Sejarah Kehadiran Firqoh Ajaran Dalam Islam

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Orang-orang Yahudi terpecah kedalam 71 atau 72 kalangan, demikian juga orang-orang Katolik, dan umatku akan terbagi kedalam 73 golongan.” (HR. Sunan Abu Daud)
“Umatku akan mirip Bani Israil selangkah demi selangkah. Bahkan kalau seseorang dari mereka meniduri ibunya secara terperinci-terangan, seseorang dari umatku juga akan mengikutinya. Kaum Bani Israil terpecah menjadi 72 kelompok. Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, seluruhnya akan masuk neraka, hanya satu yang masuk surga.” (HR Imam Tirmizi).

Dari sini mampu kita lihat betapa benarnya Islam, agama yang dibawa oleh Raulullah. Subhanallah, Nabi kita sudah mengenali jikalau kelak akan muncul banyak sekali fatwa atau kelompok umat islam.

Lalu siapakah satu kalangan yang masuk surga tersebut?? Rasullullah bersabda: “Kami (para shahabat) bertanya, “Yang mana yang selamat ?” Rasulullah Saw menjawab, “ Yang mengikutiku dan para shahabatku.” (HR Imam Tirmizi)

Diriwayatkan oleh Imam Thabrani, ”Demi Tuhan yang memegang jiwa Muhammad di tangan-Nya, akan berpecah umatku sebanyak 73 firqah, yang satu masuk Syurga dan lainnya masuk Neraka.” Bertanya para Sahabat: “Siapakah (yang tidak masuk Neraka) itu Ya Rasulullah?” Nabi menjawab: “Ahlussunnah wal Jamaah.”

B. Sejarah munculnya ajaran-pemikiran dalam Islam

Ketika Nabi Muhammad SAW mulai memberitakan fatwa Islam di Makkah, kota ini memiliki sistem kemasyarakatan yang terletak di bawah pimpinan suku bangsa Quraisy. Sistem pemerintahan masa itu dijalankan lewat majelis yang anggotanya terdiri atas kepala-kepala suku yang dipilih berdasarkan kekayaan dan dampak mereka dalam penduduk .

Tetapi, pada ketika Nabi SAW diangkat sebagai pemimpin, beliau menerima perlawanan dari golongan-kalangan pedagang yang mempunyai solidaritas besar lengan berkuasa demi menjaga kepentingan bisnisnya. Akhirnya, Nabi SAW bareng para pengikutnya terpaksa meninggalkan Makkah dan pergi (hijrah) ke Yatsrib (kini bernama Madinah) pada tahun 622 M.

Ketika masih di Makkah, Nabi SAW cuma menjadi pemimpin agama. Setelah hijrah ke Madinah, beliau memegang fungsi ganda, ialah sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan. Di sinilah permulaan mula terbentuk metode pemerintahan Islam pertama, yaitu dengan berdirinya negara Islam Madinah.

Ketika Nabi SAW wafat pada 632 M, daerah kekuasaan Madinah tak sebatas pada kota itu saja, namun mencakup seluruh Semenanjung Arabia. Negara Islam pada waktu itu, sebagaimana digambarkan oleh William Montgomery Watt dalam bukunya yang bertajuk Muhammad Prophet and Statesman, telah merupakan komunitas berkumpulnya suku-suku bangsa Arab. Mereka menjalin persekutuan dengan Muhammad SAW dan masyarakat Madinah dalam aneka macam bentuk.

Sepeninggal Nabi SAW inilah timbul dilema di Madinah, yaitu siapa pengganti dia untuk mengepalai negara yang gres lahir itu. Dari sinilah, mulai bermunculan aneka macam pandangan umat Islam. Sejarah meriwayatkan bahwa Abu Bakar as-Siddiq-lah yang disetujui oleh umat Islam saat itu untuk menjadi pengganti Nabi SAW dalam mengepalai Madinah. Selanjutnya, Abu Bakar digantikan oleh Umar bin Khattab. Kemudian, Umar digantikan oleh Usman bin Affan.

C. Munculnya perselisihan

Awal kemunculan ajaran dalam Islam terjadi pada ketika khilafah Islamiyah mengalami suksesi kepemimpinan dari Usman bin Affan ke Ali bin Abi Thalib. Masa pemerintahan Ali ialah periode kekacauan dan awal perpecahan di kelompok umat Islam. Namun, bibit-bibit perpecahan itu mulai muncul pada akhir kekuasaan Usman.

