Beberapa dekade ini salah satu isuyang menawan untuk di perbincangkan adalah berkaitan dengan kebijakan maupun pengelolaan pungutan negara atau lazimjuga disebut dengan pajak. Pajak memiliki peranan yang cukup besar dalam tata cara roda pemerintahan di Indonesia. Perlu diketahui bahwa salah satu sumber pemasukan negara terbesar yang berasal dari dalam negeri adalah penerimaan pajak.Untuk itu pemerintah berusaha untuk menawan pajak pajak semaksimal mungkin, sebab pajak ialah salah satu acuan untuk menemukan dana penyelenggaraan pemerintahan.
Untuk mendefinisikan pajak berdasarkan Ray M. Sommerfeld (1983), pajak yakni sumber dana yang di transfer dari pihak pribadi terhadap sektor publik, menurut kriteria yang sudah di tetapkan sebelumnya, tanpa menerima laba timbal balik, dengan tujuan untuk merealisasikan perekonomian negara dan tujuan sosial.Menurut Undang Undang Dasar 1945 Pasal 23 ayat 2, di sebutkan bahwa, “Segala pajak untuk kebutuhan negara menurut Undang Undang.” Undang Undang Perpajakan adalah undang undang yang mengatur hak dan keharusan para Wajib Pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya. ( 1 Hanum, Ayu Noviani. 2005. Permasalahan Pajak Indonesia. VALUE ADDED, Vol. 2, No. 1. hlm. 2.)
Pada pemerintahan Presiden Jokowi ini kita mampu melihat bahwa pemerintahannya sedang gencar-gencarnya mempromosikan Indonesia dan membuka pasar yang terbuka bagi Penanaman Modal Asing (PMA) yang mau melaksanakan investasi di Indonesia. Dan pada prinsipnya setiap investor yang menanamkan modalnya di Indonesia juga mesti mengeluarkan uang pajak sebagaimana dikelola dalam peraturan perundang-undangan. (2. Prabandari, Putu Ratih, dkk. 2014. Kedudukan Hukum Perusahaan Bentuk Usaha Tetap Dalam Dimensi Hukum Penanaman Modal Di Indonesia . Vol.7 No.3. hlm. 441.)
Baru-baru ini, tepatnya pada April 2019 pemerintah mengeluarkan peraturan atau dasar aturan gres untuk memunggut pada pajak dari perusahaan-perusahaan teknologi yang melaksanakan bisnis di Indonesia, diantaranya seperti perusahaan Google, Facebook, Yahoo, dan perusahaan digital sejenisnya.Peraturan yang dikeluarkan baru-baru ini yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 35/2019 ihwal Penentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT).Peraturan baru tersebut sudah diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 1 April 2019 dan berlaku berbarengan pada ketika diundangkan.
Peraturan tersebutmenjelaskan hukum perihal kewajiban perpajakan bagi perusahaan atau orang abnormal yang membuka usaha di Indonesia, baik itu perusahaan konvensional maupun yang beroperasi secara digital. Dengan pengeluaran aturan ini, fiskus pajak secara tidak eksklusif mendapatkan kemudahan pada saat mengusut wajib pajak BUT (Badan Usaha Tetap)sebab penetapan BUT kini sudah dipertegas sebagai subjek pajak luar negeri, yang selama ini diatur dalam Undang-Undang (UU) 36/2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Untuk persyaratan BUT yang dimaksud dalam hal ini ialah sebuah kawasan perjuangan yang bersifat permanendi Indonesia, atau kawasan usaha yang dipakai perusahaan atau orang ajaib untuk melaksanakan perjuangan atau melakukan aktivitas yang mencakup segala jenis tempat, ruang, akomodasi atau instalasi.
Pada pasal 2 aturan ini pemerintah meminta perusahaan atau orang asing, seperti Google, Facebook dan perusahaan sejenis lainnya, yang melaksanakan usaha atau melaksanakan aktivitas lewat BUT wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), paling lama 1 bulan sesudah mulai mengerjakan perjuangan dalam BUT. Selain itu juga, perusahaan atau orang aneh wajib menyerahkan objek pajak sesuai dengan ketentuan UU 42/2009 perihal pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak pemasaran atas barang glamor (PPnBM) selaku pebisnis kena pajak (PKP).Perusahaan atau orang gila yang melaksanakan kegiatan BUT pun akan dimintai persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B), dan berlaku pada bentuk perjuangan yang melakukan antisipasi atau penunjang.
