Pada postingan sebelumnya, saya sudah memberikan pemahaman puisi berdasarkan beberapa andal. Postingan kali ini yaitu lanjutan dari postingan sebelumnya. Anda boleh membaca postingan Definisi Menurut Ahli.
Dalam persepsi struktural, secara garis besar puisi mampu dianalisis lewat dua hal yaitu struktur fisik (sistem puisi) dan struktur batin (hakikat puisi). Pada bagian berikut goresan pena ini akan mengemukakan kedua bagian tersebut.
1. Struktur Fisik atau Metode Puisi (Bentuk Puisi)
Unsur-unsur dalam struktur fisik puisi dapat diuraikan dalam metode puisi, yakni bagian estetik yang membangun struktur luar puisi. Unsur-bagian itu mampu ditelaah satu persatu, tetapi komponen-bagian itu merupakan kesatuan yang utuh. Unsur-bagian tesebut yaitu: diksi, pengimajian, kata nyata, bahasa figuratif (majas), versifikasi, dan tata wajah puisi.
a. Diksi
Diksi atau opsi kata sangat penting bagi penyair. Penyair mesti cermat menentukan kata. Sebab kata yang ditulis diperhitungkan maknanya, komposisi suara dalam rima dan irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata lainnya, dan keudukan kata dalam keseluruhan puisi. Karena begitu pentingnya kata-kata dalam puisi, maka bunyi kata juga dipertimbangkan dengan cermat dalam pemilihannya. Karena pemilihan kata-kata memikirkan banyak sekali faktor estetis, maka kata-kata yang sudah dipilih oleh penyair untuk puisinya bersifat absoulut dan tidak bisa diganti dengan padanan katanya, sekalipun maknanya tidak berbeda.
b. Pengimajian
Pengimajian adalah kata/susunan kata yang mampu mengungkapkan pengalaman sensoris, mirip penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Baris atau bait puisi itu seolah mengandung gema suara (imaji auditif), benda yang nampak (imaji visual), atau sesuatu yang dapat dirasakan, diraba, atau disentuh (imaji taktil).
c. Kata Konkret
Untuk membangkitkan imaji pembaca, maka kata-kata harus diperkonkretkan. Maksudnya yakni bahwa kata-kata itu mampu menyerankan terhadap arti yang menyeluruh. Kata aktual juga akrab relevansinya dengan penggunaan kiasan dan lambang. Jika penyair hebat memperkonkretkan kata-kata, maka pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan apa yang dilukiskan penyair. Dengan demikian pembaca terlibat sarat secara batin ke dalam puisinya (Waluyo, 1987).
d. Bahasa Figuratif
Bahasa figuratif (majas) ialah bahasa yang digunakan penyair untuk menyampaikan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak pribadi mengungkapkan makna, kata atau bahasanya mempunyai arti kias atau makna lambang. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna.
e. Verifikasi
Verifikasi (rima, ritma, dan metrum). Rima ialah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestra. Ritma sungguh bersahabat hubungannya dengan pengulangan suara, kata, frasa, dan kalimat. Metrum merupakan pengulangan kata yang tetap. Adanya musikalisasi yang sesuai dengan jiwa puisi akan menyebabkan sentuhan yang mendalam pada batin pembaca, disamping mempertinggi puisi tersebut.
Rima di dalamnya mengandung banyak sekali aspek yang mencakup:
- Asonansi atau Runtun Vocal. Asonansi yaitu pengulangan suara vocal, pola: pengulangan vocal (e) mirip pada larik puisi ” ke manakah pergi”.
- Aliterasi atau Purwakanti. Aliterasi yaitu pengulangan suara konsonan, contoh: pengulangan konsonan (n) seperti pada larik puisi ”pohon kehilangan daun”.
- Rima Akhir. Rima final adalah rima yang terdapat pada final larik puisi.
- Rima Dalam. Rima dalam ialah perulangan bunyi di antara kata-kata dalam satu larik.
- Rima Identik. Rima identik yakni pengulangan kata di antara bait-bait puisi.
- Tata Wajah. Tata tampang (tipografi) merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama. Larik-larik puisi berupa bait-bait. Baris puisi tidak bermula dari tepi kiri dan rampung ditepi kanan mirip pada bentuk prosa. Tata paras atau tipografi berkaitan bersahabat dengan bentuk yang khas sebuah puisi. Bentuk khas sebuah puisi kadang kala berperan penting membuat makna embel-embel yang mempunyai kesan yang memikat.
