Probowo dan Jokowi | Cerpen Matdon

KEMARIN, jam 8 pagi, saya masuk ke warung kopi di pinggir Jalan Pajajaran, Bandung. Di sana saya bertemu Jokowi & Prabowo sedang ngobrol & ngopi bareng . Mereka sedang membahas masa depan negeri ini.

Luar biasa, mereka begitu dekat. Sesekali mereka tertawa bersama. Saya betul-betul tertegun menyaksikan panorama ini. Sungguh saya terharu.

Lalu diam-membisu saya keluar warung, naik angkot jurusan Ciroyom-Antapani dgn hati yg masih tak yakin bahwa yg saya pergoki tadi ialah Jokowi & Prabowo. Di dlm angkot, fikiran saya masih di warung kopi.

Duduk di kursi paling ujung, saya membaca koran alasannya adalah tak ada penumpang lain. Belum usang angkot melaju sudah berhenti sebab ada penumpang naik. Ya ampuuun, dua orang penumpang naik angkot Ciroyom-Antapani itu Jokowi & Prabowo. Mereka duduk di sebelah saya sehabis sebelumnya mereka menganggukkan kepala.

Saya tak yakin dgn insiden ini, diam-membisu saya amati kedua wajah mereka, takut cuma sekadar sama saja wajah mereka dgn Prabowo & Jokowi. Bener, lho, mereka betul-betul orisinil, namun panasaran saya nanya juga.

“Maaf, Pak, apakah Bapak ini Pak Jokowi & Pak Prabowo?” tanya saya dgn nada gemetar. Mereka saling berpandangan sejenak, sejurus kemudian tertawa & menepuk pundak saya. “Stoooop,” kata keduanya, angkot berhenti. Mereka turun menuju BEC, sebuah sentra pemasaran HP. “Apa mereka mau beli HP atau laptop?” tanya saya dlm hati.

Angkot kembali melaju, saya masih terdiam. Sampai di Masjid Al Ukhuwah Wastukancana saya turun & jalan kaki melawan arus kendaraan menuju Gedung Indonesia Menggugat (GIM). Waktu menawarkan jam 11 siang.

Sesampai di GIM, saya menyaksikan Agus Bebeng, Irfan Nasution, Edi Yusuf, & sejumlah wartawan lainnya tengah asyik ngobrol. Sementara Ahmad, Hendi, Efron, & Mang Empik sibuk dgn kegiatan masing-masing.

  Sampan Zulaiha | Cerpen Hasan Al Banna

Saya tidak mau mengusik aktivitas mereka, tergesa-gesa ke ruang tengah GIM alasannya mendengar ada bunyi sedang orasi.

Gebeg, saya benar-benar ngagebeg reuwas alasannya di ruang tengah GIM yg biasa dipakai diskusi ternyata ada Prabowo berorasi selama 10 menit, lalu gantian Jokowi yg melaksanakan orasi dgn waktu yg sama.

Tak ada penonton. Saya tak tahu apakah kehadiran Prabowo & Jokowi ke GIM tak ada yg tahu, aneh! Gilaaa, ini benar-benar gila, tadi jam 8 ketemu di warung kopi, kemudian di dlm angkot, kini di ruang tengah GIM. Ini amazing pisan!

Selesai orasi mereka jalan bergandengan tangan keluar GIM. Saya masih bengong.

*****


TIBA-datang mereka masuk sebuah kendaraan beroda empat Xenia dgn Nopol D 1565 NS. Saya tahu itu kendaraan beroda empat Sapei Rusin kawan saya. Penasaran, saya pinjem motor Irfan Nasution untuk mengikuti mobil itu. Mobil melaju & saya ikuti dr belakang. Masuk ke Jalan Aceh, lurus melewati Taman Lalu Lintas, Cibeunying, belok ke Brigjen Katamso, Cikutra, & akhimya sampai di sebuah rumah di Bojongkacor.

“Hah! Ini kan rumah mitra-mitra pergerakan. Kok Prabowo & Jokowi ke sini?” Gerutu saya dlm hati. Sementara Prabowo & Jokowi masuk rumah, saya menanti dulu di luar, sambil berbelanja rokok & minuman. Ngobrol dgn pemilik warung, 15 menit lamanya.

Kemudian saya masuk ke tempat tinggal itu, lewat dapur. Yang membukaan pintu Dodo, salah seorang penghuni rumah.

Demi matahari yg bersinar terperinci, di ruang belakang saya lihat Prabowo, Jokowi, Mukti Mukti, & Sapei Rusin sedang main kartu remi, disaksikan Trisno & Dadang Sudardja. Ini temuan apa lagi, saya sungguh-sungguh tak mengetahui, mereka tertawa terbahak-bahak, betul-betul larut dlm kegembiraan. Mungkin mereka sedang melewatkan hiruk-pikuk kampanye pilpres?

