close

Pola Makalah Administrasi Berbasis Sekolah

Contoh Makalah Manajemen Berbasis Sekolah  Contoh Makalah Manajemen Berbasis Sekolah Di bawah ini yakni salah satu teladan makalah administrasi berbasis sekolah dengan judul: “Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Dalam Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan”. Referensi atau sumber bacaan makalah kami sertakan di simpulan pola makalah ini untuk telaah oleh masing-masing pembaca agar lebih mengembangkan bahasan makalah yang berhubungan dengan manajemen berbasis sekolah.

A. Pendahuluan

Munculnya Undang Undang (UU) No. 22 Tahun 1999 perihal otonomi daerah, serta UU. No. 25 perihal perimbangan keuangan sentra dan daerah yang membawa konsekuensi kepada bidang-bidang kewenangan tempat sehingga lebih otonom tidak terkecuali dalam bidang pendidikan. Otonomi daerah selaku kebijakan politik makro akan memberi efek terhadap otonomi sekolah sebagai sub metode pendidikan. Dengan adanya kebijakan tersebut maka pengelolaan pendidikan dilakukan secara otonom ialah dengan versi administrasi berbasis sekolah atau school based management.
 
Manajemen berbasis sekolah sendiri ialah sebuah konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka mengembangkan kualitas, efisiensi dan pemerataan pendidikan supaya dapat mengakomodasi harapan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang dekat antara sekolah, penduduk dan pemerintah.

MBS terlahir dengan dejumlah nama yang berbeda, ialah manajemen berbasis sekolah (school-based governance), manajemen mampu berdiri diatas kaki sendiri sekolah (school self-manegement), dan bahkan juga dikenal dengan school site management atau manajemen yang bermarkas di sekolah. Istilah-istilah tersebut memang memiliki pengertian dengan pengutamaan yang sedikit berlainan. Namun, nama-nama tersebut memiliki roh yang serupa, ialah sekolah diharapkan menjadi lebih otonom dalam pelaksanaan administrasi sekolahnya, utamanya dalam penggunakaan 3M (man, money, dan material).

Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah ini diberikan tidak lain dalam rangka kenaikan kualitas pendidikan. Oleh karena itu, maka Direktorat Pembinaan SMP menamakan MBS sebagai Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) (Mulyasa, 2002)

Sekolah yaitu bagian yang integral dari penduduk , dia bukan merupakan lembaga yang terpisah dari penduduk , hak hidup dan kelancaran hidup sekolah bergantung pada penduduk , sekolah adlah lembaga sosial yang berfungsi untuk melayani anggota2 penduduk dalam bidang pendidikan, pertumbuhan sekolah dan masyarkat saling berkolerasi, keduanya saling membutuhkan, Masyarakat ialah pemilik sekolah, sekolah ada karena masyarakat memerlukannya.

Beberapa materi yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:

  • Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
  • Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
  • Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah
  • Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah
  • Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Penerapan MBS

B. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-based management”. MBS ialah paradigma gres pendidikan, yang memperlihatkan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan penduduk ) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.

Menurut Edmond yang dikutip Suryosubroto ialah alternatif gres dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Nurcholis mengatakan Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah bentuk alternatif sekolah selaku hasil dari desentralisasi pendidikan (Nurkolis, 2003).

Secara lazim, administrasi kenaikan kualitas berbasis sekolah (MPMBS) dapat didefinisikan selaku versi manajemen yang menawarkan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara pribadi semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang renta siswa, dan penduduk ) untuk mengembangkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.

Lebih lanjut istilah administrasi sekolah kerap disandingkan dengan perumpamaan administrasi sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berlawanan; pertama, mengartikan administrasi lebih luas dari pada administrasi (manajemen merupakan inti dari administrasi); kedua, menyaksikan administrasi lebih luas dibanding manajemen (manajemen ialah inti dari manajemen); dan ketiga yang menganggap bahwa manajemen identik dengan administrasi.

Berdasarkan fungsi pokoknya, ungkapan manajemen dan manajemen mempunyai fungsi yang sama, yakni: merencanakan (rencana), mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), memantau (controlling), dan mengecek (evaluation). Gaffar (1989) mengemukakan bahwa manajemen pendidikan mengandung arti sebagai sebuah proses kolaborasi yang sistematik, sitemik, dan komprehensif dalam rangka merealisasikan tujuan pendidikan nasional (Mansur, 1989)

C. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah 

  • Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam megelola dan mempekerjakan sumber daya yang tersedia;
  • Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan lewat pengambilan keputusan bersama;
  • Meningkatkan tanggung jawab sekolah terhadap orang tua, penduduk , dan pemerintah ihwal kualitas sekolahnya; dan
  • Meningkatkan persaingan yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan diraih.
  Acuan Outline Ajuan Awal Inisiasi Kemitraan

Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari manajemen berbasis aktif yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta memberikan beberapa laba diantaranya:

  • Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah menenteng pengaruh eksklusif kepada penerima ajar, orang tua, dan guru.
  • Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya setempat.
  • Efektif dalam melaksanakan training akseptor ajar mirip kehadiran, hasil mencar ilmu, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, susila guru, dan iklim sekolah.
  • Adanya perhatian bareng untuk mengambil keputusan, mempekerjakan guru, manajemen sekolah, desain ulang sekolah, dan pergeseran penyusunan rencana.

D. Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah
 

Berdasarkan kondisi setempat, sekolah dapat mengembangkan kesejahteraan guru sehingga mampu lebih berfokus pada tugasnya;
Keleluasaan dalam mengurus sumberdaya dan dalam menyertakan penduduk untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme kepala sekolah, dalam peranannya sebagai manajer maupun pemimpin sekolah;
Guru didorong untuk berinovasi;
Rasa tanggap sekolah kepada keperluan lokal berkembangdan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan permintaan masyarakat sekolah dan akseptor latih.

E. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Di Amerika Serikat, pendekatan administrasi berbasis sekolah (school based management) bahu-membahu telah meningkat cukup lama. Pada 1988 American Association of School Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National Association of Secondary School Principals, mempublikasikan dokumen berjudul school based management, a strategy for better learning. Munculnya pemikiran ini dipicu oleh ketidakpuasan para pengurus pendidikan pada level operasional terkait dengan keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk mampu mengorganisir sekolah secara mandiri.

Di Indonesia, ide MBS timbul belakangan sejalan dengan pelaksanaan otonomi tempat selaku paradigma gres dalam pengoperasian sekolah. Selama ini, sekolah hanyalah kepanjangan tangan birokrasi pemerintah sentra untuk mengadakan persoalan politik pendidikan. Para pengurus sekolah sama sekali tidak memiliki banyak kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara mampu berdiri diatas kaki sendiri. Semua kebijakan wacana penyelenggaran pendidikan di sekolah lazimnya diadakan di tingkat pemerintah sentra atau sebagian di instansi vertikal dan sekolah cuma mendapatkan apa adanya.

Anggaran pendidikan mengalir dari pusat ke kawasan menelusuri akses birokrasi dengan terlalu banyak simpul yang masing-masing mengharapkan bagian. Tidak heran kalau nilai simpulan yang diterima di tingkat paling operasional sudah berkurang lebih dari separuhnya.

Kita cemas, jangan-jangan selama ini lebih dari separuh dana pendidikan bantu-membantu dipakai untuk hal-hal yang serupa sekali tidak atau kurang berurusan dengan proses pembelajaran di level yang paling operasional, sekolah.

MBS yaitu upaya serius yang rumit, yang menimbulkan aneka macam berita kebijakan dan melibatkan banyak lini kewenangan dalam pengambilan keputusan serta tanggung jawab dan akuntabilitas atas konsekuensi keputusan yang diambil. Oleh sebab itu, semua pihak yang terlibat perlu memahami benar pengertian MBS, manfaat, persoalan-masalah dalam penerapannya, dan yang paling penting yaitu pengaruhnya terhadap prestasi belajar murid (Mansur, 1989)

Manajemen berbasis sekolah dapat memiliki arti desentralisasi yang sistematis pada otoritas dan tanggung jawab tingkat sekolah dalam membuat keputusan atas masalah signifikan terkait penyelenggaraan sekolah dalam kerangka kerja yang ditetapkan oleh sentra terkait tujuan, kebijakan, kurikulum, patokan, dan akuntabilitas. Tampaknya pemerintah dari setiap negara ingin menyaksikan adanya transformasi sekolah. Transformasi diperoleh dikala perubahan yang signifikan, sistematik, dan berlanjut terjadi, menyebabkan hasil belajar siswa yang berkembangdi segala keadaan (setting), dengan demikian berkontribusi pada kemakmuran ekonomi dan sosial suatu negara. Manajemen berbasis sekolah selalu diusulkan selaku satu seni manajemen untuk meraih transformasi sekolah.

Manajemen berbasis sekolah telah dilembagakan di daerah-kawasan seperti Inggris, dimana lebih dari 25.000 sekolah sudah mempraktikkannya lebih dari satu dekade. Atau seperti Selandia Baru atau Victoria, Australia atau di beberapa sistem sekolah yang besar) di Kanada dan Amerika Serikat, dimana terdapat pengalaman sejenis selama lebih dari satu dekade. Praktik manajemen berbasis sekolah di kawasan-kawasan ini sepertinya tidak dapat dilacak mundur. Satu indikasi skala dan lingkup minat terhadap administrasi berbasis sekolah diagendakan pada Pertemuan Menteri-menteri Pendidikan dari Negara APEC di Chili pada April 2004. APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) merupakan satu jejaring 21 negara yang mengandung sepertiga dari populasi dunia. Tema dari konferensi ialah “mutu dalam pendidikan” dan manajemen merupakan satu dari empat sub tema. Perhatian khusus diarahkan pada desentralisasi. Para menteri sangat menyarankan (endorse) manajemen berbasis sekolah sebagai satu seni manajemen dalam reformasi pendidikan, tatapi juga menyepakati faktor-faktor sentralisasi, mirip kerangka kerja bagi akuntabilitas. Mereka mengakui bahwa pengaturannya akan bermacam-macam di masing-masing negara, yang merefleksikan keunikan tiap-tiap setting (Mansur, 1989)

Manajemen berbasis sekolah mempunyai banyak bayangan makna. Ia telah diimplementasikan dengan cara yang berlainan dan untuk tujuan berlawanan dan pada laju yang berlawanan di daerah yang berlainan. Bahkan rancangan yang lebih mendasar dari “sekolah” dan “manajemen” yakni berlawanan, mirip berbedanya budaya dan nilai yang melandasi upaya-upaya pembuat kebijakan dan praktisi. Namun demikian, alasan yang serupa di seluruh kawasan dimana manajemen berbasis sekolah diimplementasikan adalah bahwa adanya kenaikan otoritas dan tanggung jawab di tingkat sekolah, namun masih dalam kerangka kerja yang ditetapkan di sentra untuk menentukan bahwa satu makna metode terpelihara. Satu implikasi penting ialah bahwa para pemimpin sekolah harus memiliki kapasitas menciptakan keputusan kepada hal-hal signifikan terkait operasi sekolah dan mengakui dan mengambil bagian-unsur yang ditetapkan dalam kerangka kerja pusat yang berlaku di seluruh sekolah.

Sejak permulaan, pemerintah sentra dan kawasan seyogyanya suportif atas gagasan MBS. Mereka mesti mempercayai kepala sekolah dan dewan sekolah untuk memilih cara meraih target pendidikan di masing-masing sekolah. Penting artinya memiliki janji tertulis yang menyatakan tolok ukur yang hendak dipakai selaku dasar penilaian akuntabilitas sekolah. Setiap sekolah perlu menyusun laporan kinerja tahunan yang mencakup “seberapa baik kinerja sekolah dalam upayanya mencapai tujuan dan target, bagaimana sekolah menggunakan sumber dayanya, dan apa planning selanjutnya.”

Perlu diadakan pelatihan dalam bidang-bidang seperti dinamika golongan, pemecahan duduk perkara dan pengambilan keputusan, penanganan pertentangan, teknik presentasi, manajemen tertekan, serta komunikasi antarpribadi dalam kalangan. Pelatihan ini ditujukan bagi semua pihak yang terlibat di sekolah dan anggota masyarakat, utamanya pada tahap permulaan penerapan MBS. Untuk memenuhi tantangan pekerjaan, kepala sekolah kemungkinan besar membutuhkan pelengkap training kepemimpinan. Dengan kata lain, penerapan manajemen berbasis sekolah mensyaratkan yang berikut :

  1. MBS mesti mendapat pinjaman staf sekolah.
  2. MBS lebih mungkin berhasil jika diterapkan secara sedikit demi sedikit.
  3. Staf sekolah dan kantor dinas harus mendapatkan training penerapannya, pada ketika yang sama juga harus belajar beradaptasi dengan peran dan susukan komunikasi yang baru.
  4. Harus disediakan pertolongan budget untuk pembinaan dan penyediaan waktu bagi staf untuk bertemu secara terstruktur.
  5. Pemerintah sentra dan kawasan harus mengutus wewenang kepada kepala sekolah, dan kepala sekolah selanjutnya membuatkan kewenangan ini dengan para guru dan orang bau tanah murid.

Beberapa hambatan yang mungkin dihadapi dalam implementasi MBS ialah sebagai berikut :

  1. Tidak Berminat Untuk Terlibat; ada sebagian orang tidak mengharapkan kerja pelengkap selain pekerjaan yang sekarang mereka lakukan. Mereka tidak kepincutuntuk berpartisipasi dalam kegiatan yang berdasarkan mereka cuma menambah beban. Anggota dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk menimbang-nimbang aspek-faktor lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan budget atau tidak mau menawarkan waktunya untuk problem itu.
  2. Tidak Efisien; pengambilan keputusan partisipatif adakalanya menjadikan frustrasi dan kadang kala lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para anggota dewan sekolah mesti dapat melakukan pekerjaan sama dan memusatkan perhatian pada peran, bukan pada hal-hal lain.
  3. Pikiran Kelompok; sesudah beberapa ketika bareng , para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan kian kohesif. Di satu sisi memiliki efek konkret alasannya saling mendukung satu sama lain. Di segi lain, kohesivitas itu mengakibatkan anggota terlalu kompromis cuma sebab tidak merasa enak berlainan pertimbangan dengan anggota lainnya. Pada dikala inilah dewan sekolah mulai terserang “anggapan golongan.” Ini berbahaya alasannya adalah keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi kongkret.
  4. Memerlukan Pelatihan; Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum terlatih menerapkan versi yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki wawasan dan keahlian perihal hakikat MBS dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan lain-lain.
  5. Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru; Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sungguh terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang secara tiba-tiba kemungkinan besar akan mengakibatkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.
  6. Kesulitan Koordinasi; setiap penerapan versi yang rumit dan mencakup kegiatan yang bermacam-macam mewajibkan adanya kerjasama yang efektif dan efisien. Tanpa itu, aktivitas yang beragam akan berlangsung sendiri menjauh dari tujuan sekolah.
  Upaya Penanggulangan Pendidikan Bagi Pekerja Anak

F. Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Penerapan MBS

Konsep Manajemen Berbasis Sekolah menjadi kebijakan gres yang sejalan dengan paradigma desentraliasi dalam pemerintahan. Strategi apa yang diperlukan semoga penerapan MBS mampu benar-benar meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satu seni manajemen yakni menciptakan prakondisi yang aman untuk dapat mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah, yakni :

  • Peningkatan kapasitas dan janji seluruh warga sekolah, termasuk penduduk dan orang renta siswa. Upaya untuk memperkuat tugas kepala sekolah mesti menjadi kebijakan yang mengiringi penerapan kebijakan MBS. ”An essential point is that schools and teachers will need capacity building if school-based management is to work”. Demikian De grouwe menegaskan.
  • Membangun budaya sekolah (school culture) yang demokratis, transparan, dan akuntabel. Termasuk membiasakan sekolah untuk membuat laporan pertanggungjawaban terhadap masyarakat. Model memajangkan RAPBS di papan pengumuman sekolah yang dikerjakan oleh Managing Basic Education (MBE) ialah tahap permulaan yang sungguh faktual. Juga membuat laporan secara insidental berupa booklet, leaflet, atau poster ihwal rencana acara sekolah.
  • Pemerintah sentra lebih memainkan tugas monitoring dan penilaian. Dalam hal ini, pemerintah sentra dan pemerintah daerah perlu melaksanakan kegiatan bareng dalam rangka monitoring dan penilaian pelaksanaan MBS di sekolah, tergolong pelaksanaan block grant yang diterima sekolah.
  • Mengembangkan versi program pemberdayaan sekolah. Bukan sekedar melaksanakan training MBS, yang lebih banyak dipenuhi dengan pertolongan isu kepada sekolah. Model pemberdayaan sekolah berupa pendampingan atau fasilitasi dinilai lebih memperlihatkan hasil yang lebih konkret ketimbang acuan-acuan lama berupa penataran MBS (Depdiknas, 2001)

Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam manajemen berbasis sekolah dapat dilihat berdasarkan persyaratan-kriteria:

  • Sanggup mempekerjakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, tanpa gangguan, dan produktif.
  • Dapat menuntaskan peran dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
  • Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang cocok dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di sekolah.
  • Mampu menjalin kekerabatan yang harmonis dengan masyarakat sehingga mampu melibatkan mereka secara aktif dalam rangka merealisasikan tujuan sekolah dan pendidikan.
  • Bekerja dengan tim administrasi
  • Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan.

Manajemen kenaikan kualitas sekolah merupakan sistem peningkatan kualitas yang bertumpu pada sekolah itu sendiri, mengaplikasikan sekumpulan teknik, mendasarkan pada ketersediaan data kuantitatif dan kualitatif, serta pemberdayaan semua unsur sekolah untuk berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan kesanggupan organisasi sekolah guna memenuhi kebutuhan akseptor bimbing dan penduduk .

G. Penutup
Secara sederhana ditarik kesimpulan bahwa administrasi berbasis sekolah bukannya satu-satunya solusi yang akan menghantar pada cita-cita reformasi sekolah. Bila diimplementasikan dengan keadaan yg benar, manajemen berbasis sekolah menjadi satu dari sekian seni manajemen yang dipraktekkan dalam pembaharuan terus-menerus dengan taktik yang melibatkan pemerintah, penyelenggara, dewan manajemen sekolah dalam satu tata cara sekolah.

Daftar Bacaan

  • Depdiknas, 2001. Konsep dan Pelaksanaan dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Dikmenum.
  • Depdiknas, 2001. Panduan Monitoring dan Evaluasi dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Dikmenum.
  • Hasibuan, Malayu. 2003. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara.
  • Mansoer, Hamdan. 1989. Pengantar Manajemen. Jakarta: P2LPTK.
  • Mulyasa, E. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
  • Nurkolis, 2003. Manajemen Berbasis sekolah Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: Grasindo.
  • Suprihatin dkk, 2004. Manajemen Sekolah. Semarang: UPT UNNES Press.
  • Sonhadji, Ahmad. 2003. Modul Bahan-Bahan Kuliah Manajemen Strategik. Universitas Negeri Malang

Demikian secara sederhana kami sajikan pola makalah manajemen berbasis sekolah. Penyempurnaan makalah ini tentu diperlukan supaya kian berkaitan dengan kondisi terkini.