close

Philosophia

Keseimbangan Akal dan Hati Dua hal yang berbeda. Akal dan Perasaan. Akal memilki ranah tersendiri begitu juga dengan perasaan yang dekat dengan hati, akidah. Masing-masing memilki alat ukur sendiri untuk mengukur sesuatu. Masing-masing memilki standard yang berlawanan untuk satuan dan dimensinya untuk menilai sesuatu. Masing-masing tidak mampu dibohongi.

Banyak orang berkata bahwa barang siapa menginginkan kesuksesan maka gunakanlah hati dan pikiran secara seimbang. Dalam bersikap, bertutur kata, dan dalam mengambil keputusan hendaknya meminta pertimbangan dari akal maupun hati. Dengan pertimbangan nalar maka keputusan tersebut juga tidak akan melanggar kebenaran nalar, minimal akal kita sendiri. Dengan memakai hati, keputusan tersebut tidak akan bertentangan dengan hati seseorang, minimal hati kita sendiri. Mengapa hal ini mesti dikerjakan? Masing masing logika dan hati secara umum mengetahui suatu kebenaran lazim yang diakui bareng . Barangsiapa yang melanggar ketentuan nalar dan hati maka dia yaitu orang yang menentang nalar atau hati.

Pada zaman Aufklarung ( pencerahan ) di abad ke 18 seorang anak manusia bernama Immanuel Kant berpendapat tentang zaman pencerahan yakni zaman dimana manusia keluar dari kondisi tidak terpelajar balik. Manusia sudah berani untuk berfikir sendiri. Semula Kant dipengaruhi oleh rasionalisme Leibniz dan Woltf kemudian ia pun dipengaruhi empirisme Hume, selain juga nampak pula imbas Rousseou.
Keseimbangan nalar dan hati ini telah dicetuskan oleh Kant. Tujuan utama dari filsafat kritis Kant yakni untuk memberikan, bahwa manusia mampu memahami realitas alam (natural) dan tabiat dengan memakai akal budinya. Pengetahuan ihwal alam dan moralitas itu berpijak pada aturan-hukum yang bersifat apriori, yakni hukum-hukum yang sudah ada sebelum pengalaman inderawi. Pengetahuan teoritis tentang alam berasal dari hukum-hukum apriori yang digabungkan dengan aturan-aturan alam obyektif. Sementara wawasan etika diperoleh dari aturan tabiat yang sudah tertanam di dalam hati nurani manusia.

  Tahapan Klasifikasi Remaja – Awal, Pertengahan, Akhir

Kant menentang empirisme dan rasionalisme. Empirisme yaitu paham yang beropini, bahwa sumber utama pengetahuan manusia yaitu pengalaman inderawi, dan bukan logika kebijaksanaan semata. Sementara rasionalisme beropini bahwa sumber utama pengetahuan ialah akal budi yang bersifat apriori, dan bukan pengalaman inderawi. Bagi Kant kedua pandangan tersebut Kant juga berpendapat bahwa moralitas mempunyai dasar pengetahuan yang berlawanan dengan ilmu wawasan (science). Oleh sebab itu beliau kemudian menulis Groundwork of the Metaphysics of Morals pada 1785, dan Critique of Practical Reason pada 1788. Pada 1790 Kant menulis Critiqe of the Power of Judgment. Di dalamnya dia menyentuh bidang estetika.

