close

Perniagaan Yang Tidak Akan Merugi

<=Perniagaan yang Tidak Akan Merugi=> Semua insan setuju, walaupun secara tidak tertulis, bahwa target mereka dalam setiap usaha yang mereka kerjakan yaitu meraih keberhasilan, menerima untung dan terhindar dari kerugiaan. Ironisnya, pada umumnya manusia cuma menerapkan hal ini dalam perjuangan dan permasalahan yang bersifat duniawi belaka, sedangkan untuk persoalan alam baka mereka hanya merasa cukup dengan ‘hasil’ yang pas-pasan dan seadanya. Ini ialah refleksi dari kuatnya dominasi hawa nafsu dan kecintaan terhadapa dunia dalam diri mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengisyaratkan keadaan mayoritas manusia ini dalam firman-Nya;
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ

“Mereka cuma mengetahui yang lahir (nampak) dari kehidupan dunia; sedang mereka ihwal (kehidupan) darul baka yakni gegabah.” (QS. ar-Ruum: 7).

Imam Ibnu Katsir berkata, “Arti (ayat ini): dominan insan tidak memiliki ilmu wawasan kecuali dalam (perkara-perkara yang berkaitan dengan) dunia, keuntungan-keuntungannya, problem-urusan dan semua hal yang berhubungan dengannya. Mereka sungguh jago dan bakir dalam usaha menjangkau (kesuksesan) dan cara-cara mengusahakan keuntungan duniawi, sedangkan untuk kemanfaatan (keberuntungan) di negeri alam baka mereka lalai (dan tidak paham sama sekali), seolah-seolah mereka mirip orang bodoh yang tidak memiliki nalar dan anggapan (sama sekali).” (Kitab Tafsir Ibnu Katsir, 3/560)

 bahwa target mereka dalam setiap usaha yang mereka lakukan adalah meraih kesuksesan Perniagaan yang Tidak Akan Merugi

Perniagaan Akhirat

Allah Subhanahu wa Ta’ala menamakan amalan-amalan shalih, lahir dan batin, yang disyariatkan-Nya untuk mencapai keridhaan-Nya dan menjangkau akibat kebaikan yang awet di alam baka nanti sebagai “tijaarah” (perniagaan) dalam banyak ayat al-Alquran.

Ini menawarkan bahwa orang yang menyibukkan diri dengan hal tersebut berarti beliau telah melaksanakan ‘perniagaan’ bersama Allah Ta’ala, sebagaimana orang yang mengambil bagian paling besar dari perniagaan tersebut maka dialah yang paling berpeluang mendapatkan laba yang besar. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ. تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ. يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kau Aku tunjukkan sebuah perniagaan yang mampu menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (adalah) kau beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya dengan harta dan jiwamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kau ke dalam nirwana yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke daerah tinggal yang bagus di surga ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar.” (QS. ash-Shaff: 10-12).

Imam asy-Syaukani berkata, “Allah menjadikan amalan-amalan (shalih) tersebut kedudukannya mirip ‘perniagaan’, karena orang-orang yang melakukannya akan meraih laba (besar) sebagaimana mereka meraih keuntungan dalam perniagaan (duniawi), keuntungan (besar) itu yakni masuknya mereka ke dalam surga dan selamat dari (siksa) neraka.” (Kitab Fathul Qadiir, 5/311).

Inilah ‘perniagaan’ yang paling agung, alasannya adalah menciptakan laba yang terbesar dan infinit kekal selamanya, inilah ‘perniagaan’ yang dengannya akan diraih semua keinginan kebaikan dan terhindar dari semua keburukan yang ditakutkan, inilah perniagaan yang terang lebih mulia dan lebih besar manfaatnya ketimbang perdagangan duniawi yang diburuoleh secara umum dikuasai insan. (Lihat kitab Tafsir Ibnu Katsir, 4/463).

