Sejarah dan Asal Usul Pembangunan Berdirinya Monas [ Monumen Nasional ].
Monas [ Monumen Nasional ] – Menomen ini terletak persis di Pusat Kota Jakarta. Tugu Monas merupakan tugu pujian bangsa Indonesia, disamping itu monas juga menjadi salah satu sentra tempat wisata dan sentra pendidikan yang mempesona bagi warga Indonesa baik yang dijakarta maupun di luar Jakarta. Tujuan pembangunan tugu monas yaitu untuk mengingat dan mengabadikan kebesaran usaha Bangsa Indonesia yang dikenal dengan Revolusi 17 Agustus 1945, dan juga selaku wahana untuk membangkitkan semangat patriotisme generasi sekarang dan akan tiba.
Monas mulai dibangun pada bulan Agustus 1959. Keseluruhan bangunan Monas dirancang oleh para arsitek Indonesia yaitu Soedarsono, Frederich Silaban dan Ir. Rooseno. Pada tanggal 17 Agustus 1961, Monas didirikan oleh Presiden Soekarno. Dan mulai dibuka untuk biasa semenjak tanggal 12 Juli 1975.
Tugu Monas punya ciri khas tersendiri, karena arsitektur dan dimensinya melambangkan kias kekhususan Indonesia. Bentuk yang paling menonjol ialah tugu yang menjulang tinggi dan pelataran cawan yang luas mendatar. Di atas tugu terdapat api menyala seakan tak kunjung padam, melambangkan keteladanan semangat bangsa Indonesia yang tidak pernah surut berjuang sepanjang kurun.
Bentuk dan tata letak Monas yang sangat menarik memungkinkan hadirin mampu menikmati panorama indah dan sejuk yang memesona, berbentuktaman di mana terdapat pohon dari banyak sekali provinsi di Indonesia. Kolam air mancur tepat di lorong pintu masuk membuat taman menjadi lebih sejuk, ditambah dengan daya tarik air mancur bergoyang.
Di erat pintu masuk menuju pelataran Monas itu juga nampak megah bangkit patung Pangeran Diponegoro yang sedang menunggang kuda. Patung yang terbuat dari perunggu seberat 8 ton itu dijalankan oleh pemahat Italia, Prof Coberlato selaku santunan oleh Konsulat Jendral Honores, Dr Mario di Indonesia.
Gagasan permulaan pembangunan Monas timbul sesudah sembilan tahun kemerdekaan diproklamirkan. Beberapa hari sesudah peringatah HUT ke-9 RI, dibentuk Panitia Tugu Nasional yang bertugas mengusahakan berdirinya Tugu Monas. Panitia ini dipimpin Sarwoko Martokusumo, S Suhud selaku penulis, Sumali Prawirosudirdjo sebagaibendahara dan dibantu oleh empat orang anggota masing-masing Supeno, K K Wiloto, E F Wenas, dan Sudiro.
Panitia yang dibentuk itu bertugas menyiapkan segala sesuatu yang bekerjasama dengan pembangunan Monas yang mau diresmikan di tengah lapangan Medan Merdeka, Jakarta . Termasuk menghimpun ongkos pembangunannya yang mesti dikumpulkan dari swadaya penduduk sendiri.
Setelah itu, dibuat panitia pembangunan Monas yang dinamakan ”Tim Yuri” diketuai eksklusif Presiden RI Ir Soekarno. Melalui tim ini, sayembara diselenggarakan dua kali. Sayembara pertama digelar pada 17 Februari 1955, dan sayembara kedua digelar 10 Mei 1960 dengan keinginan dapat menghasilkan karya budaya yang setinggi-tingginya dan menggambarkan kalbu serta melambangkan keluhuran budaya Indonesia.
Dengan sayembara itu, diperlukan bentuk tugu yang dibangun benar-benar mampu membuktikan kepribadian bangsa Indonesia bertiga dimensi, tidak rata, tugu yang menjulang tinggi ke langit, dibuat dari beton dan besi serta kerikil pualam yang tahan gempa, tahan kritikan jaman sekurang-kurangnya seribu tahun serta mampu menghasilkan karya budaya yang menyebabkan semangat kepahlawanan.
Oleh Tim Yuri, pesan keinginan itu dijadikan sebagai kriteria evaluasi yang kemudian dirinci menjadi lima patokan mencakup harus memenuhi ketentuan apa yang dinamakan Nasional, menggambarkan dinamika dan berisi kepribadian Indonesia serta merefleksikan cita-cita bangsa, melambangkan dan menggambarkan “api yang berkobar” di dalam dada bangsa Indonesia, menggambarkan hal yang sebetulnya bergerak meski tersusun dari benda mati, dan tugu mesti dibangun dari benda-benda yang tidak cepat berubah dan tahan berabad-era.
