Qurban Selaku Ibadah Sosial

Kata Qurban (qurb) bermakna dekat atau mendekati. Maksudnya, aktivitas penyembelihan hewan ternak yang dijalankan pada Hari Raya Haji atau ‘Idul Adha, yaitu tanggal 10, 11,12 dan 13 Dzulhijjah, bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam studi fiqh, Qurban sering juga disebut dengan istilah udhhiyah, alasannya penyembelihan binatang ternak dilaksanakan pada dikala matahari pagi sedang menaik (dhuha). Oleh akibatnya, Ibn Qayyim al-Jauziyah mengerti makna Qurban dengan langkah-langkah seseorang menyembelih hewan ternak pada saat dhuha, guna menciptakan kedekatan dengan ridha Allah SWT.

Binatang Qurban yang disebut udlhiyah atau nahar yakni simbolisasi tadlhiyah, adalah pengorbanan. Baik udlhiyah maupun tadlhiyah posisinya sama, sebagai ‘ibadah yang mendekatkan diri terhadap Allah (taqarruban wa qurbanan). Jika menyembelih udlhiyah merupakan ‘ibadah material yang ritual, maka taldhiyah/pengorbanan di jalan Allah SWT ialah ‘ibadah keadaban yang memajukan sektor-sektor kehidupan yang lebih luas.

Dalam ibadah Qurban, nilai yang paling esensial ialah sikap batin berupa keikhlasan, keta’atan dan kejujuran. Tindakan lahiriyah tetap penting, jika memang muncul dari niat yang tulus. Sering kita digoda Syaitan semoga tidak melakukan ibadah Qurban sebab khawatir tidak tulus. Imam al Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin-nya berkata, bahwa Syaitan selalu membisiki kita: “Buat apa engkau beribadah kalau tidak nrimo, lebih baik sekalian tidak beribadah”.
 kegiatan penyembelihan binatang ternak yang dilakukan pada Hari Raya Haji atau  Qurban Sebagai Ibadah Sosial
Ibadah Qurban bukan cuma mementingkan langkah-langkah lahiriyah berupa menyedekahkan binatang ternak terhadap orang lain, khususnya fakir miskin, tetapi yang lebih penting adalah nilai ketulusan guna mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam beberapa ayat al-Alquran, Allah SWT memperingatkan bahwa yang benar-benarmembuahkan kedekatan dengan-Nya (qurban) bukanlah fisik hewan qurban, melainkan nilai takwa dan keikhlasan yang ada dalam jiwa kita.

  Keseimbangan Dunia Dan Akhirat Sebagai Kunci Sukses

Dalam Al-Qur’an surat al-Hajj ayat 37, Allah SWT berfirman: “Tidak akan sampai terhadap Allah daging (hewan) itu, dan tidak pula darahnya, namun yang hendak sampai terhadap-Nya ialah takwa dari kamu”.

Penegasan Allah SWT ini mengindikasikan dua hal. Pertama, penyembelihan hewan ternak sebagai Qurban, merupakan bentuk simbolik dari tradisi Nabi Ibrahim a.s., dan merupakan syi’ar dari aliran Islam. Kedua, Allah SWT hanya mengharapkan nilai ketakwaan, dari orang yang menyembelih binatang ternak selaku ibadah Qurban.

Indikasi ini sejalan dengan perayaan Rasulullah saw: “Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat bentuk luarmu dan harta bendamu, tetapi Dia menyaksikan hatimu dan perbuatanmu”.
Usaha mendekatkan diri terhadap Tuhan, khususnya lewat Qurban, kita kerjakan secara terus-menerus. Karena itulah agama Islam disebut sebagai jalan (syari’ah, thariqah, dan shirat) menuju dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Melakukan Qurban bersifat dinamis dan tiada pernah berhenti, menempuh jalan yang hanya berujung kepada ridha Allah SWT. Dengan demikian, wujud yang terpenting dari Qurban yaitu seluruh tindakan baik. Hanya dengan begitulah kita mampu mendekati Allah SWT, sesuai dengan firman-Nya :

“Barangsiapa mengharap bertemu Tuhannya, hendaklah beliau berbuat kebaikan, dan janganlah beribadat terhadap-Nya itu dengan memperserikatkannya terhadap sebuah apapun juga”
(Surah al-Kahfi : 110).

Sehubungan dengan perintah untuk berqurban di atas, maka Rasulullah saw setiap tahun selalu menyembelih hewan Qurban dan tidak pernah meninggalkannya. Meskipun dari sisi ekonomi dia tergolong orang yang pas-pasan, tidak mempunyai rumah yang indah, terlebih mobil yang mewah. Bahkan tempat tidurnya cuma terbuat dari tikar anyaman daun kurma, namun setiap tahun ia senantiasa memotong hewan Qurban. Oleh alasannya adalah itu, orang muslim yang sudah mempunyai kemampuan untuk berqurban tetapi tidak inginmelaksanakannya boleh dikenakan sanksi sosial, yakni diisolasi dari pergaulan masyarakat muslim.

  Mencicipi Jatuh Cinta

Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw. dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra.: “Barangsiapa yang mempunyai kesanggupan menyembelih hewan qurban tetapi tidak melaksanakannya, maka janganlah sekali-kali dia mendekati kawasan shalat kita” (HR. Imam Ahmad dan Ibnu Majah).

Demikian agungnya makna serta pahala udlhiyah, tadlhiyah selaku wujud pengorbanan untuk meningkatkan hidup sekaligus mendekatkan diri kepada Allah SWT. Menumbuhkembangkan spirit pengorbanan untuk mengembangkan dengan yang lain ialah bagian mendasar dalam rangka pembentukan huruf masyarakat dan bangsa yang beradab. Melaksanakan Ibadah Qurban juga dimaksudkan untuk menbangun spirit membuatkan dengan cara menetralisir sifat kehewanan yang disimbolkan dengan penyembelihan untuk mendekatkan diri terhadap Allah SWT. Menghilangkan rasa terlalu cinta dunia hingga takut mati. Ada keterkaitan yang erat antara kepentingan duniawi dan ukhrawi.

Demikian juga kehidupan sosial kita sebagai sarana dalam kehidupan spiritual. Seorang pemimpin sejati akan lebih berpengaruh tarikannya pada ”kekitaan” untuk memikirkan masyarakatnya daripada tarikan pada ke ”akuan” untuk semata mempertimbangkan kepentingan diri sendiri. Untuk kemaslahatan umat, pemimpin rela mengorbankan ”akunya” jika diperlukan demi umatnya.

Demikian halnya dengan negarawan, menempatkan ”akunya” dalam kekitaan. Itulah yang dicontohkan oleh baginda Rasulullah saw, selaku sosok pemimpin yang tiba dari kita, ”min anfusikum”, sarat perhatian pada kita ”’aziizun ’alaihi maa ’anittum”, senantiasa concern kepada kepentingan kita ”hariishun ’alaikum”, dan secara adil/ proporsional memberi kasih sayangnya kepada semua ”bil mu-miniina ra-uufurrahiim”.