Oleh alasannya itu, Allah Ta’ala menyifati ‘perniagaan’ mulia ini selaku perniagaan yang niscaya mujur dan tidak akan merugi. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman;

إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ. لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ

  Keseimbangan Dunia Dan Akhirat Sebagai Kunci Sukses

“Sesungguhnya, orang-orang yang selalu membaca kitab Allah (al-Alquran), mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan terhadap mereka, dengan diam-diam maupun terperinci-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan memperbesar terhadap mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Faathir: 30).

Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di berkata, “(Inilah) perniagaan yang tidak akan merugi dan binasa, bahkan (inilah) perniagaan yang paling agung, paling tinggi dan paling utama, (adalah) perniagaan (untuk mencari) ridha Allah, meraih balasan pahala-Nya yang besar, serta keselamatan dari kemurkaan dan sisaan-Nya. Ini mereka (raih) dengan mengikhlaskan (niat mereka) dalam menjalankan amal-amal (shalih) serta tidak menginginkan tujuan-tujuan yang buruk dan rusak sedikitpun.” (Kitab Taisiirul Kariimir Rahmaan, hal. 689).

Barang Dagangan/Perniagaan Allah Subhanahu wa Ta’ala Adalah Surga

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya barang dagangan Allah sangat tidak murah, dan ketahuilah bahwa barang dagangan Allah ialah nirwana.” (HR. at-Tirmidzi (no. 2450) dan al-Hakim (4/343), dinyatakan shahih oleh Imam al-Hakim dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi, serta dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Ash-Shahiihah, no. 954 dan 2335).

Barang dagangan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mahal dan mulia ini harganya adalah amalan shalih dan berkorban di jalan-Nya, sebagaimana yang Allah Subhanahu wa Ta’ala isyaratkan dalam firman-Nya;

وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلا

“Dan amalan-amalan yang abadi lagi saleh yaitu lebih baik pahalanya di segi Rabb-mu serta lebih baik untuk menjadi cita-cita.” (QS. al-Kahfi: 46).

Juga dalam firman-Nya;

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Sesungguhnya, Allah telah berbelanja dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memperlihatkan nirwana (selaku akibat) untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, kemudian mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Alkitab dan al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) dibandingkan dengan Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu kerjakan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. at-Taubah: 111) (Lihat kitab Tauhfatul Ahwadzi, 7/124 dan Fathul Qadiir, 6/123).

Imam Ibnu Katsir berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan (dalam ayat ini), bahwa Dia telah mengubah (berbelanja) dari hamba-hamba-Nya yang beriman jiwa dan harta mereka yang mereka curahkan di jalan-Nya dengan Surga (selaku harganya). Ini ialah (bagian) dari karunia, kebaikan dan kedermawanan-Nya, alasannya Dia menerima (untuk memberikan) ganti (harga) dari apa yang ialah milik-Nya, dengan (ganti yang berupa) anugerah yang dilimpahkan-Nya terhadap hamba-hamba-Nya yang (selalu) taat kepada-Nya. Oleh sebab itu, (Imam) Hasan al-Bashri dan Qatadah berkata (tetntang ayat ini), ‘Demi Allah, Dia sudah berjual-beli dengan mereka, kemudian Dia menimbulkan sangat mahal harga (yang mereka terima, ialah nirwana).’” (Kitab Tafsir Ibnu Katsir, 2/515).

Barang Dagangan yang Mahal Hanya untuk Pedagang dan Pembeli Kelas Tinggi

Barang barang jualan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sangat mulia dan mahal ini, adalah Surga, cuma pantas ‘diperdagangkan’ dan ‘dibeli’ oleh para pedagang dan pembeli ‘kelas tinggi’, yakni mereka yang siap mencurahkan segenap keseriusan dan perjuangan mereka, dengan jiwa, raga dan harta, untuk meraih kesempurnaan doktrin dan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

  Antara Puasa, Keikhlasan Dan Etos Kerja

Merekalah orang-orang ‘kelas tinggi’ dalam arti yang sesungguhnya, alasannya mereka siap berjuang dan mengorbankan segala yang mereka miliki untuk menyanggupi ‘selera mereka yang tinggi’, adalah selera untuk mendapatkan akhir yang tinggi, yaitu Surga. Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati Surga dalam al-Alquran dengan firman-Nya;

فِي جَنَّةٍ عَالِيَةٍ

“Di dalam Surga yang sangat tinggi.” (QS. al-Ghaasyiah: 10).