Di dalam bagian pengirim dari Kritik atas Rasio Murni, Kant menyatakan bahwa “meskipun metafisika banyak dimaksudkan sebagai ratu dari ilmu-ilmu, tetapi rasionalitas metafisis kini dihadapkan pada sebuah pengadilan. Sekali lagi, “kita harus menelusuri kembali langkah-langkah yang telah kita rumuskan. Perdebatan di dalam refleksi metafisika telah menciptakan metafisika itu sendiri menjadi semacam medan peperangan, di mana setiap pihak yang berperang tidak berhasil menerima satu inci pun dari ‘teritori’ yang ada. Konsekuensinya metafisika sekarang ‘terombang ambing’ di antara dogmatisme dan skeptisisme. Metafisika sudah menjadi aliran spekulatif yang meraba-raba secara acak. haruslah dikombinasikan dalam satu bentuk sintesis filosofis yang sistematis.
Immanuel Kant berpikir lain. Pada Kant metafisika dipahami sebagai suatu ilmu tentang batas-batas rasionalitas insan. Metafisika tidak lagi hendak menyibak dan mengupas prinsip fundamental segala yang ada tetapi metafisika hendak pertama-tama menilik insan (human faculties) sebagai subjek pengetahuan.

Disiplin metafisika selama ini yang mengandaikan adanya korespondensi asumsi dan realitas sampai menafikkan kekurangan realitas manusia pada risikonya direvolusi total oleh Kant. Dalam diri insan, menurut Kant, ada fakultas yang berperan dalam menghasilkan wawasan adalah sensibilitas yang berperan dalam mendapatkan aneka macam kesan inderawai yang tertata dalam ruang dan waktu dan understanding yang mempunyai klasifikasi-kategori yang mengatur dan menyatukan kesan-kesan inderawi menjadi wawasan.

  Pemahaman Bibliokonseling Dan Cara Pelaksanaannya

Tulisan Kant yang paling permulaan cenderung pada metafisika rasionalistik.
Kaum rasionalis yakin bahwa dasar dari seluruh wawasan manusia ada di dalam fikiran. Sedangkan kaum empiris yakin seluruh wawasan ihwal dunia berasal dari pencerahan indrawi.

Kant berpendapat bahwa kedua pandangan itu sama sama benar separuh, tetapi juga sama sama salah separuh. Jadi baik indrawi maupun Akal sama sama memainkan peranan dalam konsepsi kita mengenai dunia.
Dengan adanya keseimbangan antara logika dan hati inilah bahu-membahu mengambarkan wacana akhlak. Moral ialah penunjang kesuksesan seseorang. Nabi Muhammad selaku tokoh dunia yang diakaui oleh orang baratpun pernah menyampaikan. “Jika engkau ingin berhasil maka adab yaitu kuncinya”.
Selanjutnya filsafat Kant ini disebut selaku filsafat transendental (transcendental Philosophy). Filsafat transendental yaitu filsafat yang memiliki masalah bukan untuk mengenali objek pengalaman melainkan bagaimana subjek (insan) mampu mengalami dan mengetahui sesuatu. Filsafat transendental itu tidak memusatkan diri dengan masalah mengenali dan menghimpun realitas kongkrit mirip contohnya pengetahuan wacana anatomi tubuh hewan, geografis, dll, melainkan bermasalah dengan mengetahui hukum-hukum yang mengatur pengalaman dan pemikiran insan perihal anatomi badan hewan, dll. Hukum-aturan itu oleh Kant disebut aturan apriori (aturan yang dikonstruksi akal budi insan) dan bukan aturan yang berdasarkan pengetahuan inderawi (aposteriori).

Dengan demikian metafisika gnoseologi Kant ini merupakan sebuah upaya untuk mereduksi realitas kongkrit (inderawi) pada realitas di dalam akal kecerdikan. Bahwa akal kecerdikan insan memiliki struktur-struktur wawasan perihal segala apa yang ada.
Dalam pandangan Kant, objek itu nampak hanya dalam klasifikasi subjek, jadi tidak ada cara lain kecuali mengetahuinya dengan struktur klasifikasi akal budi manusia. Sebenarnya aliran Kant ini berangkat dari pemahamanya wacana hakikat realitas atau neumena itu tidak pernah diketahui , yang kita ketahui itu gejalahnya. Sejauh objek itu saya lihat lantas segala yang dilihat itu masuk dalam nalar kecerdikan menjadi wawasan

  Kenali Sindrom Burn Out, Penyebab, Dan Cara Mengatasinya !!