Kegiatan Belajar 1
Radio Siaran sebagai Media Massa
Radio pertama kali ditemukan oleh Dane (Amerika Serikat) melalui eksperimennya pada tahun 1802. Penemuan itu dikemukakan oleh James Maxwell dan berikutnya radio digunakan selaku media komunikasi dalam bentuk siaran (broadcast) oleh David Sarnoff pada tahun 1915. Pada tahun 1916 Dr. Lee De Forest melalui stasiun radio eksperimen miliknya memberitakan kampanye penyeleksian Presiden AS antara Wilson dan Hughes sehingga beliau dianggap selaku aktivis radio dan hasilnya menerima julukan The Father of Radio.
Selain di negara asalnya Amerika Serikat, radio siaran tumbuh dan berkembang di negara-negara lainnya, tergolong di Indonesia. Radio siaran pertama di Indonesia bangun pada kurun penjajahan Belanda, yaitu Bataviase Radio Vereniging pada tahun 1925. Radio siaran yang pertama diselenggarakan oleh bangsa Indonesia yakni Solosche Radio Vereniging di kota Solo pada Tahun 1933 oleh Mangkunegoro VII dan Ir. Sarsito Mangunkusumo.
Pada periode menjelang kemerdekaan Indonesia, radio siaran memiliki fungsi memengaruhi dengan memotivasi rakyat untuk bersatu melawan penjajah. Puncaknya, tugas radio siaran di Indonesia yakni mengumandangkan naskah kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Pada periode Orde Baru, radio siaran secara lengkap melakukan keempat fungsinya, adalah memberi gosip, menghibur, mendidik dan memengaruhi. Radio siaran mendapat julukan The Fifth Estate alasannya adalah mempunyai banyak sekali kekuatan, yaitu daya pribadi, daya tembus, dan daya tarik. Daya pribadi sebab proses dan penyampaian pesan lewat radio tidak kompleks dan relatif lebih cepat dibandingkan dengan media massa lainnya. Daya tembus sebab radio siaran menembus segala rintangan dan dapat menjangkau pendengarnya yang ada di seberang lautan, dihalangi gunung yang tinggi atau pun melewati samudra yang luas. Daya tarik radio siaran adalah kata-kata, musik dan imbas bunyi.
Karakteristik radio siaran ialah konsekuensi dari sifat radio siaran yang pesannya ditujukan untuk konsumsi indera pendengaran, artinya untuk didengarkan (ingat karakteristik komunikasi massa perihal stimulasi alat indra, Modul 1 Kegiatan Belajar 2). Dengan demikian, karakteristik media radio itu mencakup gaya radio, auditori-pesan diterima secara selintas, pendengar radio bersifat imajinatif, akrab alasannya adalah seolah-oleh penyiar datang berkunjung ke kawasan di mana pun pendengar berada, dan penuturannya memakai gaya percakapan.
Kegiatan Belajar 2
Televisi selaku Media Massa
Televisi siaran didapatkan melalui banyak sekali eksperimen, dan ialah pengembangan dari eksperimen sebelumnya, termasuk radio siaran.
Televisi berperan sebagai alat transmisi mulai tahun 1925 di Amerika Serikat, dan berfungsi sebagai media komunikasi massa sebab secara reguler memberikan pesan pada tahun 1928.
Di Indonesia televisi siaran dengan stasiun call TVRI mulai mengudara tanggal 24 Agustus 1962, pada ketika pembukaan Pesta Olahraga se Asia (Asean Games) IV Senayan Jakarta. Tanggal 24 Agustus, berikutnya dianggap selaku hari kelahiran TVRI yang kedudukannya berada di bawah Departemen Penerangan. Kini stasiun televisi di Indonesia diramaikan dengan beberapa stasiun swasta, ialah RCTI, SCTV, MetroTV, tvOne, TV7, TransTV, TPI dan ANteve. Meskipun demikian, televisi siaran tidak akan “memindah” kedudukan radio siaran alasannya adalah radio siaran mempunyai karakteristik yang khas, bahkan di antara keduanya saling mengisi dan saling menunjang.
Fungsi televisi siaran sama mirip media massa yang lain, cuma khalayak kebanyakan menilai televisi lebih berfungsi selaku hiburan. Karakteristik televisi yang utama adalah audiovisual, yaitu dapat dilihat dan sekaligus dapat didengar, konsekuensinya antara gambar dan suara tidak ada yang lebih mayoritas, kedua bagian itu mesti harmonis dan sama pentingnya. Komunikasi lewat televisi menggunakan perlengkapan yang lebih banyak serta lebih mutakhir sehingga untuk mengoperasikannya lebih rumit dan melibatkan jumlah orang yang lebih banyak.
