Sejarah Berdirinya Kota Bandung

murid sekolah Princess Juliana di Bandung tahun  Sejarah Berdirinya Kota Bandung
Murid-murid sekolah Princess Juliana di Bandung tahun 1940

Sejarah Berdirinya Kota Bandung

Ketika Kabupaten Bandung dipimpin oleh Bupati RA Wiranatakusumah II, kekuasaan Kompeni di Nusantara rampung akhir VOC melarat (Desember 1799). Kekuasaan di Nusantara berikutnya diambil alih oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan Gubernur Jenderal pertama Herman Willem Daendels (1808-1811).

Sejalan dengan perubahan kekuasaan di Hindia Belanda, situasi dan keadaan Kabupaten Bandung mengalami pergeseran. Perubahan yang pertama kali terjadi yaitu pemindahan ibukota kabupaten dari Krapyak di bagian Selatan tempat Bandung ke Kota Bandung yang ter;etak di bagian tengah kawasan kabupaten tersebut.

Antara Januari 1800 sampai simpulan Desember 1807 di Nusantara biasanya dan di Pulau Jawa khususnya, terjadi vakum kekuasaan ajaib (penjajah), sebab meskipun Gubernur Jenderal Kompeni masih ada, namun ia sudah tidak mempunyai kekuasaan. Bagi para bupati, selama vakum kekuasaan itu bermakna hilangnya beban berupa kewajiban-kewajiban yang mesti dipenuhi bagi kepentingan penguasa ajaib (penjajah). Dengan demikian, mereka mampu mencurahkan perhatian bagi kepentingan pemerintahan kawasan masing-masing. Hal ini kiranya terjadi pula di Kabupaten Bandung.

Menurut naskah Sadjarah Bandung, pada tahun 1809 Bupati Bandung Wiranatakusumah II beserta sejumlah rakyatnya pindah dari Karapyak ke tempat sebelah Utara dari lahan bakal ibukota. Pada waktu itu lahan bakal Kota Bandung masih berupa hutan, namun di sebelah utaranya telah ada pemukiman, ialah Kampung Cikapundung Kolot, Kampung Cikalintu, dan Kampung Bogor. Menurut naskah tersebut, Bupati R.A. Wiranatakusumah II pindah ke Kota Bandung sesudah beliau menetap di daerah tinggal sementara selama dua setengah tahun.

Semula bupati tinggal di Cikalintu (tempat Cipaganti) kemudian dia pindah Balubur Hilir. Ketika Deandels meresmikan pembangunan jembatan Cikapundung (jembatan di Jl. Asia Afrika akrab Gedung PLN kini), Bupati Bandung berada disana. Deandels bareng Bupati melalui jembatan itu lalu mereka berjalan ke arah timur hingga disuatu tempat (depan Kantor Dinas PU Jl. Asia Afrika kini). Di kawasan itu deandels menancapkan tongkat seraya berkata: “Zorg, dat als ik terug kom hier een stad is gebouwd!” (Usahakan, kalau saya datang kembali ke sini, suatu kota sudah dibangun!”. Rupanya Deandels menginginkan sentra kota Bandung dibangun di kawasan itu. 

  Naik Kereta Api Jurusan Jakarta Bandung Tempo Dulu

Sebagai tindak lanjut dari ucapannya itu, Deandels meminta Bupati Bandung dan Parakanmuncang untuk memindahkan ibukota kabupaten masing-masing ke erat Jalan Raya Pos. Permintaan Deandels itu disampaikan lewat surat tertanggal 25 Mei 1810.

Pindahnya Kabupaten Bandung ke Kota Bandung bersama-sama dengan pengangkatan Raden Suria menjadi Patih Parakanmuncang. Kedua saat-saat tersebut dikukuhkan dengan besluit (surat keputusan) tanggal 25 September 1810. Tanggal ini juga merupakan tanggal Surat Keputusan (besluit), maka secara yuridis formal (dejure) ditetapkan sebagai Hari Makara Kota Bandung.

Boleh jadi bupati mulai berkedudukan di Kota Bandung sesudah di sana apalagi dulu bangun bangunan pendopo kabupaten. Dapat ditentukan pendopo kabupaten merupakan bangunan pertama yang dibangun untuk sentra kegiatan pemerintahan Kabupaten Bandung.

Berdasarkan data dari banyak sekali sumber, pembangunan Kota Bandung sepenuhnya dijalankan oleh sejumlah rakyat Bandung dibawah pimpinan Bupati R.A. Wiranatakusumah II. Oleh sebab itu, dapatlah dibilang bahwa bupati R.A. Wiranatakusumah II ialah pendiri (the founding father) kota Bandung.

Berkembangnya Kota Bandung dan letaknya yang strategis yang berada di bagian tengah Priangan, sudah mendorong timbulnya pemikiran Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1856 untuk memindahkan Ibukota Keresiden priangan dari Cianjur ke Bandung. Gagasan tersebut alasannya adalah berbagai hal gres direalisasikan pada tahun 1864. Berdasarkan Besluit Gubernur Jenderal tanggal 7 Agustus 1864 No.18, Kota Bandung ditetapkan sebagai pusat pemerintahan Keresidenan Priangan. Dengan demikian, sejak ketika itu Kota Bandung memiliki fungsi ganda, ialah selaku Ibukota Kabupaten Bandung sekaligus sebagai ibukota Keresidenan Priangan. Pada waktu itu yang menjadi Bupati Bandung adalah R.A. Wiranatakusumah IV (1846-1874).

Sejalan dengan kemajuan fungsinya, di Kota Bandung dibangun gedung keresidenan di daerah Cicendo (sekarang menjadi Rumah Dinas Gubernur Jawa Barat) dan suatu hotel pemerintah. Gedung keresidenan simpulan dibangun tahun 1867.

  Cerita Imigran Indonesia Di Belanda Jaman Dulu

Perkembangan Kota Bandung terjadi sehabis beroperasi transportasi kereta api dari dan ke kota Bandung semenjak tahun 1884. Karena Kota Bandung berfungsi selaku sentra kegiatan angkutankereta api “Lin Barat”, maka sudah mendorong berkembangnya kehidupan di Kota Bandung dengan meningkatnya masyarakatdari tahun ke tahun.

Di penghujung kala ke-19, penduduk kalangan Eropa jumlahnya sudah meraih ribuan orang dan menuntut adanya forum otonom yang dapat mengelola kepentingan mereka. Sementara itu pemerintah pusat menyadari kegagalan pelaksanaan metode pemerintahan sentralistis berikut dampaknya. Karenanya, pemerintah hingga pada kebijakan untuk mengganti tata cara pemerintahan dengan tata cara desentralisasi, bukan hanya desentralisasi dalam bidang keuangan, namun juga desentralisasi dalam santunan hak otonomi bidang pemerintahan (zelfbestuur).

Dalam hal ini, pemerintah Kabupaten Bandung di bawah pimpinan Bupati RAA Martanagara (1893-1918) menyambut baik pemikiran pemerintah kolonial tersebut. Berlangsungnya pemerintahan otonomi di Kota Bandung, memiliki arti pemerintah kabupaten menerima dana anggaran khusus dari pemerintah kolonial yang sebelumnya tidak pernah ada.

Berdasarkan Undang-undang Desentralisasi (Decentralisatiewet) yang dikeluarkan tahun 1903 dan Surat Keputusan wacana desentralisasi (Decentralisasi Besluit) serta Ordonansi Dewan Lokal (Locale Raden Ordonantie) semenjak tanggal 1 April 1906 ditetapkan sebagai gemeente (kotapraja) yang berpemerintahan otonomom. Ketetapan itu kian memperkuat fungsi Kota Bandung selaku pusat pemerintahan, khususnya pemerintahan Kolonial Belanda di Kota Bandung. Semula Gemeente Bandung Dipimpin oleh Asisten Residen priangan sebagaiKetua Dewan Kota (Gemeenteraad), namun sejak tahun 1913 gemeente dipimpin oleh burgemeester (walikota). Sumber: Kota-kota Lama di Jawa Barat Penerbit: Alqaprint Jatinangor