Download Buku Siswa Fikih Kelas 9 (Sembilan) MTs disini. pelajarancg.blogspot.com: Bagi siswa Madrasah Sekolah Menengah Pertama (Sekolah Menengah Pertama/MTs) pasti akan mempunyai mata pelajaran Fikih. Dalam pembelajaran Fikih tiap semester memiliki materi berlainan-beda. Dengan pembahasan tiap babnya. Seperti teladan Semester 1 menjadi dasar untuk pesiapan pembelajaran Fikih di semester 2. Tiap bagian di kelas 9 MTs ini juga memiliki pembahasan berbeda-beda pula, Misalnya Bab 1 akan membahas wacana pemahaman dan ruang lingkup Fikih mirip IKHLASUL AMAL (PENYEMBELIHAN, KURBAN DAN AKIKAH), sedangkan Bab 2 akan membicarakan wacana ASH-SHIDQU FIL AQDI (JUAL BELI, KHIYAR, QIRAD DAN RIBA), Bab 3 akan membahas ihwal AL INTIFA’ FIL AQDI (ARIYAH (PINJAM MEMINJAM) DAN WADI’AH (TITIPAN), Bab 4 akan membahas wacana HUTANG PIUTANG, GADAI DAN HIWALAH, Bab 5 akan membahas wacana SEWA MENYEWA (IJARAH) DAN UPAH, dan Bab 6 akan membicarakan perihal PENGURUSAN JENAZAH DAN Harta WARI. Saking banyaknya bagian yang harus dipelajari dalam 1 semester di kelas 9 Madrasah SMP (SMP/MTs) pasti akan lebih lengkap kalau siswa mampu merangkum pelajarancg tersebut untuk materi pembelajaran di rumah.
Oleh karena itu, dalam tulisan pelajarancg.blogspot.com kali ini, mari rangkum mata pelajarancg Fikih yang diberikan di Mts kelas 9 semester 2 mulai dari Pengertian dan Hukum Gadai, Pengertian dan Hukum Memberikan Upah, Pengertian dan Dalil Hutang Piutang, Pengertian dan Hukum Pinjam Meminjam yang diringkas secara lengkap:
Daftar Isi
RANGKUMAN BAB 2 UNTUK KELAS 9 MTS: ASH-SHIDQU FIL AQDI (JUAL BELI, KHIYAR, QIRAD DAN RIBA)
JUAL BELI
1. Pengertian dan Hukum Jual Beli
Secara etimologis (bahasa) jual beli (al-bai’) bermakna tukar menukar secara mutlak (mutlaq al-mubadalah) atau berarti tukar menukar sesuatu dengan sesuatu (muqabalah syai’ bi syai’). Sedangkan perdagangan berdasarkan perumpamaan yakni pertukaran harta dengan harta untuk kebutuhan pengelolaan yang disertai dengan lafal ijab dan kabul menurut tata aturan yang diputuskan dalam syariat Islam.
Adapun dasar Hukum Jual Beli merupakan janji yang dibolehkan berdasarkan al-Alquran, Sunnah dan ijmak ulama. Maka, hukum asal perdagangan yakni mubah atau boleh. Ini artinya setiap orang Islam mampu melaksanakan komitmen perdagangan ataupun tidak, tanpa ada imbas hukum apapun.
Adapun dasar disyariatkannya jual beli selaku berikut:
Firman Allah,
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
artinya : “Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah [2]: 275).
Dalam suatu Hadits disebutkan yang artinya: “Dari Rifa’ah bin Rafi’ Ra. bahwasannya Nabi Saw. ditanya wacana mata pencaharian yang paling baik, dia menjawab, seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual-beli yang mabrur.” (HR. Al-Bazzar dan ditashih oleh Hakim).
Maksud mabrur dalam hadits di atas ialah jual-beli yang terhindar dari usaha tipu-menipu yang mampu merugikan orang lain.
2. Rukun dan Syarat Jual Beli
Rukun Jual beli yakni ketentuan yang wajib ada dalam transaksi jual beli. Jika tidak tercukupi, maka perdagangan tidak sah. Mayoritas ulama menyatakan bahwa rukun jual beli ada empat adalah:
- Penjual dan pembeli (aqidain).
- Barang yang diperjual belikan (ma’qud alaih).
- Alat nilai tukar pengganti barang.
- Ucapan serah terima antara pedagang dan pembeli (akad nikah).
Syarat Jual Beli ialah ketentuan yang harus dipenuhi sebelum melakukan janji jual beli. Setiap rukun perdagangan harus memenuhi syarat selaku berikut:
a. Syarat pedagang dan pembeli (aqidain):
Jual beli dianggap sah apabila penjual dan pembeli menyanggupi syarat sebagai berikut:
- Kedua belah pihak mesti baligh, tujuannya baik penjual atau pembeli sudah remaja.