2. Struktur Batin atau Hakikat Puisi (Isi Puisi)
Ada empat bagian struktur batin atau hakikat puisi, ialah: tema, perasaan penyair, nada dan suasana, dan anamat. Keempat bagian tersebut menyatu dalam wujud penyampaian bahasa penyair.
a. Tema
Tema yakni gagasan pokok yang dikemukakan penyair. Pokok anggapan atau pemikiran sentral itu demikian besar lengan berkuasa mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapan atau penciptaan sebuah karya sastra. Jika desakan yang berpengaruh itu berupa kekerabatan antara penyair dengan Tuhan, maka puisi bernuansa Ketuhanan. Jika desakan yang berpengaruh berbentukrasa belas kasih atau kemanusiaan, maka puisi bernuansa kemanusiaan. Jika yang besar lengan berkuasa yaitu dorongan untuk memprotes ketidakadilan, maka tema puisi yaitu protes atau kritik sosial. Perasaan cinta atau patah hati yang berpengaruh juga mampu melahirkan tema cinta atau tema kedukaan hati alasannya cinta.
Dalam sebuah karya sastra mirip puisi, tema tersebar dalam seluruh komponen pembentuknya. Penyair menggunakan gaya bahasanya, jalan pikirannya, insiden-kejadiannya, setting atau melukiskan suasana untuk mengarahkan sisi temanya. Seluruh kisah mempunyai satu segi saja dan yang mempersatukan semuanya yaitu tema.
Tema tidak selalu berwujud susila atau anutan akhlak, tetapi boleh jadi suatu kritik pengarang kepada kehidupan, dilema tersebut tidak perlu dipecahkan. Pemecahannya kepada pembaca atau pendengar (Suwardjo dalam Rosliana, 2005: 11).
Tema ialah inspirasi dasar yang bertindak selaku titik tolak keberangkatan penyair dalam menyusun sebuah puisi, jadi sebelum menulis puisi, seseorang harus sudah merencanakan tema terlebih dahulu. Bagi pembaca tema gres akan sungguh-sungguh jelas jika pembaca telah mengetahui kisah dalam puisi tersebut.
b. Perasaan
Perasaan berhubungan dengan situasi perasaan penyair yang diekspresikan yang mungkin dapat dhayati oleh pembaca. Suasana perasaan penyair tidak dapat dilepaskan dari tema puisi tersebut. Dalam puisi-puisi kita temui, terlihat bahwa perbedaan sikap penyair mengakibatkan perbedaan perasaan penyair menghadapi objek tertentu. Sikap simpati dan antipati, rasa bahagia dan tidak senang, rasa benci, rindu, setiakawan, dan sebagainya menjadi luapan perasaan penyair.
c. Nada dan Suasana
Nada adalah perilaku pembaca terhadap pengarang, sedangkan suasana ialah bagaimanakah penyair dikala mengubah puisi itu? Akan sangat memudahkan pembaca mengenali situasi hati penyair jika dimengerti latar belakang terciptanya puisi ini dan latar belakang penyairnya. Penyair memiliki perilaku tertentu terhadap pembaca, apakah dia ingin bersikap menggurui, menasehati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas cuma menceritakan sesuatu kepada pembaca. Sikap penyair terhadap pembaca ini disebut dengan nada puisi. Nada dan suasana puisi saling berafiliasi sebab nada puisi menyebabkan situasi kepada pembacanya.
Sehubungan dengan suasana ini perlu dipahami dalam suasana bagaimanakah penyair mengganti puisinya itu, suasana haru, hikmat, rindu, pedih, jengkel, atau dalam situasi riang gembira (Hendy dalam Rosliana, 2005: 13).
d. Amanah
Amanat (pesan) merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat tersirat di balik kata-kata yang disusun, dan juga berada dibalik tema yang diungkapkan. Amanat juga kadang diungkapkan secara tersurat, berbentukjalan keluar atau balasan dari problem dalam suatu karya sastra. Secara subtansial tema berhubungan dengan arti sastra sementara amanat berafiliasi dengan makna sastra.
Rujukan:
Rosliana. 2005. Analisis Gaya Bahasa dalam Kumpulan Puisi “Deru Campur Debu” Karya Chairil Anwar. Skripsi. Unismuh: Makassar.
Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta : Erlangga.