A. Pemberian Tugas
1. Pengertian Pemberian Tugas
Kegiatan interaksi pembelajaran harus selalu ditingkatkan efektivitas dan efesiensinya. Dengan banyaknya aktivitas pembelajaran di sekolah, dalam perjuangan meningkatkan mutu dan frekuensi isi pelajaran, maka sungguh menguras waktu siswa untuk melakasanakan acara berguru. Untuk menanggulangi kondisi tersebut guru perlu menunjukkan peran-peran. Menurut Roestiyah NK (2001:133) mengatakan : “Teknik pemberian peran atau resitasi umumnya digunakan dengan tujuan agar siswa mempunyai hasil berguru yang lebih mantap, alasannya adalah siswa melaksanakan latihan-latihan selama melaksanakan peran, sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu dapat lebih terintegrasi”. Searah dengan itu Inne Ibrahim dan Nana Syaodih S. (2003:107) bahwa : “Metode sumbangan peran dimaksudkan untuk memberi peluang kepada siswa melaksanakan tugas atau aktivitas yang berafiliasi dengan pelajaran mirip melakukan soal-soal, mengumpulkan kliping, dan sebagainya”.
Dari pendapat di atas bahwa perlindungan tugas adalah cara yang diberikan oleh guru untuk merangsang anak didik aktif berguru melaksanakan latihan-latihan agar hasil mencar ilmu lebih baik. untuk lebih memantapkan pengusaan kepada bahan yang sudah disampaikan, maka siswa diberikan peran, contohnya membuat kesimpulan atau generalisasi dari hasil penyampaian atau mengerjakan pekerjaan rumah.
2. Pelaksanaan Pemberian Tugas
Sebelum guru menunjukkan tugas terhadap siswa, guru harus mempertim- bangkan penggunaan sistem ini. Apakah peran-tugas itu masuk akal diberikan, apakah memberatkan siswa, apakah siswa mampu melaksanakannya atau ada kemungkinan-kemungkinan lain yang mengusik siswa dalam menjalankan tugas-peran yang diberikan. Untuk itu Roestiyah NK (2001:136) bahwa dalam pelaksanaan sumbangan tugas guru perlu mengamati tindakan selaku berikut :
a. Merumuskan tujuan khusus dari tugas yang diberikan.
b. Mempertimbangkan benar-benarapakah penyeleksian teknik resitasi itu telah mampu mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
c. Guru perlu merumuskan tugas-tugas dengan jelas dan mudah diketahui.
Dari pertimbangan diatas, guru dalam menggunakan teknik ini supaya sasarannya mampu tercapai, maka perlu memikirkan apakah tujuan yang mau di capai dengan peran cukup jelas. Untuk itu Nursid Sumaatmadja (1984:110) dalam memperlihatkan tugas, guru dalam merumuskan tujuan yang jelas ialah:
a. Merangsang untuk bekerja lebih baik, memupuk tanggung jawab, inisiatif dan berdidri sendiri.
b. Membengkitkan minat siswa untuk mengisi waktu luasng dengan kegiatan sekolah.
c. Memperkaya pengalaman-pengalaman sekolah dengan kegiatan-kegiatan di luar sekolah.
d. Memperkuat hasil berguru di sekaolah dengan latihan-latihan berguna, penting dan terintegrasi.
Setelah siswa memahami tujuan dan makna tugas, maka siswa akan melakukan peran dengan berguru sendiri dengan tujuan-tujuan yang telah digariskan dari klarifikasi guru. Dalam proses ini guru perlu mengatur pelaksanaan peran, lebih-lebih pada dikala tugas yang dilaksanakan di sekolah. Jika peran yang dilakukan oleh siswa tidak cocok dengan tujuan yang telah dirumuskan, maka guru mampu mem berikan bentuk peran lain, agar apa yang dibutuhkan dapat tercapai. Dalam pelaksanaan metode ini guru mampu memperlihatkan peran berupa santunan tugas dalam proses pembelajaran dan perlindungan tugas di rumah.
3. Pemberian Tugas dalam Proses Pembelajaran
Bentuk-bentuk peran yang dapat diberikan pada pekerjaan sekolah maupun pekerjaan rumah dapat dibedakan ke dalam dua bagian, adalah peran perorangan dan peran kalangan. Menurut Nursid Sumaatmadja (1984:111) bahwa: “Tugas perorangan lebih ditekankan terhadap pembinaan kognitif-afektif-psikomotor siswa secara perorangan”. Sedangkan menurut Nana Sudjana (1996:86) bahwa : “Tugas kalangan lebih menekankan kegiatan mencar ilmu siswa secara bareng dalam golongan sehingga berbagi kekerabatan sosial dalam pemecahan persoalan belajar”.
