Kaidah fiqih merupakan kaidah-kaidah yang berasal dari selesai dalil Al-Quran dan sunnah berdasarkan rumusan ulama’ terkait aturan – aturan fiqh. Ada aneka macam kaidah fiqh yang dihasilkan oleh para ulama. Namun, ada 5 kaidah biasa yang utama. Lima kaidah ini sering disebut selaku al-qawaid al-fiqhiyah al-kubra. Dari 5 kaidah memiliki turunan kaidah lanjutan sebanyak 40. Kaidah yang keempat yaitu
ما لا يشترط التعرض له جملة ولا تفصيلا اذا عينه واخطأ لم يضر
Artinya : “Jika tidak disyaratkan menentukan secara global, dan tidak secara terperinci, maka dikala seseorang menyatakannya dan dia salah, maka hal itu tidak akan menjadikannya madharat”
Kaidah di atas didasarkan pada hadis Rasulullah SAW berikut :
انما الاعمال بالنيات وانما لكل امرئ ما نوى (رواه البخارى)
Artinya : Nabi Saw bersabda : Sesungguhnya semua tindakan itu bersama dengan niatnya, dan untuk setiap tindakan itu tergantung dari niatnya (HR. Bukhari)
Implementasi kaidah di atas yakni selaku berikut :
- Kesalahan menyatakan tempat sholat, maka dikala seseorang niat sholat dzuhur di Mesir dan ternyata ia berada di Mekkah, maka tidaklah batal sholatnya, alasannya adalah niat sholatnya telah ada, dan ta‟yin (menyatakan) daerah itu bukanlah sambungan dari niat sholat baik secara global maupun terperinci.
- Kesalahan dalam menyatakan kurun sholat, maka dikala seseorang niat melakukan sholat Ashar pada hari Kamis tetapi ternyata hari Jum’at, maka sholatnya itu tidak batal.
- Kesalahan ta’yin (pernyataan) Imam wacana ma’mum yang ada dibelakangnya, maka bila seseorang berniat menjadi imamnya Zaid namun ternyata yang jadi ma‟mum ialah umar, maka sholat imam itu tidak menjadinya madharat (tidak batal) hal itu sebab tidak adanya syarat bagi imam untuk memilih siapa ma‟mumnya, dan tidak juga niat untuk menjadi imam.