Oleh alasannya karakteristik itu maka proses penyampaian pesan lewat televisi perlu memperhatikan berbagai aspek, yakni penonton, faktor waktu, durasi dan metode penyuguhan. Keempat aspek tersebut satu dengan yang yang lain saling berafiliasi. Penonton televisi selaku komunikan yang heterogen terbagi menjadi beberapa kelompok di mana tiap kelompoknya memiliki minat dan kebiasaan yang berbeda, tergolong kebiasaannya dalam menonton televisi. Oleh alhasil, program-program televisi akan diadaptasi dengan kebiasaan menonton televisi khalayaknya, sedangkan faktor durasi menimbang-nimbang kesesuaian naskah dan tujuan yang hendak diraih. Faktor sistem penghidangan lebih menimbang-nimbang sasaran khalayak serta fungsi utama televisi siaran sebagai media hiburan dan informasi.
Kegiatan Belajar 3
Film selaku Media Massa
The Great Train Robbery dianggap ialah film kisah pertama yang dibuat di Amerika Serikat pada tahun 1903 dan dibentuk oleh Edwin S. Porter.
Sejarah perfilman Amerika mencatat antara tahun 1906 hingga dengan tahun 1916 selaku masa penting atau disebut pula zamannya Griffith. Selain karena pada masa itu karya-karya David Wark Griffith dibentuk, satu diantaranya film berjudul Intolerance memberikan teknik editing yang baik serta jalan cerita yang baik pula, juga pada abad ini ditemukannya sentra perfilman Hollywood. Bahkan film-film komedi yang dibintangi Charlie Chaplin dengan sutradara Mack Sennett dibuat pada periode tersebut.
Sejarah perfilman Indonesia, mencatat film Lely Van Java yang dibuat oleh David di Bandung pada tahun 1926. Selama tahun 1927/1928 dibentuk film-film berjudul Eulis Atjih dan tahun 1928/1930 dibuat film-film Lutung Kasarung, Si Conet dan Pareh, yang seluruhnya merupakan film bisu, sedangkan film bicara yang pertama di Indonesia adalah Terang Bulan yang dibintangi oleh Roekiah dan R. Muchtar.
Sebagaimana radio siaran yang perjalanannya melalui 3 zaman, film juga demikian. Pada mulanya film diatur oleh orang-orang Belanda dan Cina. Ketika Jepang tiba, film diambil alih oleh pemerintah Jepang dan film digunakan sebagai alat propaganda Jepang. Setelah kemerdekaan, film dikelola oleh Pemerintah Republik Indonesia, dan mulailah dibentuk Berita Film Indonesia. Pada waktu pemerintahan Indonesia hijrah dari Yogyakarta ke Jakarta, B.F.I. juga pindah ke Jakarta dan bergabung dengan Perusahaan Film Negara, balasannya terbentuklah Pusat Film Nasional (P.F.N).
Film di Indonesia tidak semata-mata berfungsi selaku media hiburan sebab pemerintah telah mencanangkan film selaku alat pendidikan dan pembinaan bagi generasi muda.
Kelebihan film dibandingkan media lainnya, terutama televisi (sejenis) yaitu layarnya yang luas, teknik pengambilan gambar, penonton mampu berfokus sarat , serta kenali psikologis. Layar luas memberi fleksibilitas penonton menyaksikan adegan demi adegan secara terperinci. Di samping itu, citra suasana mampu secara utuh ditampilkan alasannya juru kamera mampu mengambil gambar secara keseluruhan melalui panoramic shot atau extreme long shot. Ruangan kedap suara tanpa penerangan dan terbebas dari gangguan dari luar, sudah membantu penonton mencurahkan perhatiannya secara sarat pada film yang ditontonnya. Keadaan demikian, mampu memengaruhi penonton selama film berjalan, yaitu apabila penonton turut merasakan apa yang diperbuat oleh pemain film sehingga seolah-olah dirinya yang sedang main film. Hal itu menurut para ahli ilmu jiwa disebut sebagai kenali psikologis. Pengaruh film yang lainnya ialah artifisial, ialah bila penonton menjiplak gaya atau tingkah laku dari pemain dalam film tersebut, contohnya cara berpakaian atau model rambutnya.