Namun, dua kali sayembara digelar, tidak ada rancangan yang memenuhi seluruh kriteria yang ditetapkan panitia. Akhirnya, ketua Tim Yuri menunjuk beberapa arsitek terkemuka yakni Soedarsono dan Ir F Silaban untuk menggambar rencana tugu Monas. Keduanya arsitek itu sepakat menciptakan gambarnya sendiri-sendiri yang berikutnya diajukan ke ketua Tim Yuri (Presiden Soekarno), dan ketua menentukan gambar yang dibentuk Soedarsono.
Dalam rancangannya, Soedarsono mengemukakan landasan fatwa yang mengakomodasi impian panitia. Landasan ajaran itu meliputi persyaratan Nasional. Soedarsono mengambil beberapa unsur dikala Proklamasi Kemerdekaan RI yang mewujudkan revolusi nasional sedapat mungkin menerapkannya pada dimensi arsitekturnya yaitu angka 17, 8, dan 45 selaku angka keramat Hari Proklamasi.
Bentuk tugu yang menjulang tinggi mengandung falsafah “Lingga dan Yoni” yang mirip “Alu”sebagai “Lingga” dan bentuk wadah (cawan-red) berupa ruangan mirip “Lumpang” selaku “Yoni”. Alu dan Lumpang yakni dua alat penting yang dimiliki setiap keluarga di Indonesia utamanya rakyat pedesaan. Lingga dan Yoni yaitu simbol dari jaman dulu yang menggambarkan kehidupan awet, yaitu bagian konkret (lingga) dan bagian negatif (yoni) mirip adanya siang dan malam, laki-laki dan wanita, baik dan jelek, ialah keabadian dunia.
Bentuk seluruh garis-garis arsitektur tugu ini mewujudkan garis-garis yang bergerak tidak monoton merata, naik melengkung, melompat, merata lagi, dan naik menjulang tinggi, risikonya menggelombang di atas bentuk pengecap api yang menyala. Badan tugu menjulang tinggi dengan pengecap api di puncaknya melambangkan dan menggambarkan semangat yang berkobar dan tak kunjung padam di dalam dada bangsa Indonesia.
Pembangunan tugu Monas dijalankan melalui tiga tahapan yaitu tahap pertama (1961-1965), kedua (1966-1968), dan tahap ketiga (1969-1976). Pada tahap pertama pelaksanaan pekerjaannya dibawah pengawasan Panitia Monumen Nasional dan biaya yang dipakai bersumber dari dukungan masyarakat.
Tahap kedua pekerjaannya masih dikerjakan dibawah pengawasan panitia Monas. Hanya saja, ongkos pembangunannya bersumber dari Anggaran Pemerintah Pusat c.q Sekertariat Negara RI. Pada tahap kedua ini, pembangunan mengalami kelesuan, alasannya adalah keterbatasan ongkos.
Tahap ketiga pelaksanaan pekerjaan berada dibawah pengawasan Panitia Pembina Tugu Nasional, dan ongkos yang digunakan bersumber dari Pemerintah Pusat c.q Direktorat Jenderal Anggaran melalui Repelita dengan memakai Daftar Isian Proyek (DIP).
Ruang museum sejarah yang terletak tiga meter dibawah permukaan halaman tugu mempunyai ukuran 80X80 meter. Dinding serta lantai di ruang itu pun semuanya dilapisi kerikil marmer. Di dalam ruangan itu, pengunjung dihidangkan dengan 51 jendela peragaan (diorama) yang mengabadikan sejarah semenjak jaman kehidupan nenek moyang bangsa Indonesia, perjuangan menjaga kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia hingga kala pembangunan di jaman orde gres. Di ruangan ini pula, pengunjung juga mampu mendengar rekaman bunyi Bung Karno saat membacakan Proklamasi.
Ruang Kemerdekaan
Sementara di ruang kemerdekaan yang berupa amphitheater terletak di dalam cawan tugu, terdapat empat atribut kemerdekaan mencakup peta kepulauan Negara RI , Lambang Negara Bhinneka Tunggal Ika, dan pintu Gapura yang berisi naskah Proklamasi Kemerdekaan.
Di pelataran puncak tugu yang terletak pada ketinggian 115 meter dari halaman tugu mempunyai ukuran 11X11 meter, pengunjung mampu mencapai pelataran itu dengan menggunakan elevator (lift-red) tunggal yang berkapasitas sekitar 11 orang.
Di pelataran yang mampu menampung sekitar 50 orang itu juga disediakan empat teropong di setiap sudut, dimana pengunjung bisa menyaksikan pemandangan Kota Jakarta dari ketinggian 132 meter dari halaman tugu Monas.
Lidah api yang terbuat dari perunggu seberat 14,5 ton dengan tinggi 14 meter dan berdiameter 6 meter, terdiri dari 77 bab yang disatukan. Seluruh lidah api dilapisi lempengan emas seberat 35 kilogram, dan kemudian pada HUT ke-50 RI, emas yang melapisi lidah api itu ditambah menjadi 50 kilogram.
Artikel : Sejarah Pembangunan Monas [ Monumen Nasional ]
Follow :Follow
Sumber : Wikipedia