- Keduanya arif sehat. Penjual dan pembeli mesti berilmu sehat, maka orang yang aneh dan orang yang ndeso yang tidak mengenali hitungan tidak sah melakukan komitmen jual beli.
- Bukan pemboros (tidak suka memubazirkan barang).
- Bukan paksaan, yakni atas keinginansendiri.
b. Syarat barang perdagangan (ma’qud alaih)
Adapun syarat barang yang diperjualbelikan sebagai berikut:
- Barang mesti ada dikala terjadi transaksi, jelas dan mampu dilihat atau dikenali oleh kedua belah pihak. Penjual harus memberikan barang yang akan dijual kepada pembeli secara terang, baik ukuran dan timbangannya, jenis, sifat maupun harganya.
- Barang yang diperjualbelikan berbentukharta yang berfaedah. Semua barang yang tidak ada manfaatnya mirip membahayakan ataupun melanggar norma agama dalam kehidupan insan tidak sah untuk diperjualbelikan. Contohnya jual beli barang curian atau minuman keras.
- Barang itu suci. Jual beli bangkai, kotoran, barang yang menjijikkan dan sejenisnya tidak sah untuk diperjualbelikan dan hukumnya haram.
- Milik pedagang . Oleh risikonya barang-barang yang bukan milik sendiri seperti barang pertolongan, barang sewaan, barang titipan tidak sah untuk iperjualbelikan.
- Barang yang dijual dapat dikuasai oleh pembeli. Tidak sah perdagangan ayam yang belum ditangkap, merpati yang masih beterbangan, ikan yang masih dalam kolam dan sebagainya.
c. Alat untuk tukar menukar barang
Alat tukar menukar haruslah alat yang bernilai dan diakui secara lazim penggunaannya. Selain itu, berdasarkan ulama fikih bahwa nilai tukar yang berlaku dimasyarakat mesti menyanggupi syarat selaku berikut:
- Harga mesti disepakati kedua belah pihak dan disepakati jumlahnya.
- Nilai akad itu mampu diserahkan langsung pada waktu transaksi perdagangan.
- Apabila jual beli dilaksanakan secara barter (al-muqayyadah), bukan berupa uang tetapi berupa barang, maka dihentikan barang yang diharamkan.
- Ijab dan kabul. Ijab dilakukan oleh pihak pedagang barang dan kabul dijalankan oleh pembeli barang. Ijab kabul mampu dikerjakan dengan kata-kata penyerahan dan penerimaan atau mampu juga berupa goresan pena seperti faktur, kuitansi atau nota dan lain sebagainya. Hal utama yang ada dalam jual beli ialah kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan ini mampu dilihat pada saat komitmen berjalan dan pernikahan mesti diucapkan secara terperinci dalam transaksi.
d. Syarat serah terima (Ijab qabul). Ijab qabul mampu di lakukan dengan kata-kata penyerahan dan penerimaan atau mampu juga berupa goresan pena mirip faktur,kuitansi atau nota yang lain.
e. Syarat alat transaksi jual beli. Alat transaksi perdagangan haruslah alat yang bernilai dan di akui secara umum penggunaannya.
f. Rukun Jual Beli:
- Aqid (Pihak yang bertransaksi)
- Ma’qud alaih (barang yang di perjual belikan)
- Sighat ijab qabul (Ucapan serah terima dari pedagang dan pembeli)
- Ijab dari penjual, dan Qabul dari pembeli
g. Syarat Jual Beli. Syarat jual beli adalah ketentuan yang mesti dipenuhi sebelum melaksanakan janji jual beli. Setiap rukun jual beli harus memenuhi syarat sebagai berikut:
- Syarat penjual dan pembeli (aqidain)
- Syarat barang jual beli (ma’qud alaih)
- Alat untuk tukar menukar barang
- Ijab dan kabul
3. Macam-macam perdagangan
Jual beli ditinjau dari sisi hukumnya, dibagi menjadi tiga macam yaitu:
- Jual beli yang sah. Jual beli yang boleh dilaksanakan alasannya adalah menyanggupi rukun dan syarat jual beli sebagaimana yang dijelaskan dalam Fikih Islam.
- Jual beli terlarang. Jual beli yang terlarang artinya jual beli yang tidak menyanggupi rukun dan syarat jual beli.