Film-film yang umum kita tonton di bioskop tergolong kategori film cerita (story film), jenis film yang lain yakni film isu, film dokumenter dan film kartun.
Kegiatan Belajar 4
Internet sebagai Media Massa
Secara harfiah, Internet (kependekan dari pada perkataan inter-network) adalah rangkaian komputer yang berhubung menerusi beberapa rangkaian. Jadi, jika media-media lain, seperti surat kabar, majalah, radio, dan televisi, bentuk fisik medianya terlihat terang, Internet disebut juga selaku dunia maya alasannya adalah bentuk fisiknya tidak terlihat langsung melainkan diakses melalui komputer.
Jumlah pengguna Internet yang besar dan makin berkembang, telah mewujudkan budaya Internet. Internet juga memiliki dampak yang besar atas ilmu, dan pandangan dunia. Dengan cuma berpandukan mesin penelusuran, seperti Google, pengguna di seluruh dunia memiliki kanal yang mudah atas beragam isu. Dibanding dengan buku dan perpustakaan, Internet melambangkan penyebaran (decentralization) berita dan data secara ekstrem.
Perkembangan Internet juga sudah memengaruhi perkembangan ekonomi. Berbagai transaksi perdagangan yang sebelumnya hanya bisa dilakukan dengan cara tatap wajah (dan sebagian sungguh kecil melalui pos atau telepon), kini sungguh mudah dan sering dilakukan melalui Internet. Transaksi lewat Internet ini diketahui dengan nama e-commerce.
Terkait dengan pemerintahan, Internet juga memicu tumbuhnya transparansi pelaksanaan pemerintahan melalui e-government.
Internet disebut juga media massa kontemporer karena menyanggupi syarat-syarat sebagai suatu media massa, antara lain ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim serta melalui media cetak atau elektronika sehingga pesan isu yang serupa dapat diterima secara serempak dan sesaat oleh khalayaknya.
Internet mempunyai kelebihan dibandingkan media yang lain alasannya selain berfungsi sebagai media massa, Internet juga mampu berfungsi sebagai media komunikasi antarpersona lewat chatting dan e-mail.
Untuk sekadar mendapatkan gosip, pengguna Internet cukup melakukan chatting, gabung di mailing list, menelusur ensiklopedia gratis di Wikipedia, menyelisik peta gratis dari Google Map, mendengar musik dan komedi/film di Myspace, curhat dan cari teman baru di Friendster, baca info di Ohmy News, main games interaktif di Yahoo! Juga mampu mengutak-atik blog yang ditawarkan gratis oleh Blogspot.com, Blogsome.com atau Blogdrive.com, bahkan mendengar radio atau menonton televisi digital.
Bagi Shayne Bowman dan Chris Willis, internet telah menjadi saluran perubahan, percepatan, ekspansi, sekaligus perputaran gagasan. Dan Gilmor, penulis buku We the Media dalam jurnal yang serupa menyampaikan, perpaduan antara jurnalisme dan teknologi memungkinkan percakapan sebagai informasi, yaitu percakapan dari, untuk, dan oleh khalayak.
Efek Komunikasi Massa
Kegiatan Belajar 1
Efek Kehadiran Media Massa kepada Khalayak
Komunikasi ialah sebuah kekuatan sosial yang dapat menggerakkan proses sosial ke arah suatu tujuan yang sudah ditetapkan apalagi dahulu. Akan tetapi, untuk mengenali secara terang ihwal kekuatan sosial yang dimiliki oleh media massa dan hasil yang dicapainya dalam menggerakkan proses sosial tersebut tidaklah gampang. Oleh karena itu, dibutuhkan pengkajian terhadap hasil atau efek yang dicapai oleh pernyataan insan yang telah dilakukan melalui aneka macam media massa. Pengkajian hasil proses sosial tersebut dapat lewat sistem yang bersifat analisis psikologi sosial. Sebagai akibat dari suatu proses komunikasi, efek atau akibat mampu menerpa seseorang baik secara disengaja maupun tanpa disengaja. Donald K. Robert berasumsi bahwa efek hanyalah perubahan perilaku manusia sesudah diterpa media massa. Oleh karena itu, Steven H. Chaffee menyebutkan adanya lima jenis imbas atas kehadiran media massa selaku benda fisik, yaitu (1) imbas irit; (2) efek sosial; (3) imbas pada penjadwalan acara; (4) imbas penyaluran/penghilangan perasaan tertentu, dan (5) imbas dan perasaan orang kepada media.
