Penduduk Kampung Naga mengaku beragama Islam namun taat memegang adab istiadat dan kepercayaan karuhun |
Kampung Naga di Tasikmalaya
Warga Kampung Naga dikenal sebagai penduduk yang taat melakukan tradisi karuhun. Ada beberapa upacara yang kerap dikerjakan masyarakat Kampung Naga. Antara lain Menyepi, Hajat Sasih dan Perkawinan. Bagaimana pelaksanaannya?
Upacara menyepi dijalankan oleh penduduk Kampung Naga pada hari Selasa, Rabu, dan hari Sabtu. Menurut Abah Maun, Punduh Kampung Naga, upacara ini sungguh penting dan wajib dilakukan, tanpa kecuali baik laki-laki maupun wanita. Oleh alasannya itu, bila ada acara yang bertepatan dengan itu, maka waktunya di undurkan atau dipercepat pelaksanaannya.
Pelaksanaan upacara menyepi diserahkan pada masing-masing orang, alasannya pada dasarnya merupakan usaha menghindari obrolan ihwal segala sesuatu yang berkaitan dengan budpekerti istiadat. Melihat kepatuhan warga Naga terhadap hukum adat, selain alasannya adalah penghormatan kepada leluhurnya juga untuk menjaga amanat dan wasiat yang kalau dilanggar dikuatirkan akan menyebabkan malapetaka.
Sedangkan Hajat Sasih dijalankan oleh seluruh warga akhlak Sa-Naga, baik yang berdomisili di Kampung Naga maupun di luar Kampung Naga. Maksud dan tujuan dari upacara ini yakni untuk memohon berkah dan keamanan kepada leluhur Kampung Naga, Eyang Singaparna serta menyatakan rasa syukur terhadap Tuhan yang Maha Esa atas segala lezat yang sudah diberikannya kepada warga selaku umat-Nya.
Penduduk Kampung Naga mengaku beragama Islam, namun tetap taat memegang budpekerti istiadat dan iman karuhun. Sehingga meski memeluk Islam, namun syariat yang mereka lakukan agak berlawanan dengan pemeluk Islam yang lain. Misalnya salat limat waktu, cuma dikerjakan pada hari jumat. Sedangkan pada hari-hari lain mereka tidak melaksanakan salat.
Pengajaran mengaji bagi belum dewasa dikampung Naga dikerjakan pada malam senin dan malam kamis, sedangkan pengajian bagi orang bau tanah dilaksanakan pada malam jumat. Dalam menunaikan rukun Islam yang kelima atau ibadah Haji, menurut anggapan mereka tidak perlu jauh-jauh pergi ke Tanah Suci Mekah, tapi cukup dengan melakukan upacara Hajat Sasih yang waktunya bertepatan dengan hari raya haji adalah setiap tanggal 10 Rayagung. Upacara Hajat Sasih ini menurut akidah penduduk Kampung Naga sama dengan Hari Raya Idul Adha dan Hari Raya Idul Fitri.
Upacara Hajat Sasih diselenggarakan pada bulan Muharam (Muharram) tanggal 26, 27, 28, Bulan Maulud (Rabiul Awal) pada tanggal 12, 13, 14, Bulan Rewah (Sya’ban) pada tanggal 16, 17, 18, Bulan Syawal (Syawal) pada tanggal 14, 15, 16, dan Bulan Rayagung (Dzulkaidah) pada tanggal 10, 11, 12. Pemilihan tanggal dan bulan untuk pelaksanaan upacara Hajat Sasih sengaja dikerjakan bertepatan dengan hari-hari besar agama Islam.
Penyesuaian waktu tersebut bermaksud biar keduanya dapat dilaksanakan sekaligus, sehingga ketentuan budbahasa dan akidah agama Islam mampu dilaksanakan secara serasi. Upacara Hajat Sasih ialah upacara ziarah dan membersihkan makam leluhur. Sebelumnya para peserta upacara harus melakukan beberapa tahap upacara. Mereka mesti mandi dan membersihkan diri dari segala kotoran di sungai Ciwulan.