- Jual beli yang sah, tetapi dilarang agama. Jual beli ini hukumnya sah, namun tidak boleh oleh agama alasannya adalah adanya sebuah karena atau akibat yang tidak baik dari kesepakatan tersebut. Contohnya: Jual beli pada dikala khutbah dan shalat Jum’at, Jual beli dengan cara menghadang di jalan sebelum hingga pasar, Jual beli dengan niat menimbun barang, Jual beli dengan cara mengurangi ukuran dan timbangan, Jual beli dengan cara mengecoh, dan Jual beli barang yang masih dalam usulan orang lain.
KHIYAR
1. Pengertian dan Hukum Khiyar
Kata khiyar berdasarkan bahasa artinya memilih antara dua opsi. Sedangkan menurut perumpamaan khiyar adalah hak menentukan bagi penjual atau pembeli untuk meneruskan kesepakatan (transaksi) perdagangan atau membatalkannya. Khiyar hukumnya mubah bagi penjual dan pembeli dengan cara menciptakan akad dalam akad jual beli.
Khiyar sangat berfaedah bagi pedagang dan pembeli, sehingga mampu mempertimbangkan sejauh mana kebaikan dan keburukannya biar tidak terjadi penyesalan di lalu hari. Biasanya penyesalan terjadi dalam balasan kurang waspada, terburu-buru, dan kurang teliti dalam melakukan transaksi perdagangan.
Adapun dasar Hukum dalam perdagangan berdasarkan Islam adalah mubah. Tetapi jikalau khiyar dipergunakan untuk tujuan mendustai atau berdusta maka hukumnya haram. Berkaitan dengan diperbolehkannya khiyar, Rasulullah Saw. bersabda yang artinya: ”Engkau berhak khiyar dalam tiap-tiap barang yang engkau beli selama tiga malam, kalau engkau suka maka ambillah dan bila tidak suka maka kembalikanlah kepada pemilinya.” (HR. Ibnu Majah).
2. Macam-macam dan Syarat Khiyar
Macam-macam Khiyar. Khiyar dibagi menjadi empat macam, yakni:
- Khiyar Majlis. Khiyar majlis yakni khiyar yang berjalan selama pedagang dan pembeli masih berada di kawasan jual beli. Salah satu contoh dari khiyar majlis dalam kehidupan sehari-hari adalah pernyataan pedagang bahwa “barang yang telah dibeli tidak dapat dikembalikan”. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya: ”Orang yang mengadakan jual beli, diperbolehkan melakukan khiyar selama keduanya belum terpisah (dari tempat aqad).” (HR. Al-Bukhari).
- Khiyar Syarat. Khiyar syarat adalah hak penjual atau pembeli atau keduanya untuk melanjutkan atau membatalkan transaksi perdagangan selama masih dalam kurun tengggang yang disepakati oleh kedua belah pihak. Salah satu acuan khiyar syarat dalam kehidupan sehari-hari yaitu pembeli berkata: “Saya membeli radio ini kalau anak saya suka, namun jikalau anak aku membenci maka jual beli ini dibatalkan.” Kemudian penjual menjawab: “Ya, saya baiklah dengan akad tersebut.”
- Khiyar Aibi. Maksud dari khiyar ini ialah pembeli memiliki hak pilih untuk membatalkan komitmen jual beli atau meneruskannya sebab terdapat cacat pada barang yang dibelinya.
- Khiyar Ru’yah. Yaitu hak bagi pembeli untuk meneruskan perdagangan atau membatalkannya, alasannya obyek yang dibeli belum dilihat saat komitmen berjalan. Khiyar ru’yah ini berlaku untuk pembeli, bukan untuk penjual. Pengertian ru’yah dalam konteks ini adalah mengetahui dan menyaksikan sesuatu menurut cara yang seharusnya, bukan cuma sekedar melihat saja namun juga meneliti, membuka dan membolak-balikkan. Kalau sekedar melihat saja, maka bukan dinamakan ru’yah.
Hikmah Khiyar
Jika kita mendalami syariat Islam, maka kita akan memperoleh pesan yang tersirat (diam-diam tersirat) dan manfaaat yang hebat dalam setiap ketentuan syariat. Islam memperbolehkan khiyar dalam perdagangan, maka khiyar mengandung pesan tersirat, diataranya:
- Menghindarkan terjadinya penyesalan semenjak dini antara kedua belah pihak, ialah pedagang dan pembeli atau salah satunya.
- Memperkecil kemungkinan adanya penipuan dalam perdagangan.
- Mendidik penjual dan pembeli semoga lebih bersikap hati-hati, cermat dan teliti dalam bertransaksi.
- Menguatkan sikap rela sama rela antara penjual dan pembeli.
- Menumbuhkan perilaku toleransi antara kedua belah pihak.