Perlu diketahui bahwa upaya untuk membidik Google, Facebook dan perusahaan sejenis yang lain memang gencar dilakukan di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya isu pajak Google, dan perusahaan digital sejenisnya memang sebelumnya sudah menjadi sorotan komunitas global. Perusahaan berbasis teknologi menjadi perhatian setelah lahirnya ungkapan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) yang kali pertama didengungkan oleh Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). BEPS mampu diartikan selaku kegiatan yang menggerus basis pajak dengan mengalihkan keuntungan operasional ke negara lain yang ialah nirwana pajak (tax haven). Aktivitas ini masih sering terjadi hingga kini, dan tetap dipraktikkan oleh perusahaan teknologi berbasis internet. Mengutip Reuters, sebelumnya Google dimengerti pernah memindahkan EUR 19,9 miliar keuntungan mereka pada 2017 dari operasional di Belanda ke sebuah perusahaan cangkang (shell company) di Bermuda, dan jumlahnya bertambah sekitar EUR 4 miliar dibandingkan dengan tahun sebelumnya, melihat perkara ini kemudian di khawatirkan kasus ini akan kembali terulang menyebabkan kerugian bagi negara.
Di era pemerintahan Jokowi pendekatan kepada perusahaan berbasis digital sudah dimulai saat Bambang Brodjonegoro menjadi Menteri Keuangan. Pada permulaan 2016, Bambang memastikan bahwa perusahaan berbasis internet mesti membentuk perusahaan di Indonesia biar perlakuan pajaknya setara dengan sektor-sektor lain. Dalam pertemuan pers pada suatu malam pada 6 April 2016, mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu menyebut empat nama yakni Yahoo, Twitter, Facebook, dan Google dan menyoroti pendapatan iklan mereka yang tidak dirasakan oleh Indonesia. Beliau menegaskan bahwa harusnya pendapatan iklan dari aktivitas mereka di Indonesia mampu menjadi sumber penerimaan pajak. Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika, pemasukan iklan digital di Indonesia pada 2016 mencapai US$ 800 juta. Seluruhnya tidak dipajaki sebab sebelumnya selama ini dasar hukum untuk memajaki BUT cuma mengacu pada Undang-Undang (UU) 36/2008 perihal Pajak Penghasilan (PPh). (3. CNBC Indonesia News. 2019. Keruk Uang RI Triliunan, Saatnya Google Cs Patuh Bayar Pajak. dalam laman : https://www.cnbcindonesia.com/news/20190406123532-4-65022/keruk-duit-ri-triliunan-saatnya-google-cs-patuh-bayar-pajak. diakses pada 04 Desember 2019.)
Dampak konkret dengan terbitnya PMK baru ini keharusan perpajakan atas BUT kian terang, dan diharapkan tak ada lagi ruang penghindaran kewajiban perpajakan bagi perusahaan internasional bidang digital yang beroperasi di Indonesia. Sebab penghindaran pajak yang mereka lakukan tersebut menimbulkan kerugian yang cukupbesar bagi negara. Disisi lain hukum pajak bagi perusahaan digital yang baru diberlakukan ini mempunyai dampak negatif dalam membangun hubungan koordinasi perusahaan digital gila untuk berinvestasi di Indonesia dikarenakan hukum pajak ini dianggap oleh beberapa perusahaan aneh menarik cukup banyak pengeluaran pajak atas perusahaan dan hal itu menjadi usulanutama dalam komitmen koordinasi perusahaan abnormal dengan metode hukum yang berlaku di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Hanum, Ayu Noviani. 2005. Jurnal : Permasalahan Pajak Indonesia. VALUE ADDED, Vol. 2, No. 1. hlm. 2.
Prabandari, Putu Ratih, dkk. 2014. Jurnal : Kedudukan Hukum Perusahaan Bentuk Usaha Tetap Dalam Dimensi Hukum Penanaman Modal Di Indonesia . Vol.7 No.3. hlm. 441.
CNBC Indonesia News. 2019. Keruk Uang RI Triliunan, Saatnya Google Cs Patuh Bayar Pajak. Dalam laman : CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/news/20190406123532-4-65022/keruk-uang-ri-triliunan-saatnya-google-cs-patuh-bayar-pajak. diakses pada 04 Desember 2019.
Sumber Tugas :
NAMA : NUR FADILLAH
NIM :
NIM :
PRODI : ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
TUGAS : MK. SISTEM POLITIK INDONESIA
TUGAS : MK. SISTEM POLITIK INDONESIA