Di era pemerintahan khalifah keempat ini, perang secara fisik beberapa kali terjadi antara pasukan Ali bin Abi Thalib melawan para penentangnya. Peristiwa-peristiwa ini telah menyebabkan terkoyaknya persatuan dan kesatuan umat. Sejarah mencatat, paling tidak, dua perang besar pada era ini, adalah Perang Jamal (Perang Unta) yang terjadi antara Ali dan Aisyah yang dibantu Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah serta Perang Siffin yang berlangsung antara pasukan Ali melawan prajurit Muawiyah bin Abu Sufyan.

  Gejala Menjelang Akhir Zaman Berdasarkan Dalil

Faktor penyulut Perang Jamal ini disebabkan oleh yang Ali tak inginmenghukum para pembunuh Usman. Ali sesungguhnya ingin sekali menghindari perang dan menuntaskan kasus itu secara hening. Namun, ajakan tersebut ditolak oleh Aisyah, Zubair, dan Talhah. Zubair dan Talhah terbunuh dikala hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.

Bersamaan dengan itu, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Ali semasa memerintah juga menimbulkan timbulnya perlawanan dari gubernur di Damaskus, Muawiyah bin Abu Sufyan, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi–di era pemerintahan Khalifah Usman–yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan.

Perselisihan yang terjadi antara Ali dan para penentangnya pun mengakibatkan aliran-aliran keagamaan dalam Islam, mirip Syiah, Khawarij, Murjiah, Muktazilah, Asy’ariyah, Maturidiyah, Ahlussunah wal Jamaah, Jabbariyah, dan Kadariah.

Aliran-pedoman ini pada awalnya muncul sebagai akibat percaturan politik yang terjadi, adalah perihal perbedaan pandangan dalam duduk perkara kepemimpinan dan kekuasaan (aspek sosial dan politik). Namun, dalam pertumbuhan selanjutnya, pertikaian yang timbul mengubah sifat-sifat yang berorientasi pada politik menjadi duduk perkara keimanan.

”Kelompok khawarij yang kesannya menjadi penentang Ali mengganggap bahwa Ali tidak melakukan keputusan aturan bagi pihak yang memeranginya sebagaimana ajaran Alquran. Karena itu, mereka menunduh Ali kafir dan darahnya halal,” kata guru besar filsafat Islam, Prof Dr Mulyadi Kartanegara, kepadaRepublika.

Sementara itu, kelompok yang mendukung Ali dan keturunannya (Syiah) melakukan pembelaan atas tuduhan itu. Dari sinilah, bermunculan aneka macam macam pemikiran keagamaan dalam bidang teologi.

Selain masalah politik dan doktrin (keimanan), muncul pula pandangan yang berlawanan tentang Quran (makhluk atau kalamullah), qadha dan qadar, serta sebagainya.

D. Penjeasan singkat ajaran-pedoman teologi Islam

Pada pembahasan ini akan kami sampaikan beberapa acuan aliran teologi islam diantaranya yakni:

1. Aliran Syi’ah

Aliran yang mendukung Ali dan keturunannya

2. Aliran Khawarij

Aliran yang keluar dan memisahkan diri dari barisan Ali. Mereka sudah memandang Ali telah melaksanakan kesalahan besar. Mereka juga sudah mengkafirkan Ali alasannya melaksanakan dosa besar sehingga Ali tergolong keluar dari Islam dan wajib di bunuh.

3. Aliran Murjiah

Aliran yang beropini bahwa orang yang berbuat dosa besar masih tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya, hal itu terserah Allah mengampuni atau menghukumnya.

4. Aliran Mu’tazilah

Aliran ini tidak menerima kedua pendapat diatas (b dan c). bagi mereka orang yang berdosa bukan kafir juga bukan mukmin namun ditengah-tengah antara keduanya (almanzilah bainal manzilatain). Aliran ini merupakan fatwa paling besar dan tertua. Dan juga ikut memainkan peranan penting dalam sejarah aliran dunia islam. Ajaran – ajaran pokok pemikiran ini adalah; Ke – Esa – an, Keadilan, Janji dan Ancaman, Tempat diantara dua daerah, dan yang terakhir yaitu menyuruh berbuat kebaikan dan melarang segala kemungkaran.