Demikian juga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyifati Surga Firdaus dalam sabda dia, “Jika kalian memohon (Surga) terhadap Allah, maka mintalah (Surga Firdaus), itulah Surga yang paling di tengah dan paling tinggi, dan atapnya ialah Arsy (Allah Subhanahu wa Ta’ala) Yang Maha Pemurah.” (Hadits shahih riwayat al-Bukhari, no. 2637 dan 6987).

Bukankah dengan ini mereka patut disebut sebagai orang-orang yang mempunyai ‘selera tinggi’? Sebagaimana orang-orang yang menjadikan dunia selaku sasaran utama dalam hidup mereka, patut disebut selaku orang-orang yang memiliki ‘selera rendah’ sesuai dengan kerendahan dan kehinaan dunia itu sendiri.

Imam ‘Abdur Rauf al-Munawi berkata, “Dunia itu dinamakan ‘dunia’ (secara bahasa mempunyai arti yang rendah/ akrab), alasannya kedekatannya (cepat berakhirnya) dan kerendahannya (kehinaannya).” (Kitab Faidhul Qadiir, 3/544).

Oleh alasannya itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan sifat utama yang ada pada penghuni Neraka adalah senantiasa mengutamakan kehidupan dunia yang rendah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;

فَأَمَّا مَنْ طَغَى وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى، وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى

“Adapun orang-orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka bahwasanya nerakalah tempat tinggal(nya). Adapun orang-orang yang takut terhadap kebesaran Rabb-nya dan menahan diri dari cita-cita hawa nafsunya, maka bahwasanya surgalah kawasan tinggal(nya).” (QS. An-Naazi’aat: 37-41).

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari ‘selera yang rendah’ ini, sebagaimana dalam doa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam;

ولا تَجْعَلِ الدُّنْيا أَكْبَرَ هَمِِّنا ولا مَبْلَغَ عِلْمِنَا

“(Ya Allah) janganlah Engkau jadikan dunia (harta dan kedudukan [lihat kitab Tuhfatul Ahwadzi, 9/334]) selaku target utama kami dan puncak dari pengetahuan kami.” (HR. at-Tirmidzi (no. 3502), dinyatakan hasan oleh Imam at-Tirmidzi dan Syaikh al-Albani).

Imam Ibnul Qayyim berkata, “Barangsiapa yang bercita-cita untuk (menjangkau) kasus-masalah yang tinggi, maka wajib baginya untuk menekan besar lengan berkuasa kecintaan terhadap kasus-masalah yang rendah (dunia).” (KitabMiftaahu Daaris Sa’aadah, 1/108).

Sikap inilah yang ditunjukkan oleh shahabat yang mulia, Shuhaib bin Sinan radhiallahu ‘anhu, saat beliau berhijrah dari Mekkah ke Madinah, yang untuk itu beliau mesti menyerahkan harta dan emas berlimpah yang beliau miliki kepada orang-orang kafir Quraisy, supaya mereka tidak membatasi hijrah ia ke Madinah. Sehingga saat beliau sudah hingga kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah mengenali insiden tersebut menurut info dari Malaikat Jibril’alaihis salam, waktu itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan kabar gembira kepadanya dengan bersabda, “Wahai Abu Yahya, (sungguh) telah mujur perniagaanmu“, ia shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkannya sebanyak tiga kali.” (HR.al-Hakim (8/31) dan ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabir, no. 7296, dinyatakan shahih oleh Imam al-Hakim dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi).

Kemuliaan dan Keutamaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala Sesuai dengan Kesungguhan Manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

“Dan orang-orang yang berjuang dengan betul-betul untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami berikan hidayah kepada mereka (dalam menempuh) jalan-jalan Kami. Dan sebetulnya Allah betul-betul beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. al- ‘Ankabuut: 69).