QIRAD
1. Hukum dan Pengertian Qirad
Dalam Kitab Fathul Qarib al-Mujib, Syaikh Muhammad ibnu Qasim al-Ghazy menyatakan: Qirad adalah penyerahan harta dari sahibul mal kepada pengurus dana sebagi modal perjuangan di mana manfaatnya dibagi diantara keduanya.
Dari Pengertian tersebut mampu ditarik kesimpulan bahwa qirad yakni pemberian modal dari seseorang terhadap orang lain untuk dijadikan modal usaha dengan cita-cita menemukan keuntungan yang akan dibagi sesuai dengan perjanjian.
Dasar Hukum Qirad. Qirad dalam Islam hukumnya mubah atau boleh, bahkan dianjurkan karena di dalam qirad terdapat komponen tolong menolong dalam kebaikan. Sebagaimana Sabda Rasulullah Saw, yang artinya: “Ada tiga pahala yang diberkahi adalah: jual beli yang ditangguhkan, memberi modal dan mencampur gandum dengan jeli untuk keluarga bukan untuk dijual”. (HR. Ibnu Majah).
2. Rukun dan Syarat Qirad
Dalam konteks qirad, rukun yaitu hal pokok yang wajib ada dalam akad/transaksi. Jika ada salah satu saja tidak tercukupi maka komitmen itu tidak sah. Adapun rukun dan syarat qirad ialah sebagai berikut:
- Pemilik modal (sahibul mal) dan pengurus modal (amil). Syarat keduanya ialah telah mumayyiz, pintar sehat, sukarela (tidak terpaksa) dan amanah.
- Ada modal perjuangan (mal). Modal usaha mampu berupa uang, barang, ataupun aset lainnya. Modal perjuangan mesti diketahui nilainya, kualitas dan kuantitasnya oleh kedua belah pihak.
- Jenis usaha. Usaha yang dijalankan jelas dan disepakati bareng .
- Keuntungan. Pembagian keuntungan disepakati bersama dikala mengadakan perjanjian.
- Ijab kabul. Ijab kabul (serah terima) di antara keduanya dan mesti jelas dan dituangkan dalam surat perjanjan.
3. Larangan Bagi Orang yang Menjalankan Qirad
Ada beberapa larangan yang harus dihindari bagi orang yang melaksanakan qirad, antara lain:
- Melanggar perjanjian atau janji.
- Menggunakan modal untuk kepentingan diri sendiri.
- Menghambur-hamburkan modal perjuangan.
- Menggunakan modal untuk jual beli yang diharamkan oleh syara’.
4. Bentuk-bentuk Qirad
Dalam praktik kehidupan sehari-hari, bentuk qirad banyak sekali macamnya. Qirad dapat dijalankan antara orang perorang, sekelompok orang, ataupun forum/tubuh perjuangan dengan nasabahnya. Bentuk qirad mampu dikelompokkan menjadi dua macam, adalah qirad sederhana dan qirad bentuk modern.
5. Ketentuan dalam Qirad
Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam problem qirad selaku berikut:
- Agar pelaksanaan qirad mampu berjalan sukses, maka diperlukan kemauan dan kemampuan kedua belah pihak.
- Pemilik modal harus memiliki doktrin dan kecermatan menyaksikan pengurus dan bidang usaha yang beliau modali.
- Pemilik dan pengurus modal harus jujur, mampu dipercaya (amanah) dan bertaggung jawab serta profesional.
- Perjanjian antara pemilik dan pengurus modal dibentuk dengan jelas, untuk menyingkir dari perselisihan semenjak dini yang mungkin mampu terjadi. Jika perlu mendatangkan saksi yang disetujui oleh kedua belah pihak.
- Jika terjadi kehilangan atau kerusakan di luar kesengajaan pengurus modal, hendaknya ditanggung oleh pemilik modal. Akan namun, bila kerusakan disebabkan kelalaian yang disengaja oleh pengurus modal, maka kerugian ditanggung oleh pengelola modal.
- Jika terjadi kerugian, hendaknya ditutup dengan laba yang telah ditemukan sebelumnya. Jika tidak ada, maka kerugian tersebut ditanggung oleh pemilik modal.
6. Manfaat Qirad
Qirad selaku salah satu bentuk muamalah memiliki faedah selaku berikut:
- Membantu sesama dalam memadai kebutuhan hidupnya.
- Menggalang dan memperkuat ekonomi umat.
- Mewujudkan persaudaraan dan persatuan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
- Mengurangi jumlah pengangguran.
- Memberikan pertolongan kepada sesame manusia yang kelemahan.
- Mewujudkan penduduk yang tertib sesuai dengan tuntunan syariat Islam.
