Di bawah ini ialah beberapa pola penggunaan majas dalam karya sastra mirip pada prosa fiksi:
Contoh 1:
…………………..….
Suara decit spidol berubah menjadi suara ketukan benda logam di meja. Dinda menoleh perlahan, seseorang sudah duduk di sampingnya. Rambutnya terurai panjang menutupi sebagian parasnya, kulit putih higienis ………. terlalu putih seakan tak ada darah yang mengaliri tubuhnya.
Dia mengetuk-ngetukan jangka di meja dengan tangan tergenggam mirip posisi menghunus. Pelan–pelan beliau menengadah wajahnya ke arah Dinda.
Sayatan-sayatan silang–menyilang di parasnya. Matanya hitam mirip sumur tanpa dasar. Bibirnya putih pecah-pecah ………. meringis menawarkan giginya yang hitam seperti bongkahan–bongkahan watu gunung.
(Dari: Hantu Bangku Kosong, oleh Ruwi Meita)
Contoh 2:
…………………….….
Ada senyum dibibirnya. Tapi ………. parasnya sungguh pucat. Pucat seputih kapas. Al-quran besar yang kertas jilidnya sudah koyak, dia dekap akrab.
……….
Sekarang Aki tertawa terbahak-bahak. ‘Anak ini persis bapaknya, keras kepala,’ pikir Aki.
……….
Ani duduk di ranjang reyot di kamar kenangan ketika Aki minggat menari–nari kembali. Ani mengusap-usap sebuah kotak yang terbungkus kertas hadiah rapi.
(Dari: Kado Cantik buat Aki, oleh Tina Rakhmatin)
Contoh 3:
…………………..
Di dalam berbaring seorang wanita berparas sungguh cekung dan berkulit pucat. Tubuhnya ditutupi selimut dari dada ke bawah. Hanya tangannya yang di luar selimut. Dan ………. ya Allah! Zahra ternganga. Seperti parasnya, tangan itu tinggal tulang berbungkus kulit. Penderitaan yang amat sangat tampak terperinci di parasnya.
(Dari: Kemilau Intan Nayla, oleh Tina Rakhmatin)
Contoh 4:
………………….….
Malam bagai remaja putri mengurai rambutnya yang legam. Lelaki itu melewati bayang-bayang pepohonan ketapang yang merimbun di sepanjang halaman. Jarak ke selatan cahya bulan merenta menyapu pepohonan bau tanah.
(Dari: Malam Putih, oleh Korrie Layun Rampan)
Contoh 5:
…..……………..
Jiwaku bagaikan kuda yang berlari menembus malam, makin kencang derapnya, kian cepat menjelang fajar.
(Dari: Kata-kata Mutiara Sang Guru, oleh Khahlil Gibran)
Contoh 6:
…..………………..
Di luar sana, dibalik hutan, dusun-dusun memeras keringat membanting tulang. Tetapi semoga tidak terganggu oleh siapapun, semua jalan yang menuju telaga ditutup. Kesenangan memancing dan berburu itu hanya teruntuk mereka saja. Di sana-sini terlihat bekas-bekas perkemahan api unggun yang dicoba dinyalakan orang lain, tetapi mereka mematikannya dan mengusir orang lain itu.
(Dari: Telaga Segden, oleh Alexander Solzhenitsyn)