Upacara ini disebut beberesih atau susuci. Selesai mandi mereka berwudlu di tempat itu juga lalu mengenakan pakaian khusus. Secara terorganisir mereka berjalan menuju mesjid. Sebelum masuk mereka mencuci kaki terlabih dulu dan masuk kedalam sembari menganggukan kepala dan mengangkat kedua belah tangan. Hal itu dijalankan sebagai tanda penghormatan dan merendahkan diri, sebab mesjid merupakantempat beribadah dan suci. Kemudian masing-masing mengambil sapu lidi yang sudah tersedia di sana dan duduk sambil memegang sapu lidi tersebut.
Adapun kuncen, lebe, dan punduh / Tua kampung simpulan mandi lalu berwudlu dan mengenakan busana upacara mereka tidak menuju ke mesjid, melainkan ke Bumi Ageung. Di Bumi Ageung ini mereka merencanakan lamareun dan parukuyan untuk nanti di bawa ke makam. Setelah siap kemudian mereka keluar.
Lebe membawa lamareun dan punduh menjinjing parukuyan menuju makam. Para peserta yang berada di dalam mesjid keluar dan mengikuti kuncen, lebe, dan punduh satu persatu. Mereka berlangsung beriringan sambil masing-masing menenteng sapu lidi. Ketika melalui pintu gerbang makam yang di tandai oleh kerikil besar, masing-masing penerima menundukan kepala selaku penghormatan kepada makam Eyang Singaparna.
Setibanya di makam selain kuncen tidak ada yang masuk ke dalamnya. Adapun Lebe dan Punduh sehabis menyerahkan lamareun dan parakuyan terhadap kuncen lalu keluar lagi tinggal bersama para peserta upacara lainnya. Kuncen aben kemenyan untuk unjuk-unjuk (meminta izin ) terhadap Eyang Singaparna. Ia melaksanakan unjuk-unjuk sambil menghadap kesebelah barat, kearah makam.
Arah barat artinya menunjuk ke arah kiblat. Setelah kuncen melakukan unjuk-unjuk, kemudian beliau mempersilahkan para penerima mengawali membersihkan makam keramat bersama-sama. Setelah membersihkan makam, kuncen dan para penerima duduk bersila mengelilingi makam. Masing-masing berdoa dalam hati untukmemohon keselamatan, kesejahteraan, dan hasratmasing-masing akseptor. Setelah itu kuncen mempersilakan Lebe untuk memimpin pembacaan ayat-ayat Suci Al-Alquran dan diakhri dengan doa bersama.
Selesai berdoa, para penerima secara bergiliran bersalaman dengan kuncen. Mereka menghampiri kuncen dengan cara berlangsung ngengsod. Setelah bersalaman para penerima keluar dari makam, dibarengi oleh punduh, lebe dan kuncen. Parukuyan dan sapu lidi disimpan di “para” mesjid. Sebelum disimpan sapu lidi tersebut dicuci oleh masing-masing peserta upacara di sungai Ciwulan, sedangkan lemareun disimpan diBumi Ageung.
Acara selanjutnya diadakan di mesjid. Setelah para peserta upacara masuk dan duduk di dalam mesjid, lalu datanglah seorang wanita yang disebut patunggon sambil menjinjing air di dalam kendi, lalu memberikannya kepada kuncen. Wanita lain tiba membawa nasi tumpeng dan meletakannya ditengah-tengah.
Setelah perempuan tersebut keluar, barulah kuncen berkumur-kumur dengan air kendi dan mengkremasi dengan kemenyan. Ia mengucapkan Ijab kabul sebagai pembukaan. Selanjutnya lebe membacakan doanya sehabis beliau berkumur-kumur apalagi dulu dengan air yang sama dari kendi. Pembacaan doa diakhiri dengan ucapan amin dan pembacaan Al-fatihah. Maka berakhirlah pesta upacara Hajat Sasih tersebut.
Usai upacara dilanjutkan dengan makan nasi tumpeng gotong royong. Nasi tumpeng ini ada yang eksklusif disantap di mesjid, ada pula yang dibawa pulang kerumah untuk dimakan bareng keluarga mereka.