AKU, LEMBAYUNG DAN TEMBɅKAU
Karya: Satria Panji Elfalah
Lembayung t’lah berganti pekat sedari tadi
Resah masih saja menghantui
Enggankah untuk beranjak?
Meski hati ini t’lah mati
Selinting tembʌkauku membara
Seolah amarahnya tengah mengutukku
Terlarut dlm kesendirian yg semakin membungkam
Menjelma menjadi kecanduan akan sunyi yg makin ganas
“Berhenti memuja senja & carilah perempuan!”
“Kerjaanmu cuma mengencaniku & lembayung setiap sore!”
Kau cuma daun yg teriris-iris
Berbaju kertas putih berkepala merah membara
Meski kuakui gue membutuhkanmu
Tapi, apa yg kamu pahami tentang perempuan, hah?
“Dia benar, gue takkan mampu menghiasi langitmu saban hari!”
“Carilah wanita untuk kau jadikan tambatan hati!”
Dan sekarang lembayung bersekongkol dgn tembʌkauku
Kuakui, lembayung & tembʌkau yakni bias nyawaku
Memuja lembayung sambil menikmati tarian asap
Namun, kata-kata mereka sangat menohok
“Wahai nisanak lembayung & tembʌkau kesayanganku”
“Aku memang terbelakang, tapi kalian lebih b0doh!”
“Apa kalian lupa satu hal?”
“Lupa? Hah?”
Mereka bengong
Kukumpulkan keberanian untuk mengumpat mereka
Lidah kelu tetapi kupaksakan
Demi sebuah keadilan
“Kau lupa?”
“KOPI! Jangan kamu lupakan jikalau gue pula memuja kopi!”
Lembayung geram
Tembʌkau muntab
Bersamaan mereka berkata
Kepasrahan menjerang mereka
“Tol0l!”
Serang, 11 November 2017.