RIBA
1. Pengertian dan Hukum Riba
Riba secara bahasa (etimologi) artinya aksesori atau kelebihan (ziyadah). Sedangkan pemahaman riba menurut ungkapan (terminologi) yaitu kelebihan atau aksesori pembayaran dalam utang piutang atau perdagangan yang disyaratkan sebelumnya bagi salah satu dari dua orang/pihak lain yang menciptakan perjanjian.
Riba dalam syariat Islam secara tegas dinyatakan haram. Bahkan semua agama samawi melarang praktik riba alasannya dapat menyebabkan pengaruh negatif bagi pemberi dan akseptor hutang. Di samping potensial menetralisir sikap tolong membantu, riba juga mampu menjadikan permusuhan antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi. Hukum haram dari riba menurut al-Qur’an, hadis dan ijmak ulama sebagai berikut:
Hukum Berdasarkan al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah [2]: 275 yang artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Hukum Berdasarkan Hadis Rasulullah Saw yang Artinya: “Dari Jabir Ra. ia berkata: “Rasulullah Saw. sudah melaknat orang-orang yang memakan riba, orang yang menjadi wakilnya (orang yang memberi makan hasil riba), orang yang menuliskan, orang yang menyaksikannya, (dan selanjutnya), Nabi bersabda, mereka itu semua sama saja.” (HR. Muttafaq Alaih).
Hukum Berdasarkan Ijmak ulama. Para ulama setuju bahwa seluruh umat Islam mengutuk dan mengharamkan riba. Riba yakni salah satu usaha mencari rezeki dengan cara yang tidak benar dan dibenci oleh Allah Swt.
2. Jenis-Jenis dan Cara Menghindari Riba
Dalam fikih muamalah, jenis riba dibagi menjadi empat ialah:
- Riba Fadli. Riba fadli ialah tukar menukar dua buah barang yang serupa jenisnya, tetapi tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh orang yang menukarnya.
- Riba Qardi. Riba qardi ialah meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau suplemen dari orang yang dihutangi.
- Riba Yad. Riba yad ialah riba yang terjadi pada perdagangan atau pertukaran yang disertai penundaan serah terima kedua barang yang ditukarkan atau penundaan terhadap penerimaan salah satu barang.
- Riba Nasi’ah. Riba nasi’ah yakni tukar menukar dua barang yang sejenis maupun tidak sejenis atau perdagangan yang pembayarannya disyaratkan lebih oleh pedagang dengan dilambatkan. Riba ini terjadi akhir jual beli tempo.
Dalam kehidupan sosial, beberapa cara untuk menghindari riba dalam kehidupan bermasyarakat, yakni:
- Membiasakan hidup sederhana.
- Menghindari kebiasaan berhutang, kalau terpaksa hutang jangan berhutang kepada rentenir.
- Bekerjalah dengan betul-betul untuk mencukupi keperluan hidup walaupun dengan bekerja keras.
- Bila ingin buka usaha dan memerlukan modal, maka bisa melakukan pekerjaan sama dengan bank yang diatur berdasarkan syariat Islam ialah bank yang menentukan laba dengan cara bagi hasil.
3. Hikmah diharamkannya Riba
Diantara pesan yang tersirat diharamkannya riba selain pesan yang tersirat-pesan yang tersirat biasa di seluruh perintah-perintah syariat ialah menguji keimanan seorang hamba dengan taat melaksanakan perintah atau meninggalkannya adalah sebagai berikut:
- Menjauhi dari perilaku serakah atau tamak kepada harta yang bukan miliknya.
- Menimbulkan permusuhan antar pribadi dan mengikis semangat kolaborasi atau saling tolong membantu antara sesama insan. Padahal, semua agama, terutama Islam menyeru terhadap insan untuk saling tolong menolong, menyingkir dari sikap egois dan mengeksploitasi orang lain.
- Menumbuhkan mental pemboros, tidak mau bekerja keras dan menimbun harta di tangan satu pihak. Islam menghargai perjuangan dan menghormati orang yang suka bersusah payah sebagai jalan mencari nafkah.
- Menghindari dari perbuatan aniaya dengan memeras kaum yang lemah, sebab riba merupakan salah satu bentuk penjajahan atau perbudakan dimana satu pihak engeksploitasi pihak yang lain.
- Mengarahkan kaum muslimin mengembangkan hartanya dalam mata penelusuran yang bebas dari bagian penipuan.
- Menjauhkan orang muslim dari sesuatu yang mengakibatkan kebinasaannya, alasannya adalah orang yang menyantap riba yakni zalim, dan kelak akan binasa.