Dari pertimbangan di atas berdasarkan S. Nasution (2000:119) bahwa sifat-sifat peran individual ini ialah :
1. Self-Intructive
Tugas ini umumnya di cetak atau distensil. Anak-anak harus membaca sendiri isyarat atau petunjuk-isyarat wacana cara melaksanakan peran itu, sedapat mungkin tanpa derma dari pihak guru, jadi menurut maximum self help, yaitu membantu diri secara maksimal.
2. Self-Corrective
Artinya berisi tanggapan sehingga anak itu mampu menilik pekerjaannya sendiri dan dengan demikian mengetahui hasil belajarnya. Anak mampu memperbaiki kesalahannya sendiri.
Tugas individual di atas siswa dituntut menurut kesanggupan dan kerajinan masing-masing. Sungguhpun demikian, peran perorangan ini siswa di beri kesempatan untuk berdialog dengan siswa lain, namun tetap tugas yang mesti diselesaikannya bersifat individual. Langkah langkah yang mesti di tempuh oleh guru dalam dukungan peran individual ini menurut Nana Sudjana (1996:83) yaitu :
a. Berdasarkan tujuan dan bahan yang sudah disiapkan sebelumnya (pada satpel), guru menjelaskan tujuan pengajaran yang harus diraih siswa (TIK) dan cara siswa mencar ilmu dengan model mengajar perorangan.
b. Guru menerangkan materi pengajaran secara sistematis dan logis. Pokok bahan iytu di tulis di papan tulis. Beri kesempatan terhadap siswa untuk mengajukan pertanyaan sampai bahan tersebut dikuasai betul oleh para siswa (tugas tanpa materi). Bagikan materi atau sumber belajar, contohnya buku pelajaran atau buku modul untuk dipelajari oleh siswa. Jika tidak ada buku sumber, bahan itu di buat oleh guru secara tertulis agar mampu dipelajari siswa (peran dengan bahan).
c. Bagikan lembaran kerja untuk setiap siswa. Lembaran kerja berisi peran-peran ataupun soal-soal yang bersumber dari materi yang sudah dijelaskan oleh guru atau dipelajari siswa. Tugas atau soal lazimnya berisi pertanyaan ingatan dan atau fikiran, membuat atau mencari teladan-pola dari setiap desain yang telah dipelajari, aplikasi dari desain dalam pemecahan dilema, menciptakan diagram (grafik)atau uraian tentang rancangan yang telah dipelajarinya, menciptakan ikhtisar (rangkuman) dari bahan, dan lain-lain. Jika kerja tidak tertulis oleh para siswa pada buku mereka masing-masing. Lembaran kerja dikerjakan oleh setiap siswa secara perorangan.
d. Guru memantau dan memeriksa kegiatan belajar siswa dalam melaksanakan lembaran kerja, sekaligus memberi tunjangan, kode bagi siswa yang memerlukannya.
e. Setelah tamat, diperiksa gotong royong dengan cara menukar pekerjaan dengan sahabat lain, kemudian guru menerangkan setiap jawabannya.
f. Kekeliruan dan kesalahan jawaban diperbaiki oleh setiap siswa. Jika ada yang belum terperinci, guru memberi potensi bertanya kepada siswa tugas-tugas mana yang masih perlu penjelasan lebih lanjut. Hasil pekerjaan siswa dijadikan materi evaluasi guru.
g. Akhiri pelajaran dengan menawarkan peran-tugas pekerjaan rumah, baik yang berkenaan dengan bahan yang telah dipelajari atau dengan bahan yang akan dipelajari berikutnya.
Dari usulan di atas bahwa tata cara santunan peran sekolah secara inividual ini lazimnya lebih efektif, alasannya siswa dihadapkan terhadap peran-tugas dan pekerjaannya masing-masing. Kelas lebih tertib dan sederhana, tak perlu mengubah posisi tempat mirip pada peran sekolah yang berupa kelompok.
