkan sebagaimana adanya atau hanya dibuat derkripsinya saja, akan tetapi semua fakta dan peristiwa harus dicari sebab maupun kesudahannya dengan menggunakan analisa.
  • Menggunakan hipotesis
Pada tata cara ilmiah, seseorang yang melakukan penelitian harus dituntun dalam proses berfikir menggunakan prinsip evaluasi. Hipotesis diperlukan untuk memandu asumsi ke arah maksudnya, sehingga hasil yang nanti didapatkan akan mengarah terhadap sasarannya.
  • Menggunakan ukuran yang objektif
Seseorang yang melaksanakan observasi mesti mempunyai sikap yang objektif dalam mencari kebenaran. Data dan fakta yang ada mesti dianalisis secara objektif, pertimbangan maupun penarikan kesimpulan dari observasi arus memakai asumsi yang sungguh-sungguh jernih jadi bukan menurut perasaan seorang peneliti.
  • Menggunakan teknik kuantifikasi
Data ukuran yang sifatnya kuantitatif (jumlah satuan angka) yang biasa haruslah dipakai. Jika terdapat data ukuran misalnya seperti mm, kg, ohm, per detik dan lain-lain mesti dipakai. Teknik kuantifikasi yang sering digunakan dan tergolong mudah umumnya menggunakan ukuran rating, ranking dan nominal.
4). Langkah-langkah Metode Ilmiah
Karena tata cara ilmiah dilakukan secara sistematis dan berniat, maka terdapat langkah-langkah yang harus dilaksanakan secara urut dalam pelaksanaannya. Setiap langkah atau tahapan dijalankan secara terkontrol dan tersadar. Adapun tindakan tata cara ilmiah yaitu sebagai berikut:
  • Melakukan Observasi
Petama ialah tahapan observasi, adalah menyaksikan dan membaca keadaan alam yang hendak dipermasalahan. Contoh saja Newton yang melihat buah apel yang jatuh dari pohon. Maka Newton mengambil duduk perkara ini. Untuk melaksanakan observasi bukan cuma menyaksikan, namun apa yang dicicipi, didengar, dibaca, dialami ataupun diungkapkan dengan pertimbangan seseorang.
  • Merumuskan problem
Setelah melakukan observasi atau observasi mulailah berpikir ilmiah lewat metode ilmiah didahului dengan kesadaran akan adanya persoalan. Permasalahan ini lalu harus dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya. Dengan penggunaan kalimat tanya diperlukan akan membuat lebih mudah orang yang melaksanakan tata cara ilmiah untuk menghimpun data yang dibutuhkannya, menganalisis data tersebut, kemudian menyimpulkannya.Permusan problem ialah sebuah keharusan. Bagaimana mungkin memecahkan suatu persoalan dengan mencari jawabannya kalau masalahnya sendiri belum dirumuskan?
  • Merumuskan hipotesis
Hipotesis ialah tanggapan sementara dari rumusan problem yang masih membutuhkan pembuktian berdasarkan data yang sudah dianalisis. Dalam metode ilmiah dan proses berpikir ilmiah, perumusan hipotesis sungguh penting. Rumusan hipotesis yang jelas mampu memabntu mengarahkan pada proses selanjutnya dalam tata cara ilmiah. Seringkali pada dikala melakukan observasi, seorang peneliti merasa semua data sangat penting. Oleh alasannya adalah itu lewat rumusan hipotesis yang baik akan membuat lebih mudah peneliti untuk menghimpun data yang sungguh-sungguh dibutuhkannya. Hal ini dikarenakan berpikir ilmiah dilakukan cuma untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
Seperti cuma menyatakan, tes eksperimen dapat menjadikan baik untuk konfirmasi hipotesis, atau putusan dari hipotesis. Metode ilmiah mensyaratkan bahwa hipotesis disingkirkan atau diubah jikalau prediksi yang jelas dan berulang kali tidak cocok dengan tes eksperimental. Selanjutnya, tidak acuh seberapa mewah teori ialah, prediksinya mesti oke dengan hasil eksperimen bila kita yakin bahwa itu yaitu deskripsi yang valid alam. Dalam fisika, mirip dalam setiap ilmu eksperimental, “eksperimen adalah yang tertinggi” dan verifikasi eksperimental dari prediksi hipotetis mutlak dibutuhkan. Eksperimen dapat menguji teori pribadi (contohnya, pengamatan partikel baru) atau mungkin menguji konsekuensi yang berasal dari teori memakai matematika dan akal (tingkat proses peluruhan radioaktif memerlukan keberadaan partikel baru). Perhatikan bahwa perlunya eksperimen juga menyiratkan bahwa teori mesti diuji. Teori yang tidak mampu diuji, karena, misalnya, mereka tidak mempunyai konsekuensi diamati (mirip, partikel yang karakteristik menjadikannya tidak teramati), tidak memenuhi syarat teori ilmiah.