RANGKUMAN BAB 3 UNTUK KELAS 9 MTS: AL INTIFA’ FIL AQDI ( ARIYAH (PINJAM MEMINJAM) DAN WADI’AH (TITIPAN)
PINJAM MEMINJAM
1. Pengertian dan Hukum Pinjam Meminjam
Pinjam meminjam (الْعَارِيَة ) ialah salah satu bentuk tolong membantu dari seseorang terhadap orang lain. Pengertian meminjam ialah aqad untuk memperlihatkan faedah dari suatu benda halal milik seseorang kepada orang lain tanpa ada tukaran tertentu dan tidak meminimalkan atau menghancurkan zat benda itu.
Pinjam meminjam hukumnya mubah bagi peminjam dan sunah bagi pemberi sumbangan sebab ada unsur tolong menolong.
Firman Allah, artinya : … dan tolong-menolonglah kau dalam (melaksanakan) kebajikan dan takwa, dan jangan gotong royong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. al-Maidah : 2)
Hukum pinjam meminjam di atas dalam keadaan tertentu dapat berganti. Apabila pinjam-meminjam itu untuk hal yang sangat penting, maka aturan peminjam yakni sunah dan memberi derma ialah wajib. Misalnya kelaparan. pakaian untuk menutup aurat, dan sebagainya. Juga mampu menjadi haram hukumnya jikalau meminjamkan sesuatu untuk kejahatan dan kemaksiatan.
2. Rukun dan Syarat Pinjam Meminjam
Orang yang meminjamkan disyaratkan:
- Berhak berbuat kebaikan tanpa ada yang menghalangi. Orang yang dipaksa atau anak kecil tidak sah meminjamkan
- Benar-benar pemilik barang yang dipinjamkan.
Peminjam, disyaratkan:
- Mampu berbuat kebaikan
- Menjaga barang yang dipinjam semoga tidak rusak.
Barang yang dipinjamkan, disyaratkan:
- Ada manfaatnya
- Barang itu awet/bersifat tetap, tidak habis setelah diambil manfaatnya. Oleh karena itu makanan yang sehabis dimanfaatkan menjadi habis atau berkurang zatnya tidak sah dipinjamkan.
Barang yang dipinjamkan, disyaratkan:
- Ada manfaatnya
- Barang itu baka/bersifat tetap, tidak habis sehabis diambil manfaatnya. Oleh alasannya adalah itu masakan yang sesudah dimanfaatkan menjadi habis atau menyusut zatnya tidak sah dipinjamkan.
Catatan pelajarancg.blogspot.com: Aqad ialah ijab qabul
Kewajiban dan Rukun Peminjam:
- Mengembalikan barang itu terhadap pemiliknya jikalau sudah akhir.
- Mengganti apabila barang itu hilang atau rusak.
- Merawat barang sumbangan dengan baik selama dipinjam.
Berakhirnya Masa Pinjaman:
- Pinjam meminjam selsai apabila barang yang dipinjam sudah diambil keuntungannya dan mesti segera dikembalikan kepada pemiliknya.
- Pinjam meminjam juga selsai bila satu dari dua belah pihak meninggal dunia atau aneh.
- Barang yang dipinjam dapat meminta kembali di saat-waktu, alasannya adalah pinjam meminjam bukan ialah perjanjian yang tetap.
- Jika terjadi pertikaian usulan antara yang meminjamkan dan yang meminjam barang tentang barang itu telah dikembalikan atau belum, maka yang dibenarkan ialah yang meminjamkan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini didasarkan pada aturan asalnya yakni belum dikembalikan.
Beberapa hal yang mesti diperhatikan dalam pinjam meminjam. Untuk melestarikan korelasi baik antara peminjam dan pemilik barang yang dipinjamkan, perlu mengamati beberapa hal berikut:
- Pinjam meminjam mesti dimanfaatkan untuk hal-hal yang bagus dan halal. Pinjam meminjam barang untuk tindakan maksiat hukumnya haram.
- Peminjam hendaknya waspada dalam memakai barang pertolongan semoga tidak menimbulkan kerusakan pada barang yang dipinjam
- Peminjam wajib mengembalikan barang pemberian sesuai perjanjian yang sudah disepakati dengan pemilik barang
- Apabila peminjam belum mampu mengembalikan barang dukungan sesuai janjinya (bukan sebab disengaja), peminjam semestinya mengumumkan dan meminta maaf atas keterlambatan pengembalian barang yang dipinjam.
- Sesuai dengan prinsip bersama-sama pemilik barang seharusnya memberi kelonggaran terhadap peminjam hingga dapat mengembalikan pinjamannya.
RANGKUMAN BAB 4 UNTUK KELAS 9 MTS: HUTANG PIUTANG, GADAI DAN HIWALAH
HUTANG PIUTANG
1. Pengertian dan Dalil Hutang Piutang
Hutang piutang (الدَّيْنُ ) ialah aqad yang dikerjakan untuk menawarkan sesuatu benda atau duit, dengan kesepakatanakan dibayar kembali dalam jumlah dan nilai yang serupa. Hutang piutang ialah salah satu bentuk transaksi yang membutuhkan waktu beberapa usang. Agar tidak terjadi lupa atau keliru, maka hendaknya dibuatkan catatan tertulis bahkan jikalau perlu diadakan saksi.