5. Aliran Jabariyah

Kaum ini beropini bahwa insan tidak memiliki kemerdekaan dalam memilih kehendak dan perbuatannya. Kaprikornus segala yang dijalankan oleh manusia yakni kehendak yang kuasa atau sudan menjadi qada dan qadar dewa secara sarat

6. Aliran Qadariah

Kaum ini sebalkiknya dengan kaum jabariyah, yakni manusia mempunyai kemerdekaan dan keleluasaan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Makara segala sesuatu yang dijalankan insan memang atas hasratdan kekuatan dari menusia tersebut.

7. Ahli sunnah dan jama`ah

Golongan ini muncul atas reaksi paham-paham kalangan sebelumnya seperti Mu`tazilah dan qadariyah dan yang lainnya. Golongan ini, salah satunya menjunjung tinggi qaidah attasamukh (toleran) adalah tidak seperti mu`tazilah yang begitu keras dalam memberitakan agama. Ahl Sunnah dan Jamaah tidak menjunjung tinggi-tinggi kekuatan manusia dan juga tidak meyerahkan kekuatan sepenuhnya terhadap Tuhan.

E. Aliran-ajaran (ormas) Islam di Indonesia
Pengertian Ormas

Organisasi massa atau disingkat ormas yaitu sebuah istilah yang dipakai di Indonesia untuk bentukorganisasi berbasis massa yang tidak bertujuan politis. Bentuk organisasi ini digunakan selaku lawan dari ungkapan partai politik. Ormas dapat dibentuk menurut beberapa kesamaan atau tujuan, contohnya:agama, pendidikan, sosial.

Pasca reformasi tampak muncul banyak organiasi kemasyarakatan, “kolam jamur dimusim hujan”, dalam hal ini penulis mengkaian dengan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia, ialah Undang-undang Dasar 1945 amandemen keempat. Pasal tentang Hak Asasi Manusia menjiwai ketetapan-ketepan Pasal 28 C wacana hak meningkatkan diri dan memperjuangkan haknya secara kolektif untuk masyarakat, bangsa dan negaranya. Pasal 28 E (2) ihwal keleluasaan meyakini dogma, menyatakan pikiran dan bersikap seusai hati nurani, (2) hak berserikat, berkumpul dan berpendapat. Pasal 28 F wacana hak berkomunikasi untuk berbagi langsung & lingkungan. Sebelum Undang-Undang Dasar ’45 diamandemen bolak-balik, kita sudah memiliki hukum perihal organisasi yang didirikan penduduk atau yang remaja ini dikenal dengan NGO (Non Goverment Organization), yaitu Undang-undang R.I Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan

Mari kita menelaah lebih dalam organisasi kemasyarakat dengan dasar Undang-undang R.I Nomor 8 tahun 1985 perihal Organisasi Kemasyarakatan

Definisi organisasi kemasyarakatan ditetapkan dalam Pasal 1:

Yang dimaksud dengan Organisasi Kemasyarakatan yaitu organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan aktivitas, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menurut Pancasila.

Asas Ormas ditetapkan kembali dalam Pasal 2:

Organisasi Kemasyarakatan berasaskan Pancasila selaku satu-satunya asas (asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara).

Didalam penjelasan Undang-undang ini memutuskan bahwa penetapan Pancasila selaku satu-satunya asas bagi Organisasi Kemasyarakatan tidaklah bermakna Pancasila akan mengambil alih agama, dan agama tidak mungkin di-Pancasilakan; antara keduanya tidak ada kontradiksi nilai

Tujuan Ormas sesuai kekhususannya dikelola dalam Pasal 3:

Kekhususan Ormas seperti yang ada dikala ini, missal dalam bidang lingkungan hidup (Walhi, Kalhi, dll), aturan (Bina Kesadaran Hukum Indonesia, Rifka Annisa, LBH Apik), Agama (FPUB, Institut Dialog Antar Iman Di Indonesia), Budaya, Kesehatan, dll.

Dijelaskan bahwa Organisasi Kemasyarakatan mampu memiliki satu atau lebih dari satu sifat kekhususan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, yaitu kesamaan acara, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Salah satu fungsi berdasar Pasal 5 d:

sarana penyalur aspirasi anggota, dan selaku fasilitas komunikasi sosial timbal balik antar anggota dan/atau antar Organisasi Kemasyarakatan, dan antara Organisasi Kemasyarakatan dengan organisasi kekuatan sosial politik, Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat, dan Pemerintah.

