Pengendara motor di Indonesa jaman dulu 1922. Foto: KITLV. |
Keberadaan klub motor di Indonesia telah semenjak zaman kolonial Belanda. Motor hadir sebelum kendaraan beroda empat masuk ke Hindia Belanda (baca: Sejarah Mobil, Kereta Tanpa Kuda). Orang pertama yang mempunyai motor yaitu seorang Inggris, John C. Potter, yang bekerja sebagai masinis pabrik gula di Umbul, akrab Probolinggo. Potter membeli motor langsung ke Hildebrand Und Wolfmuller, perusahaan penemu sepeda motor pertama pada 1883. Makara, motor masuk Hindia Belanda tak usang sehabis ditemukan.
Gusti Noeroel tokoh emansipasi wanita dari keraton Surakarta yang tampaksedang duduk di motor harley-davidson |
Seperti klub motor zaman sekarang, Magneet melaksanakan touring ke banyak sekali kawasan. Perjalanan pertama Magneet pada 28 Desember 1931, dimulai dari Taman Wilhelmina, di pusat kota Batavia, lalu berkeliling kota Batavia, dan berakhir di hotel De Stam di Gondangdia Baru, permukiman terbaru yang gres dibangun. Magneet juga melakukan perjalanan ke luar Batavia. Untuk itu, mereka menyewa hotel dan restoran di Bogor dan Cipanas. “Anggota-anggota klub sepeda motor, sebagaimana dilaporkan Magneet, menembus lebih dalam dari pusat menuju pinggiran-pinggiran dan pedalaman,” tulis Mrazek.
Menurut Hani Raihana dalam Negara di Persimpangan Jalan Kampusku, majalah Magneet sukses menjadi media propagandis yang memainkan tafsir kekuasaan di jalan raya. Magneet menyebut bahwa “tujuan kami…utamanya melaksanakan perjalanan-perjalanan klub oleh para anggotanya, dengan fokus, khususnya, mengemudi secara lambat dan saksama.”
Emile Eugene Meijer (1908-1997) dan mitra-mitra duduk di atas Nortonnya di daerah Jawa |
Kenyataannya, Magneet merugikan penduduk alasannya terjadi kecelakaan seperti menabrak gerobak, pasar, ayam, dan membunuh seorang gadis yang mengendarai sepeda. “W.A. van den Cappellen dari Jalan Bekasi No. 3 dituduh membunuh seorang gadis bernama Moenah dari Kampung Dureng III dengan motornya. Pria itu sedang mengemudi tanpa SIM,” tulis Mrazek mengutip Magneet.
Di kawasan lain, seorang anggota klub, Arriens, yang mencelakai dipukuli penduduk. Beruntung bagi dia datang seorang ajudan residen Belanda yang menyelamatkannya dari amuk massa.