BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Wanita mulai dari usia dewasa sampai cukup umur normalnya akan mengalami periode menstruasi atau haid dalam perjalanan hidupnya, yakni pengeluaran darah yang terjadi secara periodik lewat vagina yang berasal dari dinding rahim wanita. Keluarnya darah tersebut disebabkan sebab sel telur tidak dibuahi sehingga terjadi peluruhan lapisan dalam rahim yang banyak mengandung pembuluh darah (Mochtar, 1989).
Beberapa dikala sebelum menstruasi, sejumlah gadis dan perempuan lazimnya mengalami rasa tidak enak. Mereka biasanya mencicipi satu atau beberapa gejala yang disebut dengan kumpulan gejala sebelum datang bulan atau perumpamaan populernya premenstrual syndrome (PMS). Hal-hal yang sering dinikmati yaitu nyeri payudara, rasa penuh atau kembung di perut bagian bawah, merasa sangat lelah, nyeri otot, utamanya di punggung bab bawah atau perut, perubahan kebasahan vagina atau berkembang nanah dan emosi yang sungguh kuat atau susah di kontrol. Banyak wanita setiap bulan mengalami sedikitnya satu dari tanda-tanda-tanda-tanda diatas dan sejumlah perempuan lain mengalami semua gejala. Seorang wanita mampu mencicipi gejala yang berbeda-beda dari satu bulan ke bulan berikutnya (Burns, 2000). Banyak wanita tidak terpengaruh sama sekali, sementara yang lainnya mengalami tanda-tanda yang hebat dan sungguh melemahkan (Brunner & Suddarth, 2001). Ciri khas dari kelainan ini yaitu ganjalan timbul ketika menjelang haid dan akan hilang dengan sendirinya begitu haid datang (Karyadi, 1999).
Studi epidemiologi terakhir memperlihatkan bahwa 5-10 % wanita kalangan usia reproduksi dari populasi yang diteliti, mengalami gejala-gejala sementara bersifat sedang hingga berat yang berhubungan dengan siklus menstruasi. Mereka pada umumnya mencari tunjangan medis. 20-40% merasa kurang sehat selama fase luteal tamat serta permulaan fase menstruasi dan satu hari atau lebih pada pertengahan siklus (Greenspan et al., 1998). Penelitian lainnya menyebutkan, sekitar 40% wanita berusia 14-50 tahun mengalami premenstrual syndrome (PMS). Bahkan survey tahun 1982 di Amerika Serikat memperlihatkan, PMS dialami 50% perempuan dengan sosio ekonomi menengah yang tiba ke klinik ginekologi (Karyadi, 1999).
Dalam suatu observasi pada tahun 1994 yang berjudul Biological, Social and Behavioral Factors Associated with Premenstrual Syndrome yang melibatkan 874 wanita di Virginia menunjukkan 8,3% dari perempuan tersebut mengalami PMS, dari observasi tersebut terungkap bahwa wanita yang mengalami PMS 2,9 kali lebih sering memeriksakan diri daripada wanita tanpa PMS. Wanita yang lebih muda, perempuan dari ras kulit hitam dan wanita dengan siklus menstruasi yang lebih panjang lebih sering mengalami PMS. Prevalensi PMS yakni 10,4% pada wanita kulit hitam, 7,4% pada perempuan kulit putih dan 4,3% pada perempuan ras lainnya, sedangkan jikalau dilihat dari segi usia prevalensi PMS pada perempuan yang berusia 35-44 tahun yaitu 4,5%, perempuan yang berusia dibawah 35 tahun (9,4%) dan prevalensi yang paling tinggi ialah pada wanita yang berusia 25-34 tahun (10,7%). Wanita yang berpendapatan kurang dari $ 20.000 pertahun lebih banyak mengalami PMS (8,4%) dari pada wanita yang berpenghasilan > $ 20.000 pertahun (6,5%)( (Deuster, 1999).
Berat ringannya gejala PMS tersebut dikelompokkan dalam tidak ada gejala yang mempunyai arti, ringan, sedang dan berat hingga gejala yang ekstrim. Gejala yang paling dinikmati oleh sebagian besar wanita tersebut yang berupa tanda-tanda ringan hingga berat adalah irritable (rasa cepat marah) sebanyak 17,4%, nyeri punggung atau nyeri otot 14,2% dan perasaan bisul 13,2% (Deuster, 1999).
Survey memperlihatkan bahwa premenstrual syndrome (PMS) ialah persoalan kesehatan umum yang paling banyak dilaporkan oleh perempuan usia reproduksi, pada saat ini diperkirakan prevalensi dari gejala klinis yang berarti yaitu sekitar 12,6%-31% dari perempuan yang mengalami menstruasi. Studi epidemoilogi menunjukkan kurang lebih 20% dari perempuan usia reproduksi mengalami gejala PMS sedang sampai berat (Freeman, 2007). Dalam suatu penelitian kepada 384 wanita yang berusia 15 tahun melaporkan bahwa mereka mengalami PMS adalah sebanyak 14%. Sedangkan pada observasi yang disponsori oleh WHO pada tahun 1981 menunjukkan bahwa gejala PMS dialami oleh 23% perempuan Indonesia (Essel, 2007).