Kegiatan Belajar 2
Efek Pesan Media Massa kepada Khalayak
Studi wacana komunikasi massa pada umumnya membicarakan tentang efek. Penelitian-observasi yang dikerjakan oleh para praktisi dan teoretisi telah menciptakan inovasi wacana media yang paling efektif untuk memengaruhi khalayak. Oleh sebab itu, efek pesan media massa kepada khalayak dapat dibagi menjadi 3 kategori, ialah imbas kognitif, efek afektif dan efek behavioral.
Efek kognitif adalah perubahan yang terjadi pada khalayak dari tidak tahu menjadi tahu. Efek afektif, yakni sebuah perubahan yang terjadi yang mencakup perasaan senang, iba, murung, bangga dan seterusnya, sedangkan efek behavioral yakni pergantian sikap pada khalayak yang berupa tindakan atau gerakan yang tampak dalam kehidupan sehari-hari.
Modul 9: Media Massa dan Sistem Pemerintahan serta Teori-teori Komunikasi Massa
Kegiatan Belajar 1
Media Massa dan Sistem Pemerintahan
Suatu tata cara media massa akan mencerminkan falsafah dan tata cara politik negara di mana media massa tersebut berada (berfungsi). Hal demikian alasannya adalah falsafah dan metode politik amat besar lengan berkuasa pada sistem yang lain, tergolong sistem komunikasi dan media massa.
Fred S. Siebert, Theodore Peterson, dan Wilbur Schramm mempelajari dimensi sejarah perkembangan dan pertumbuhan pers dunia, dan pada kesannya mereka dapat mengelompokkan empat macam teori pers, yang mencerminkan keadaan penduduk dan dasar fatwa yang hidup dalam masyarakat dikala itu. Keempat teori pers itu yaitu Authoritarian theory, Libertarian theory, Social Responsibility theory dan Soviet Totalitarian theory.
Media massa menurut authoritarian theory ialah sarana yang efektif bagi kebijakan pemerintah, meski tidak mesti dimiliki oleh pemerintah. Menurut libertarian theory, media massa ialah alat untuk mengontrol pemerintah dan untuk menyanggupi kebutuhan masyarakat. Dalam social responsibility theory, media massa mesti menyanggupi kewajiban sosialnya kalau ingkar, penduduk akan membuat media tersebut mematuhinya, sedangkan pada soviet totalitarian, media betul-betul menjadi alat negara sehingga pemerintah melakukan kendali yang ketat terhadap media massa.
Sistem pers Indonesia tidak dapat dikelompokkan kepada empat teori pers tersebut. Sistem pers Indonesia ialah pers Pancasila alasannya adalah berlandaskan pada falsafah Pancasila dan landasan konstitusional UUD 1945.
Kegiatan Belajar 2
Beberapa Teori Komunikasi Massa
Studi ihwal komunikasi massa kebanyakan menawarkan pengetahuan yang cukup luas mengenai bagaimana efek media massa kepada masyarakat. Pada biasanya aplikasi komunikasi massa adalah berkaitan dengan proses difusi penemuan. Kondisi-keadaan perubahan sosial dan teknologi dalam penduduk melahirkan kebutuhan yang mampu menggantikan tata cara lama ke sistem gres. Masalah penelitian yang berhubungan dengan difusi inovasi dalam komunitas, ialah taraf penerimaan penemuan oleh aneka macam individu yang berkaitan dengan inovasi. Selain teori difusi penemuan, teori uses and gratifications menerangkan suatu proses, di mana keadaan sosial psikologis seseorang akan menyebabkan adanya kebutuhan yang membuat cita-cita-impian terhadap media massa atau sumber-sumber lain yang menenteng kepada perbedaan contoh penggunaan media yang akibatnya akan menghasilkan pemenuhan.
Agenda setting menerangkan bahwa media menyusun prioritas topik yang mau memengaruhi perhatian audience kepada topik yang dianggap lebih penting dari topik lainnya. Dengan kata lain, dalam menyusun acara pemberitaannya, media akan memengaruhi agenda khalayaknya walaupun hanya hingga pada tahap kognitif, sedangkan teori kultivasi berpendapat bahwa pecandu berat televisi membentuk sebuah citra realitas yang tidak konsisten dengan kenyataan.