  Hak Dan Keharusan Bersama Suami Istri

Imam Ibnu Qayyim dikala mengomentari ayat di atas, beliau berkata, “(Dalam ayat ini), Allah Subhanahu wa Ta’ala menggandengkan hidayah (dari-Nya) dengan usaha dan kesungguhan (manusia), maka orang yang paling tepat (mendapatkan) hidayah (dari Allah Ta’ala) yakni orang yang terbesar usaha dan kesungguhannya.” (Kitab Al-Fawa-id, hal. 59).

Tidak terkecuali dalam hal ini, untuk menjangkau keuntungan besar dalam perdagangan alam baka tentu sangat diperlukan perjuangan dan keseriusan. Kesungguhan dalam memahami petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengamalkannya untuk meraih ridha-Nya. Inilah jalan untuk mencapai laba yang tinggi dan mulia dalam jual beli alam baka, yakni nirwana yang sarat dengan banyak sekali macam kenikmatan besar yang “belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga dan belum pernah terlintas dalam pikiran manusia.” (Sebagaimana dalam hadits qudsi riwayat Imam al-Bukhari, no. 4501 dan Muslim, no. 2824).

Seorang penyair mengungkapkan hal ini dalam bait syairnya,
Maka katakanlah terhadap mereka yang mengharapkan kasus-perkara (balasan) yang tinggi
Tanpa kesungguhan/usaha (memiliki arti) kamu menginginkan sesuatu yang mustahil (kau dapatkan)

Inilah makna yang diisyaratkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Orang yang berjihad/ berjuang dengan betul-betul (yang sesungguhnya) –dalam riwayat lain: jihad/ usaha yang paling utama– yakni orang yang berjuang dengan sungguh-sungguh untuk menundukkan hawa nafsunya di jalan Allah –dalam riwayat lain: dalam ketaatan terhadap Allah –” (HR. at-Tirmidzi (no. 1621), Ahmad (6/21,22), Ibnu Hibban (no. 4862), dinyatakan shahih oleh Imam At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Syaikh al-Albani).

Nasehat dan Penutup

Inilah perniagaan darul baka dan perniagaan dunia, dan inilah perbandingan antara keduanya, manakah yang akan anda pilih? Allah Ta’ala berfirman;

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاها قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا

“Dan (demi) jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan terhadap jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan, Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu (dengan ketakwaan), dan bahu-membahu merugilah orang yang mengotorinya (dengan kefasikan).” (QS. asy-Syams: 7-10).

Kehidupan dunia yang kita jalani, hakekatnya yaitu pertaruhan diri kita untuk membawanya kepada jalan kebaikan atau kebinasaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; “Setiap insan melaksanakan (kehidupannya) dan menjual (mempertaruhkan) dirinya, maka (ada orang) yang membebaskan (menyelamatkan) dirinya dan (ada pula) yang membinasakannya.” (Hadits shahih riwayat Muslim, no. 223).

Imam an-Nawawi berkata, “Makna hadits ini adalah setiap insan mengusahakan (mempertaruhkan) dirinya, di antara mereka ada yang menjualnya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan (menetapi) ketaatan kepada-Nya, maka dialah yang membebaskan (menyelamatkan) dirinya dari siksa (neraka yang sangat pedih), dan di antara mereka ada yang menjualnya untuk syaitan dan hawa nafsunya dengan menuruti (seruan) keduanya, maka dialah yang membinasakan dirinya.” (Kitab Syarhu Shahiihi Muslim, 3/102).

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan tulisan ini berguna untuk memotivasi kita biar semangat dan rajin mengejar keuntungan mulia dalam jual beli akhirat yang tidak akan merugi.

Dan biar Dia senantiasa membuat lebih mudah taufik-Nya bagi kita untuk meraih keridhaan-Nya dan semua kedudukan yang mulia dalam agama-Nya, bekerjsama Dia Maha Dekat, Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين