Saat Para Legend Benar-Benar Bertoga

Entah siapa yang membuat, siapa yang pertama kali mengunggah dan menyebarkannya. Aku pernah menemu gambar tentang klasifikasi mahasiswa S1 berdasarkan semester. Bahkan saya sempat mendownloadnya dan aku kirimkan kepada salah seorang dari tiga yang fotonya aku hadirkan juga disini. Semester 1-2 (junior), 3-4 (amateur), 5-6 (beginner), 7-8 (senior), 9-10 (veteran), 11-12 (sepuh), dan 13-14 (legend).
Aku tidak akan membicarakan panjang lebar tentang anabawang (dengan keluguan, keplonga-plongoan, dan kebodohan yang mau saja dikerjai para senior untuk melakukan hal-hal konyol–terutama dikala ospek), amateur, beginner, senior, veteran, atau sepuh. Ya, ini tentang para legend kampus yang alhasil diwisuda ketika posisi mereka di kampus mulai rawan dan mencemaskan.
Mereka ini para legend yang hebat. Mereka juga turut menjadi saksi bersejarah dari pergeseran IAIN 
menjadi UIN dengan status mereka masih selaku mahasiswa. Dulu, penantianku untuk turut menjadi saksi perubahan itu dengan status masih selaku mahasiswa mesti terhenti pada tingkat sepuh alasannya adalah mendapat pressure dari banyak pihak–khususnya orang renta. Namun mereka tidak, pemuda-perjaka ini tetep bersikukuh untuk menjadi saksi perubahan itu. Mungkin juga sekaligus mengamalkan cuilan bait nadhom yang pernah mereka pelajari. Thuuluzzamaan. Dawa mangsane.
***
Ojan. cowok asal Brebes yang bermuka boros. Ya, aku katakan berparas boros alasannya adalah parasnya tampaklebih bau tanah dari usianya. Terbukti waktu itu ada acara imtihan (jikalau tidak salah) di pesantren, kebetulan ada santri gres. Kami duduk di teras pesantren membincangkan apa saja, tiba-datang santri baru ini melontarkan tanya kepada Ojan, “Lha Kang e alumni tahun pira?” Sontak kami yang berada di teras itu terbahak. Jelas ini alasannya muka borosnya. Kalau tidak, tak mungkin pertanyaan itu terlontar keluar. 
Dalam hal percintaan, dia layak diacungi jempol sebab kesetiaannya. Dari dulu, yang saya tahu, pasangannya ya itu. Nggak tahu kalau diluar itu beliau main serong dengan lainnya. Hahaha 
Ada peristiwa yang mungkin mempengaruhinya menjadi legend kampus. Saat itu (bila tidak salah) dia masih pada tingkat beginner, ia terjatuh ketika futsal. Sial. Kepala bagian belakangnya yang apalagi dulu membentur lantai hingga sempat linglung dan mesti dirawat di rumah sakit untuk beberapa hari. Mungkin alasannya adalah kejadian itulah otaknya geser dan membuatnya mulai memperlihatkan gejala abai kepada kampus. Namun beberapa bulan kemarin sebelum alhasil diwisuda pada siang tadi, dia menjadi sangat rajin. Dia kebut skripsinya. Dia terus buka tumpuan dan mulai mengetik skripsinya lembar demi lembar, bahkan dikala lainnya tertidur pulas. Ini hebat. 
***
Mansur. pemuda asal pelosok Banjarnegara dengan gaya kepemimpinan yang luar biasa. Aku katakan pelosok alasannya memang pelosok. Bagaimana tidak, channel tv yang bisa tembus hingga rumahnya hanya indosiar, signal seluler byar-pet dan dikala ingin mampu signal lebih bagus mesti naik ke posisi yang lebih tinggi; genteng rumah atau naik pohon misal. Hahaha
Pemuda ini juga bantu-membantu bermuka boros, tetapi tak seboros Ojan.
Dalam hal percintaan, dia termasuk telat. Disaat teman-temannya sudah mengalami fase pubertas untuk kali kesekian, beliau baru mengalaminya di pembagian terstruktur mengenai mahasiswa pada tingkat senior, entah sebab apa. Padahal bila dari sisi paras gak jelekjelek amat. Dan itu pun ia peroleh hasil dari pertempuran sampai berdarah-darah yang tentu menyedot asumsi, tenaga, dan air mata. Hahaha 
Namun sial disaat hampir paripurna statusnya selaku mahasiswa dan secepatnya diwisuda, jarahan hasil pertempuran yang (mungkin) sedianya hendak ia jadikan buat pendamping wisuda (PW), mesti ia relakan diambil alih orang lain alasannya adalah ia kalah dalam pertempuran mempertahankannya. Menyedihkan memang, dan mungkin sedikit mengganggu pikirannya. Namun cowok ini bukan perjaka lemah, dia berpengaruh. Terbukti skripsi tetap berjalan. Ketika beberapa bulan lalu aku berjumpa dengannya, aku berbasa-bau menanyakan “wis bagian pira?”, dengan mantap dia menjawab: “Bab 3 hampir selesai!”. Dan siang tadi beliau juga diwisuda.
***
EL Vaaz. Nah ini saya resah hendak mengklasifikasikannya pada tingkat yang mana. Sebab dalam klasifikasi yang aku temu, tidak ada disana semester cowok ini. Semester 15. Memang sih, dia dinyatakan lulus pada semester 14, tetapi itu hasil dari sidang susulan, dan dia tidak bisa ikut wisuda pada semester itu. Maka, ia mesti tabah menanti satu semester lagi untuk benar-benar menggunakan toga. Dan itu, kini. Semester 15.
Pemuda ini juga berasal dari Banjarnegara, kalau boleh aku katakan, dia sepaket dengan Mansur. Banyak aktivitas yang mereka kerjakan bersama. Laiknya Murad dan Pipit dalam Preman Pensiun. Namun mereka bukan preman, tidak juga bertubuhgede dan sangar. Mereka aktivis Himpunan, juga “cah pondok”. Elvaz, dia seorang pelopor yang selalu berada di barisan terdepan dikala ada demonstrasi di depan gubernuran. Bermodal megaphone di tangan, beliau suarakan dengan lantang kritik-kritik kepada pemerintahan. Pernah sebuah dikala ketika sedang demo dan ricuh, beliau dituduh sebagai provokator, dikejar, dan dilumpuhkan dengan pentungan pegawanegeri yang mendarat tepat di pelipis matanya. Tersungkur, lalu diinjak. Dia dirawat beberapa hari di rumah sakit. Nah, saat itu semacam berkah bagiku yang menungguinya alasannya menemukan kemudahan “menyehatkan” dari beberapa senior. Terimakasih ya, Vaz? Hahaha
Dalam hal percintaan, dahulu beliau punya pacar yang aduhai, tetapi entah karena apa mereka bubar dan cowok ini lalu menggilai perempuan lain yang–saya tidak mau menceritakannya di sini–sering dia sebut-sebut saat sedang main PES dan hendak memasukkan bola ke gawang lawan. Kali itu kandas. Khawatirku saat itu, beliau menjadi abnormal. Hahaha.
Namun belakangan ia menjalin relasi lagi dengan wanita yang kerap ia sebut dengan “Rose”. 
Lama, pemuda ini kembali pada tidur panjangnya, berpangku tangan, entah karena apa. Sepanjang pagi hingga sore ia sembunyikan diri dari matahari. Mlungker di kamar. Ke kampus jika ingat, itu pun sangat jarang sekali. Lebih banyak tidak ingatnya, atau mungkin pura-pura lupa. Entahlah. Namun, sehabis dia naik ke tingkat legend, beliau mulai menggeliat dari tidur panjangnya dan mulai menyentuh skripsi untuk meloloskannya pada gerbang wisuda. Mungkin ini juga alasannya adalah dorongan energi dari perempuan berinisial “Rose” yang memantik semangat gres baginya dalam balut pubertas untuk kesekian kalinya. Dan kesudahannya, siang tadi ia diwisuda juga.
***
Oh iya, ia juga yang sering saya ajak nonton teater. Atau dia yang mengajakku. Tanpa dia apa balasannya saya di gedung pertunjukan? “Ya tetap penonton lah!” Hahaha
Terlalu panjang jikalau harus aku tuliskan secara rinci wacana kalian. Anggap saja ini sebagai kado sekaligus permohonan maafku kepada kalian, karena saya tak bisa hadir diacara wisuda siang tadi. 
Selamat melangkah ke tahap berikutnya, mitra. Semoga keberuntungan menyertai kalian. Dan tulisan ini barangkali akan menjadi ayat berharga dikemudian hari.
Tabik!
_____________
Tegal, 29/01/15