  Para Pemudik yang Tak Pernah Kembali | Cerpen Zaenal Radar T

Akhirnya saya keluar & langsung cabut dr rumah itu. Motor berlari kencang menyusuri Jalan Pahlawan, Suci, Pusdai, & tiba di Gedung Sate. Saya menyaksikan kerumunan di sana. Wah, pasti ada demo.

Sejumlah wartawan ada disana seperti Adi Marseila, Iman S Nurdin, Cep Ari, dll.

“Demo naon, Yan?” saya nanya pada Yanuar wartawan RCTI.

“Jokowi jeung Prabowo keur demo,” jawab Yanuar. Dingin.

Reuwas oge. Benar saja, di depan Gedung Sate nampak Prabowo & Jokowi sedang demo berdua, duet. Bahkan mereka melaksanakan performance art layaknya seniman. Jokowi membaca puisi, Prabowo naik kuda. Sungguh kolaborasi yg apik bagi suatu pertunjukan. Kok aneh, ya, tadi mereka sedang main kartu remi kini sudah ada di sini. Pertanyaan itu saya saya simpan di hati.

“Tuntutannya apa ini teh?” tanya saya ke Zaki Yamani, wartawan senior Pikiran Rakyat. “Enggak tau, Mang, ah, antep weh ulah diliput,” jawab Zaki.

*****


HARI hampir senja, saya meninggalkan Gedung Sate, meninggalkan Prabowo & Jokowi serta mitra-mitra wartawan. Motor berlangsung pelan, pikiran masih terus melayang.

Sehelai daun jatuh dr pohon di Jalan Trunojoyo, mungkin ditiup angin. Angin kadang mengembus terlalu kencang, kadang seperti irama yg mengendap-endap. Ah, atau angin itu sudah membisikkan seuatu pada daun sehingga daun terkejut & memisahkan diri dgn mitra-kawannya. Entahlah!

Motor terus melaju, belok ke Dago. Tiba-tiba orang-orang di pinggir jalan berkerumun, menyambut & mengeluk-elukan saya.

Berteriak menyebut nama saya. “Matdon… Matdooon…!”

Saya melirik mereka. Gila, benar-benar gila, ternyata orang-orang itu seluruhnya bermuka sama, wajah Prabowo & Jokowi. Motor melaju makin pelan, saya mengamati wajah orang-orang yg berkerumun sepanjang Jalan Dago, benar-benar aneh, semua wajah sama, wajah Prabowo & Jokowi.

  Penagih Hutang Bersepeda | Cerpen Farizal Sikumbang

Ratusan mungkin ribuan wajah Prabowo & Jokowi itu menenteng bendera merah putih & foto saya. Sepanjang jalan pula mereka berteriak, menyambut saya. Hingga hingga di depan pertokoan BIP Jalan Merdeka tak henti-hentinya ribuan Prabowo & Jokowi itu menyambut saya.

Dari Jalan Dago melaju ke Jalan Merdeka angin menatapku curiga, menuju Jalan Tamblong pikiran mulai kelimpungan, dinding-dinding kota ini sudah menjadi vendor keinginan dr politisi wangi hingga kaum miskin kota. Saya merasakan jeritan menyayat dr lukisan sunyi sepanjang jalan. Langit tertusuk dusta. Wajah-wajah Prabowo & Jokowi terus mengikuti saya hingga ke Jalan Naripan.

Tetapi sepanjang jalan orang-orang saling memandang curiga, dr Naripan ke Alun-alun Bandung Jalan Asia Afrika orang-orang bermuka Prabowo & Jokowi merapikan topeng. Dan saya menemukan luka di setiap keringat pengemis kecil.

Lewat Jalan Otista air mata berdesakan dgn harapan. Andir, Jamika, Pasirkoja, Astana Anyar, para sopir bus kota, taksi, & angkot melipat senyuman. Saya seperti ditampar lamunan sendiri.

*****

KINI wajah-wajah Prabowo & Jokowi itu telah hilang. Sudah hampir sampai rumah. Saya berhenti di gang menuju rumah. Turun & berbelanja martabak. Sebelum menyalakan motor, saya becermin di beling spion motor.

Ya, Allah, wajah saya sebelah menyerupai Prabowo sebelah mirip Jokowi. Ini sungguh aneh lagi.

Bergegas menuju rumah, motor saya tinggalkan. Setengah berlari. Sesampai rumah terburu-buru saya wudlu. Becermin.

Alhamdulillah, wajah saya kembali wajar , kembali menjadi wajah saya yg sebetulnya tepat tatkala azan Magrib berkumandang.

Matdon, Rois ‘Am Majelis Sastra Bandung.