Sejarah Club Motor Di Indonesia Tempo Dulu

Sejarah Club Motor di Indonesia Tempo Dulu Sejarah Club Motor di Indonesia Tempo Dulu
Pengendara motor di Indonesa jaman dulu 1922.  Foto: KITLV.

Keberadaan klub motor di Indonesia telah semenjak zaman kolonial Belanda. Motor hadir sebelum kendaraan beroda empat masuk ke Hindia Belanda (baca: Sejarah Mobil, Kereta Tanpa Kuda). Orang pertama yang mempunyai motor yaitu seorang Inggris, John C. Potter, yang bekerja sebagai masinis pabrik gula di Umbul, akrab Probolinggo. Potter membeli motor langsung ke Hildebrand Und Wolfmuller, perusahaan penemu sepeda motor pertama pada 1883. Makara, motor masuk Hindia Belanda tak usang sehabis ditemukan.

Setelah motor masuk ke Hindia Belanda, orang-orang terlihat takjub dan heran. “Karena tidak ditarik oleh kuda atau binatang yang lain maka kehadiran sepeda motor pertama di Jawa menciptakan siapa pun yang melihatnya menjadi tercengang dan terbengong. Orang lantas menamankannya Kereta Setan,” tulis Abdul Hakim dalam Jakarta Tempo Doeloe.
Keberadaan motor mulai berkembang di Hindia Belanda pada tahun 1900-an. Para pemilik motor orang Belanda dan Eropa di Batavia membentk klub motor atau persatuan pengendara sepeda motor (motor-wielrijders bond), Magneet pada 1913. Sebagai corong, mereka mengeluarkan majalah sesuai nama klub, Magneet. “Sebagaian besar terbitaan Magneet berisi pengumuman dan laporan dari clubtochten atau perjalanan klub,” tulis Rudolf Mrazek dalam Engineers and Happy Land.
Sejarah Club Motor di Indonesia Tempo Dulu Sejarah Club Motor di Indonesia Tempo Dulu
Gusti Noeroel tokoh emansipasi wanita dari keraton Surakarta yang tampaksedang duduk di motor harley-davidson

Seperti klub motor zaman sekarang, Magneet melaksanakan touring ke banyak sekali kawasan. Perjalanan pertama Magneet pada 28 Desember 1931, dimulai dari Taman Wilhelmina, di pusat kota Batavia, lalu berkeliling kota Batavia, dan berakhir di hotel De Stam di Gondangdia Baru, permukiman terbaru yang gres dibangun. Magneet juga melakukan perjalanan ke luar Batavia. Untuk itu, mereka menyewa hotel dan restoran di Bogor dan Cipanas. “Anggota-anggota klub sepeda motor, sebagaimana dilaporkan Magneet, menembus lebih dalam dari pusat menuju pinggiran-pinggiran dan pedalaman,” tulis Mrazek.

Menurut Hani Raihana dalam Negara di Persimpangan Jalan Kampusku, majalah Magneet sukses menjadi media propagandis yang memainkan tafsir kekuasaan di jalan raya. Magneet menyebut bahwa “tujuan kami…utamanya melaksanakan perjalanan-perjalanan klub oleh para anggotanya, dengan fokus, khususnya, mengemudi secara lambat dan saksama.”

Sejarah Club Motor di Indonesia Tempo Dulu Sejarah Club Motor di Indonesia Tempo Dulu
Emile Eugene Meijer (1908-1997)  dan mitra-mitra duduk di atas Nortonnya di daerah Jawa

Kenyataannya, Magneet merugikan penduduk alasannya terjadi kecelakaan seperti menabrak gerobak, pasar, ayam, dan membunuh seorang gadis yang mengendarai sepeda. “W.A. van den Cappellen dari Jalan Bekasi No. 3 dituduh membunuh seorang gadis bernama Moenah dari Kampung Dureng III dengan motornya. Pria itu sedang mengemudi tanpa SIM,” tulis Mrazek mengutip Magneet.

Di kawasan lain, seorang anggota klub, Arriens, yang mencelakai dipukuli penduduk. Beruntung bagi dia datang seorang ajudan residen Belanda yang menyelamatkannya dari amuk massa.

“Kecelakaan lalu lintas ialah hal lumrah, sementara balapan yang memposisikan pengendara kendaraan selaku raja jalanan secara kuat diekspresikan (oleh Magneet, red) sebagai kebenaran,” tulis Hani.
Menurut Mrazek, kecelakaan-kecelakaan di jalan, dan tentu saja makin banyak, mudah terselesaikan oleh Magneet. Dengan cara seperti menyimpang keluar dari informasi itu, memberitakannya sambil lalu, dan menciptakan gosip tabrakan agar dibaca sebagai bagian dari kalender klub. “Sebagaimana biasa, diposisikan di halaman yang sama, di antara pokok-pokok lain yang umum, semua ukiran itu sebagian besar terjadi pada hari Minggu,” tulis Mrazek. Oleh: Arief Ikhsanudin. Histori.id