  • Mengumpulkan data
Dengan menggunakan hipotesis untuk memprediksi keberadaan fenomena lain, atau untuk memprediksi secara kuantitatif hasil pengamatan baru.
Pengumpulan data ialah tahapan yang agak berlainan dari tahapan-tahapan sebelumnya dalam sistem ilmiah. Pengumpulan data dilakukan di lapangan. Dengan memakai hipotesis untuk memprediksi keberadaan fenomena lain, atau untuk memprediksi secara kuantitatif hasil observasi baru.. Pengumpulan data mempunyai tugas penting dalam sistem ilmiah, karena berkaitan dengan pengujian hipotesis. Diterima atau ditolaknya sebuah hipotesis akan bergantung pada data yang dikumpulkan.
  • Menguji hipotesis/tes eksperimen
Sudah disebutkan sebelumnya bahwa hipotesis ialah jawaban sementaradari sebuah problem yang telah diajukan. Berpikir ilmiah pada hakekatnya merupakan suatu proses pengujian hipotesis. Dalam kegiatan atau langkah menguji hipotesis, peneliti tidak membenarkan atau menyalahkan hipotesis, namun mendapatkan atau menolak hipotesis tersebut. Karena itu, sebelum pengujian hipotesis dilaksanakan, peneliti mesti apalagi dulu memutuskan taraf signifikansinya. Semakin tinggi taraf signifikansi yang memutuskan maka akan semakin tinggi pula derjat akidah kepada hasil sebuah observasi.Hal ini dimaklumi sebab taraf signifikansi bekerjasama dengan ambang batas kesalahan suatu pengujian hipotesis itu sendiri.
Maka untuk meneliti sumber hipotesa mesti melaksanakan Eksperimen ialah untuk menguji Hipotesis yang telah diajukan. Perhitungkanlah semua variabel yang ada, yakni semua yang mensugesti eksperimen yang dikerjakan. Hasil dari eksperimen akan meningkatkan probabilitas kebenaran hipotesis. Hasil eksperimen dapat menyalahkan hipotesisi kalau jadinya bertentangan dengan hipotesis. Melakukan pencatatan yang rincian pada hasil eksperimen sangatlah penting, sebab untuk membantu dalam laporan eksperimen dan menawarkan bukti efektivitas serta keutuhan dari cara-cara yang dijalankan.
Terdapat 3 (tiga) variabel yang mesti diperhatikan, yang diantaranya:
  1. Variabel bebas, ialah variabel yang mampu diubah-ubah secara bebas.
  2. Variabel terikat, ialah variabel yang diteliti.
  3. Variabel kendali, adalah variabel yang dipertahankan tetap ketika melaksanakan eksperimen
Kesalahan dalam percobaan memiliki beberapa sumber. Pertama, ada kesalahan intrinsik untuk instrumen pengukuran. Karena jenis kesalahan memiliki probabilitas yang sama menghasilkan pengukuran yang lebih tinggi atau lebih rendah numerik dari nilai “benar”, itu disebut kesalahan acak. Kedua, ada non-acak atau sistematis kesalahan, alasannya adalah aspek yang bias hasil dalam satu arah. Tidak ada pengukuran, dan alasannya itu tidak ada percobaan, bisa sungguh tepat. Pada ketika yang serupa, dalam ilmu kita memiliki cara tolok ukur memperkirakan dan dalam beberapa perkara menghemat kesalahan. Dengan demikian, penting untuk memilih keakuratan pengukuran tertentu dan, ketika menyatakan hasil kuantitatif, mengutip kesalahan pengukuran. Sebuah pengukuran tanpa kesalahan dikutip ada artinya. Perbandingan antara percobaan dan teori dibuat dalam konteks kesalahan eksperimental. Para ilmuwan bertanya, berapa banyak deviasi standar ialah hasil dari prediksi teoritis? Apakah semua sumber kesalahan sistematis dan acak sudah diperkirakan dengan benar? Hal ini dibahas secara lebih rinci dalam lampiran pada Analisis Kesalahan dan dalam Statistik
  • Merumuskan kesimpulan hasil dari eksperimen
Langkah paling akhir dalam berpikir ilmiah pada suatu tata cara ilmiah yaitu acara perumusan kesimpulan. Rumusan tamat harus bersesuaian dengan persoalan yang telah diajukan sebelumnya. Kesimpulan atau simpulan ditulis dalam bentuk kalimat deklaratif secara singkat tetapi jelas. Harus dihindarkan untuk menulis data-data yang tidak berhubungan dengan duduk perkara yang diajukan, meskipun dianggap cukup penting. Ini perlu ditekankan alasannya banyak peneliti terkecoh dengan temuan yang dianggapnya penting, meskipun pada hakikatnya tidak berkaitan dengan rumusan problem yang diajukannya.
5). Metode Ilmiah Dalam Islam
Kaprikornus Sebelum metode ilmiah sudah dijalankan oleh para ilmuan islam telah menjelaskannya dalam Al-Qur’an Al- Kariim. Allah SWT berfirman dalam surat Al Mulk ayat 3-4 :

الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا ۖ مَا تَرَىٰ فِي خَلْقِ الرَّحْمَٰنِ مِنْ تَفَاوُتٍ ۖ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَىٰ مِنْ فُطُورٍ()
ثُمَّ ارْجِعِ الْبَصَرَ كَرَّتَيْنِ يَنْقَلِبْ إِلَيْكَ الْبَصَرُ خَاسِئًا وَهُوَ حَسِيرٌ
Artinya, “Yang sudah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak menyaksikan pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak sebanding. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak memperoleh sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam kondisi payah.” (Al Mulk 3-4)
Allah berfirman dalam surat Al Ghasyiyah ayat 17-24 :
أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ  وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ  وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ  وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ  فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ  لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍ إِلَّا مَنْ تَوَلَّى وَكَفَرَ  فَيُعَذِّبُهُ اللَّهُ الْعَذَابَ الْأَكْبَرَ
Artinya, “Maka apakah mereka tidak mengamati unta bagaimana beliau diciptakan, Dan langit, bagaimana beliau ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana dia ditegakkan? Dan bumi bagaimana dia dihamparkan? Maka berilah peringatan, alasannya bahwasanya kau hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka, namun orang yang berpaling dan kafir, maka Allah akan mengazabnya dengan azab yang besar.” (Q.S. Al Ghasyiyah: 17- 23)
Pada Surah diatas djelaskan dijelaskan bahwa Allah memerintahkan kita melakukan pengamatan wacana ciptaan Allah SWT yang tepat “Yang telah membuat tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak menyaksikan pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak sebanding. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak mendapatkan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam kondisi payah.”
Penglihatan atau dalam bahasa arabnya An-Nadzru, dapat diartikan dengan memperhatikan, meneliti bahkan melakukan eksperimen. Seperti apa yang dilaksanakan Thomas Alfa Edison Untuk melaksanakan eksperimen mesti berulang-ulang bahkan 1000 kali.
Pada Surat Al-Ghosyiyah bahu-membahu ditujukan bukan untuk orang muslim namun kepada kaum kafir Qurais yang berpaling, sedangkan kaum muslimin diperintahkan untuk memberi perngatan dengan mengambil perlajaran dari alam seperti unta betina yang waktu itu sangat diharapkan dan digembala oleh masyarakat arab untuk diambil susu dan dagingnya.