  Lepaskan Keterkaitan Kepada Kaum Kafir

Harus mempunyai AD/ART sesuai Pasal 7.

2. Jenis ajaran/ormas Islam di Indonesia menrut MUI
Aliran sesat mirip Ahmadiyah dll
Aliran tidak sesat seperti Muhammadiyah dll

3. Faktor hadirnya perbedaan ormas

Kebolehan ikhtilaf di golongan penduduk muslim dibolehkan dalam agama, bahkan dikatakan bahwa ikhtilaf itu juga rahmat. Sebuah hadis menyebutkan bahwa umat Nabi Muhammad akan terpecanh menjadi 73 kalangan. Dalam realita penduduk Indonesia sekarang, ikhtilaf itu nampaknya tidak membawa rahmat namun justru menjadi factor pengganggu ketentraman kehidupan beragama umat.

Secara garis besar ikhtilaf yang kita lihat dalam sejarah ada tiga macam, yakni: ikhtilaf dalam soal-soal fikih dan furuiyah, ikhtilaf dalam soal kalam, dan ikhtilaf dalam sosal ijtihad politik. Ikhtilaf dalam soal-soal furuiyah telah terjadi semenjak zaman Islam klasik hingga sekarang, bahkan sudah melahirkan macam-macam mazhab dalam Islam. Pada zaman terbaru kini, ikhtilaf dalam bidang ini hampir tidak lagi menenteng kontradiksi atau perpecahan masyarakat, kecuali riak-riak kecil dan pada periode lalu. Kematangan ini terjadi alasannya adalah meningkatnya tingkat pendidikan penduduk Islam. Adapun ikhtilaf dalam bidang teologi ternyata sudah menjadikan sejumlah kekerasan, mirip perkara khawarij dan mihnah pada zaman Islam klasik. Pada zaman terbaru, kekerasan sektarianisme ini juga masih terjadi di sejumlah Negara muslim. Sedangkan ikhtilaf dalam ijtihad politik, pasti lebih banyak lagi misalnya yang berujung kepada kekerasan, baik pada masa klasik maupun terbaru.

4. Ikhtilaf di Indonesia

Sesungguhnya di Indonesia ikhtilaf itu terjadi pada ketiga-tiga klasifikasi tersebut di atas: ikhtilaf furuiyah, ikhtilaf teologi, dan ikhtilaf politik. Dalam ikhtilaf furuiyah, hampir tidak ada masalah lagi sekarang kecuali percikan di aneka macam daerah. Ikhtilaf teologi, bahwasanya sedang berkembang kini berhubung makin berkembangnya faham Syiah di Indonesia, sementara 99% penduduk Indonesia penganut Islam Sunni dan sebagian terbesarnya penganut Syafiiyah. Kita juga pernah punya persoalan dengan LDII, namun kini LDII telah bergabung dengan umat Islam mainstream dengan pernyataannya pada tahun 2007 selaku hasil Munas/Kongresnya. Kita juga pernah memiliki persoalan akhir hadirnya gerakan Ahmad Musadeq yang mengaku selaku nabi, tetapi telah mampu dituntaskan dengan pembubaran gerakan sesat komunal itu. Sekarang mulai muncul pula masalah dengan kalangan-kelompok yang mengaku diri Salafi yang seringkali bersifat puritan dan cenderung memaksakan pendapatnya kepada pihak lain, walaupun duduk perkara ini boleh dikatakan tidak memiliki arti. Tentu saja perpecahan teologis yang paling actual ialah dilema Ahmadiyah di Indonesia yang oleh Majlis Ulama Indonesia (MUI) sudah diberikan pedoman sesat dan pengikutnya dihukumi murtad. Khusus wacana duduk perkara Ahmadiyah ini akan kita uraikan lebih lanjut. Adapun ikhtilaf ijtihad politik, kekerasan yang ditimbulkan sudah terbukti dengan gerakan Darul Islam Kartosuwiryo, gerakan NII, dan Bom Bali I dan II. Ada pula ikhtilaf ijtihad politik yang sejauh ini belum menjadikan kekerasan adalah usulan yang mengatakan perlunya dibangun sistim khilafah di negeri ini, mengambil alih sistim yang ada. Jika itu berarti mesti menghapus NKRI maka pendapat ini akan mampu menimbulkan bencana politik yang besar, apalagi jika anutan ini bergerak bukan cuma pada tataran opini tetapi melakukan langkah-langkah atau gerakan kekerasan contohnya