Menurut Karyadi (1999), sindrom ini biasanya lebih mudah terjadi pada perempuan yang lebih peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus haid. Akan tetapi ada beberapa aspek yang meningkatkan resiko terjadinya PMS ialah wanita yang pernah melahirkan (PMS makin berat sehabis melahirkan beberapa anak), usia (PMS makin mengganggu dengan kian bertambahnya usia, utamanya antara usia 30-45 tahun), stres (aspek stres memperberat gangguan PMS), diet (faktor kebiasaan makan mirip tinggi gula, garam, kopi, teh, coklat, minuman bersoda, produk susu dan makanan olahan memperberat gejala PMS), kelemahan zat-zat gizi seperti kurang vitamin B (khususnya B6), vitamin E, vitamin C, magnesium, zat besi, seng, mangan, asam lemak linoleat, kebiasaan merokok dan minum alkohol serta kurang berolah raga dan acara fisik juga mampu memperberat gejala PMS.
Sekitar 25 % perempuan yang mengalami pergeseran situasi hati dan perubahan fisik mengeluhkan perasaan berkurangnya kondisi tubuh yang sehat, sehingga mengusik relasi langsung (Llewellyn, 2005). Kehidupan yang penuh stres dan kekerabatan yang berurusan secara umum dapat berhubungan dengan keparahan tanda-tanda-gejala fisik. Beberapa wanita melaporkan gangguan hidup yang parah balasan PMS yang secara negatif mempengaruhi relasi interpersonal mereka. PMS juga mampu menjadi faktor dalam meminimalisir produktivitas, kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan dan ketidakhadiran di kawasan kerja (Brunner & Suddarth, 2001).
Masalah utama yang ditimbulkan oleh PMS ini adalah gangguan pada diri wanita sendiri dan keluarganya, kerugian dalam bidang industri dan komersial, serta dalam skala yang lebih besar adalah kerugian pada ekonomi nasional. Masalah tersebut dikaitkan dengan penurunan produktivitas kerja balasan kenaikan absensi kehadiran, aktivitas di kawasan kerja terusik selama 7-10 hari, dan ini sama dengan 84-120 hari pertahun, dan merupakan sebuah kehilangan personal dan sosial yang mempunyai arti (Baziad, 2005).
Dalam suatu penelitian yang dikerjakan terhadap 68 perempuan usia produktif di Aceh Besar tahun 2008, ditemukan bahwa sebanyak 28 orang (41,18%) mengalami gejala Premenstrual Syndrome (PMS) yang dicicipi berada dalam kategori sedang (Linda, 2008)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan data di atas maka perumusan dilema dalam penelitian ini yaitu apakah terdapat hubungan yang bermakna antara karakteristik perempuan usia produktif dengan premenstrual syndrome (PMS) di Poli Obstetri dan Gynekology BPK – RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh”
1.3 Pertanyaan Penelitian
Bagaimana gambaran antara karakteristik wanita usia produktif dengan premenstrual syndrome (PMS) di Poli Obstetri dan Gynekology BPK – RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh”.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi kekerabatan antara karakteristik wanita usia produktif dengan premenstrual syndrome (PMS) di Poli Obstetri dan Gynekology BPK – RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh”.
1.4.2 Tujuan Khusus
- Mengidentifikasi hubungan antara umur perempuan usia produktif dengan premenstrual syndrome (PMS) di Poli Obstetri dan Gynekology BPK – RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
- Mengidentifikasi kekerabatan antara pendidikan perempuan usia produktif dengan premenstrual syndrome (PMS) di Poli Obstetri dan Gynekology BPK – RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
- Mengidentifikasi hubungan antara pemasukan wanita usia produktif dengan premenstrual syndrome (PMS) di Poli Obstetri dan Gynekology BPK – RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
- Mengidentifikasi hubungan antara pekerjaan perempuan usia produktif dengan premenstrual syndrome (PMS) di Poli Obstetri dan Gynekology BPK – RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
- Mengidentifikasi korelasi antara status perkawinan wanita usia produktif dengan premenstrual syndrome (PMS) di Poli Obstetri dan Gynekology BPK – RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Mudah
Sebagai sumber gosip bagi masyarakat khususnya perempuan usia repoduktif yang mengalami premenstrual syndrome (PMS).
1.5.2 Manfaat Teoritis
- Bagi peneliti sendiri, mampu memperbesar pengetahuan, wawasan serta pengertian tentang korelasi karakteristik perempuan usia produktif dengan premenstrual syndrome (PMS) di Poli Obstetri dan Gynekology BPK – RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
- Bagi institusi pendidikan, selaku materi masukan untuk menyebarkan ilmu pengetahuan perihal premenstrual syndrome (PMS) pada wanita dengan karakteristik yang berlainan.
- Bagi profesi kedokteran secara luas, sebagai bahan kajian/ informasi dalam mengkaji, mengevaluasi, mendiagnosa dan memberikan perawatan pada wanita yang mengalami premenstrual syndrome (PMS).
- Bagi perempuan usia produktif, selaku bahan masukan agar perempuan mampu mengenal tanda-tanda-gejala premenstrual syndrome (PMS) serta dapat menanggulanginya.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Mengingat luasnya problem, maka penulis menghalangi ruang lingkup observasi yakni membicarakan perihal hubungan karakteristik perempuan usia produktif dengan premenstrual syndrome (PMS) pada wanita usia reproduktiv yang mengunjungi Poli Obstetri dan Gynekology BPK – RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, berdasarkan Umur, Pendidikan, Pendapatan, Pekerjaan, dan Status Perkawinan.
>>>>>>>>>>>>>selanjutnya klik di bawah<<<<<<<<<<<<