Firman allah SWT, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bila kau bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang diputuskan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kau menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya … “ (AI Baqarah : 282)
2. Hukum Hutang Piutang
Hukum orang yang berhutang ialah mubah (boleh) sedangkan orang yang menawarkan hutang hukumnya sunah alasannya adalah dia termasuk orang yang menolong sesamanya.
Hukum orang yang berhutang menjadi sunah dan hukum orang yang menghutangi menjadi wajib, bila peminjam itu sungguh-sungguh dalam kondisi terdesak, contohnya hutang beras bagi orang yang kelaparan, hutang duit untuk biaya pengobatan dan lain sebagainya, maka Rasulullah SAW bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُضْرِضُ مُسْلِمًا قَرْضًا مَرَّتَيْنِ إِلاَّ كَانَ كَصَدَقَتِهَا مَرَّةً (رواه ابن ماجه
Artinya : “Tidak ada seorang muslim yang memberi perlindungan terhadap seorang muslim dua kali kecuali seolah-olah dia telah beramal kepadanya dua kali”. (HR. Ibnu Majah)
3. Manfaat Hutang Piutang
Hutang pihutang sangat besar keuntungannya, alasannya dengan hutang pihutang, seseorang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh sebab itu bagi orang yang bisa sebaiknya memperlihatkan hutang terhadap orang yang membutuhkan sehingga tercipta sikap bahu-membahu sesama manusia.
4. Kewajiban Orang Yang Berhutang
Orang yang berhutang wajib mengembalikan hutangnya sesuai dengan waktu yang sudah dijanjikan. apabila hingga tenggat waktu tersebut belum mampu mengembalikan, dia harus menyampaikan hal tersebut terhadap pemberi hutang.
Catatan pelajarancg.blogspot.com: Islam mengajarkan terhadap kita, jika kita melaksanakan hutang piutang hendaklah dicatat selaku tanda bukti
GADAI
1. Pengertian dan Hukum Gadai
Gadai berdasarkan ungkapan syara’ adalah penyerahan suatu benda yang berguna dari seseorang kepada orang lain untuk mendapatkan hutang. Hukum asal gadai yaitu mubah/boleh. Allah SWT berfirman : وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
Artinya : “Jika kau dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak menemukan seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan (borg) yang dipegang (oleh yang berpiutang), akan tetapi bila sebagian kamu mempercayai sebagian lainnya, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah beliau bertakwa terhadap Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya beliau ialah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengenali apa yang kamu kerjakan. (Al-Baqarah : 283)
2. Pemanfaatan Barang Gadai
Barang gadai tidak boleh diambil keuntungannya oleh baik oleh yang menggadaikan maupun oleh penerima gadai, kecuali bila ada janji antara kedua belah pihak. Pihak yang menggadaikan tidak lagi memiliki barang tersebut secara sempurna, sementara itu pihak akseptor gadai hanya berhak menahan barang gadai, tidak memilikinya.
3. Hikmah Gadai
Gadai disyari’atkan untuk memelihara harta agar tidak hilang hak pemberi perlindungan. Apabila sudah jatuh tempo, yang memberi jaminan wajib membayar. Jika dia tidak bisa mengeluarkan uang, maka jikalau penggadai membolehkan terhadap yang menerima jaminan dalam menjualnya, dia menjualnya dan membayar hutang. Dan kalau tidak, penguasanya memaksanya membayarnya atau menjual barang yang digadaikan. Jika dia tidak melaksanakan, niscaya penguasa/pemerintah menjualnya dan membayarkan hutangnya. Gadai yakni amanah di tangan akseptor gadai (kreditor) atau orang yang diberi amanah, ia tidak bertanggung jawab kecuali dia melaksanakan tindakan melalui batas atau melakukan kelalaian.
4. Pengertian dan Hukum Borg
Borg atau jaminan dalam fiqih ialah penyerahan sebuah barang sebagai penguat hutang-pihutang. jaminan benda selaku borg ini akan diambil oleh orang berhutang jikalau hutangnya sudah dibayar. Jika waktu pembayaran yang ditentukan sudah datang dan hutangnya belum dibayar, maka borg itu dapat dijadikan sebagai pengganti hutang dan jika ada kelebihannya akan dikembalikan terhadap orang yang berhutang. Hukum borg adalah mirip hutang-piutang yaitu sunnat bagi yang memperlihatkan hutang (menerima borg) dan mubah bagi yang berhutang (menyerahkan borg/jaminan).
