Sejarah Kerajaan Islam Di Nusa Tenggara Dan Kalimantan

Istana Kesultanan Bima
Sejarah perkembangan Islam di kawasan Nusa Tenggara dimulai sejak era ke-XVI Masehi yang mulai dikenalkan oleh Sultan Prapen (1605), ialah putra dari Sunan Giri. Dimulai dari Lombok lalu Islam menyebar ke Pejanggik, Parwa, Sokong, Bayan dan daerah-tempat lainnya sampai seluruh Lombok memeluk agama Islam. 
Dari daerah Lombok juga, Sunan Prapen menyampaikan dakwahnya sampai ke wilayah Sumbawa. Di Lombok telah bangkit suatu kerajaan yang bernama Kerajaan Selaparang, dan di bawah pemerintahan Prabu Rangkeswari, kerajaan ini mengalami abad keemasan dan kekuasaannya mencapai seluruh Lombok. 
Selaparang juga menjalin korelasi dengan beberapa kerajaan Islam mirip Demak. Kerajaan Selaparang juga sering dikunjungi para pedagang, sehingga interaksi penduduk muslim makin baik. Pada saat VOC berupaya menguasai jalur jual beli, Kesultanan Gowa berusaha untuk menutup jalur jual beli VOC ke Lombok dan Sumbawa. 
Kerajaan-kerajaan di Sumbawa banyak yang masuk dalam kekuasan Kesultanan Gowa pada sekitar tahun 1618, Bima dikuasai Gowa tahun 1633 dan Selaparang tahun 1640, demikian juga daerah-daerah yang lain dikuasai oleh Kesultanan Gowa pada kala XVII. 
Hubungan antara kesultanan Gowa dan Lombok pun dipererat dengan cara perkawinan seperti Pemban Selaperang, Pejanggik dan Parwa. Di antara Kerajaan Islam yang menonjol di Nusa Tenggara adalah Kesultanan Bima. 
Rajanya yang pertama ialah Ruma Ma Bata Wadu yang bergelar Sultan Bima I atau Sultan Abdul Khair (1611-1640). Literatur perihal sejarah Kesultanan Bima di era XX mampu diperkaya pada citra jelas Syair Kerajaan Bima. 
Syair Kerajaan Bima mengisahkan peristiwa-kejadian yang terjadi di Kesultanan Bima pada kurun 1815-1829. Ada empat peristiwa yang diceritakan dalam syair tersebut: wafatnya sultan, diangkatnya penggantinya, serangan perompak dan meletusnya Gunung Tambora. 
Syair Kerajaan Bima dikarang seorang khatib yang bernama Lukman, yang masih ialah kerabat Sultan Bima, sekitar tahun 1830.
Kerajaan Islam di Kalimantan

Walau tidak banyak literatur yang menjelaskan tentang sejarah keberadaan Islam di Kalimantan tetapi paling tidak, bisa menunjukkan titik terang ihwal eksistensi Kerajaan Daha atau Banjar. Pada awal kurun ke-XVI, Islam masuk ke kalimantan Selatan, ialah di Kerajaan Daha (Banjar) yang waktu itu beragama Hindu. 

Berkat pertolongan dari Sultan Demak, trenggono (1521-1546 M) Raja Daha dan rakyatnya memeluk agama Islam, sehingga berdirilah kerajaan Islam Banjar dengan raja pertamanya ialah Pangeran Samudera yang bergelar Pangeran Suryanullah atau Suriansah. 
Setelah naik tahta, daerah-tempat sekitanya mengakui kekuasaaanya adalah tempat Batangla, Sukaciana, Sambas dan Sambangan. Kemudian sehabis itu di Kalimantan Timur (Kutai) pada tahun 1575 Masehi Tunggang Parangan mengislamkan raja Mahkota. 
Sejak baginda masuk Islam, terjadilah Islamisasi di Kutai dan sekitarnya. Setelah itu, penyebaran Islam lebih jauh ke kawasan-kawasan pedalaman dilaksanakan oleh putranya dan para penggantinya meneruskan dakwah sampai di kawasan-daerah yang lebih dalam.
Demikian bahasan singkat ihwal kerajaan Islam di Nusa Tenggara dan Kalimantan.