5. Pemanfaatan Borg
Perbedaan antara borg dan gadai adalah dalam hal pemanfaatan barang. Pemanfaatan borg tetap berada pada pemilik barang. Sebagai contoh : Seseorang meminjam uang dengan jaminan (borg) tanah sawahnya, maka penggarapan dan hasil panen menjadi milik hak si Penerima barang.
Catatan pelajarancg.blogspot.com: Apabila kita melakukan komitmen gadai, pemanfaatan barang yang digadaikan mesti dibicara sejak awal perjanjian agar di kemudian hari tidak terjadi perselisihan.
RANGKUMAN BAB 5 UNTUK KELAS 9 MTS: SEWA MENYEWA (IJARAH) DAN UPAH
UPAH
1. Pengertian dan Hukum Memberikan Upah
Upah dalam bahasa arab disebut dengan ( اَلاَْجْرُ ) yang berarti balasan. Upah menurut perumpamaan ialah derma sesuatu barang atau duit kepada seseorang yang telah bekerja, selaku balas jasa atas tenaga atau perjuangan yang dilakukannya.
Firman Allah :
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ۗ ذَٰلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۗ ذَٰلِكُمْ أَزْكَىٰ لَكُمْ وَأَطْهَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Artinya: Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, kemudian habis era iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) membatasi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, bila sudah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma´ruf. Itulah yang dinasehatkan terhadap orang-orang yang beriman di antara kamu terhadap Allah dan hari lalu. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengenali, sedang kamu tidak mengenali. (QS. al-Baqarah : 232)
Rasulullah SAW bersabda :
أُعْطُوْا الاْجِيْرَ أَجْرَهُ قَبْلَ اَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ (رواه ابن ماجه
Artinya : “Berikanlah upah kepada karyawan/pekerja sebelum keringatnya kering”. (HR. Ibnu Majah)
Pelajari: KUMPULAN KATA-KATA UCAPAN SELAMAT HARI PEKERJA/BURUH
Upah ialah hak pekerja yang mesti dibayarkan sesuai dengan jenis pekerjeannya. Menunda-nunda pembayaran upah tidak dibenarkan dalam ajaran Islam karena tergolong perbuatan aniaya.
Memberikan upah terhadap pekerja dalam Islam hukumnya mubah (boleh). Setelah seseorang melaksanakan sesuatu pekerjaan untuk kepentingan orang lain maka orang yang mendapatkan jasa setelah aqad hukumnya wajib menawarkan upah kepada orang yang telah memperlihatkan jasa.
2. Manfaat Upah
- Bagi Penerima Upah:
- Sebagai penghasilan halal karena diberikan secara lapang dada oleh pemilik pekerjaan.
- Dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
- Bagi Pemberi Upah:
- Melatih perilaku/mental untuk menghargai pihak lain.
- Disenangi oleh orang lain.
- Menjalin korelasi batin antara pemilik pekerjaan dan pekerja.
3. Kewajiban dan Hak Buruh/Pegawai
Seseorang pegawai/buruh pada hakekatnya adalah pemegang amanah majikan/pemilik perusahaan. Oleh alasannya adalah itu beliau berkewajiban untuk menjalankan peran-tugas yang dibebankan kepadanya dengan sebaik mungkin. Allah SWT berfirman :
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kau menyampaikan amanat kepada yang berhak mendapatkannya, dan (memerintahkan kau) kalau memutuskan aturan di antara insan agar kamu memutuskan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik mungkin kepadamu. Sesungguhnya Allah ialah Maha mendengar lagi Maha Melihat (Q.S. An-Nisa’ : 58)
Catatan pelajarancg.blogspot.com: Tidak menunjukkan upah pada orang yang sudah bekerja yaitu perbuatan dhalim dan tergolong makan harta orang lain dengan cara bathil. Orang yang memakan harta orang lain dengan bathil diibaratkan Allah sama dengan makan api.
Pelajari:
KESIMPULAN RANGKUMAN PELAJARAN FIKIH LENGKAP TIAP BAB UNTUK KELAS 9 MTS PELAJARANCG.BLOGSPOT.COM
Ringkasan materi Kurikulum Mata Pelajaran Fikih atau Fiqih yang sudah di rangkum dalam tulisan pelajarancg.blogspot.com, agar mampu dijadikan sebagai sumber referensi dan pembelajaran Untuk para pelajar MTs dalam menghadapi Ujian Nasional (UN) maupun Ujian harian semester lengkap khususnya Bagi siswa Madrasah Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs) semester 1 dan 2 diatas mudah-mudahan dapat berguna!!