Selain peran individu, pekerjaan sekolah dapat diberikan dalam bentuk pekerjaan kelompok. Karena kelas di bentuk ke dalam kalangan-kelompok maka pengelompokan siswa perlu pertimbangan-pendapattertentu. Menurut Nana Sudjana (1996:86) adalah :
a. Siswa selaku individu memiliki kesanggupan yang berlainan satu sama lain. Perbedaan ini harus diupayakan supaya tidak menjadikan efek psikologis bagi siswa yang prestasina rendah. Melalui berguru golongan diperlukan perbedaan-perbedaan kemampuan dan prestasi yang dicapainya bisa ditingkatkan alasannya adalah dapat menemukan info aksesori dari kelompoknya. Ia bisa belajar dari sobat kelompoknya.
b. Siswa sebagai makhluk sosial memiliki dorongan yang berpengaruh untuk menampilkan keakuannya di depan orang lain, dan memiliki kebutuhan untuk berkomunikasi dengan orang lain, dan mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Melalui diskusi golongan, keakuan dan keperluan tersebut dapat disalurkan bahkan diarahkan kepada kreativitas berguru sesuai dengan kapasitasnya.
c. Tidak semua dilema berguru mampu dipecahkan sendiri sehingga diharapkan sumbangan dan usulan orang lain. Pemecahan masalah oleh banyak orang akan lebih tepat dan akurat dibandingkan dengan pertimbangan sendiri.
d. Proses dan hasil mencar ilmu yang diperoleh dari diskusi kelompok lebih kaya dan komprehensif. Siswa memperoleh potensi untuk berguru berbicara mengemukakan pendapatnya, berguru menghargai pendapat orang lain, toleransi sosial, keberanian mengatakan merespon pendapat orang lain, mencar ilmu dasar-dasar berorganisasi dan lain-lain.
e. Penggunaan diskusi golongan dapat dilaksanakan di dalam kelas atau di luar kelas untuk melaksanakan tugas sekolah. Dengan demikian bisa membantu para siswa menyelesaikan tugas dan permintaan belajarnya.
Keberhasilan menawarkan tugas golongan kepada siswa sangat bergantung pada duduk perkara yang di angkat oleh guru. Masalah harus bersumber dari materi pelajaran supaya relevan dengan pencapaian tujuan pembelajaran, sesuai dengan tingkat pemahaman siswa. Adapun jenis peran golongan yang mampu dipakai oleh guru yakni :
a. Tugas Kelompok di dalam Kelas
Tugas kalangan di dalam kelas ialah aktivitas yang diberikan oleh guru dan dilakukan di dalam kelas. Tugas kelompok di dalam kelas, biasanya berupa diskusi kalangan. Menurut Nana Sudjana (2000:79) bahwa: “Diskusi yaitu tukar menukar infomasi, pertimbangan dan komponen pengalaman secara terstruktur dengan amaksud untuk menerima pemahaman bersama yang lebih terperinci dan teliti wacana sesuatu, atau untuk merencanakan dan merampungkan keputusan bareng ”. Sejalan dengan itu JJ. Hasibuan dan Ibrahim (1991:98) mengatakan: “Diskusi adalah sebuah percakapan atau pembicaraan antara dua orang atau lebih”.
Dari pertimbangan di atas mampu ditarik kesimpulan bahwa diskusi yakni tukar menukar informasi secara terencana antara beberapa orang. Diskusi selalu terjadi dalam kalangan, baik kelompok besar maupun golongan kecil. Sesuai dengan penggunaan dalam proses pembelajaran, maka diskusi kelompok harus menyanggupi syarat-syarat tertentu. Menurut Hasibuan J.J. dan Ibrahim (1991:99) syarat-syarat tersebut yaitu :
1) Melibatkan golongan anggotanya berkisar antara 3-9 orang.
2) Berlangsung dalam interaksi secara bebas (tidak ada tekanan atau paksaan) dan pribadi, artinya semua anggota golongan mendapat potensi untu saling beradu pandang dan dan saling mendengar serta berkomunikasi satu dengan lainnya
3) Mempunyai tujuan tertentu yang hendak di capai dengan kolaborasi antara anggota golongan.
4) Berlangsung berdasarkan suatu proses yang terstruktur dan sistematis menuju suatu kesimpulan.
Dari usulan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa diskusi golongan dalam proses pembelajaran adalah sebuah proses percakapan yang terstruktur yang melibatkan kelompok siswa dalam interaksi tatap tampang yang bebas dan terbuka dengan tujuan menyebarkan informasi dan pengalaman serta mengambil keputusan bersama.
Menurut Masnur dan Nur Hasanah (1992:86) ada tiga bentuk diskusi yang dilakukan di kelas, yakni:
1) Pertemuan untuk memecahkan duduk perkara sosial, yang berkenaan dengan duduk perkara-duduk perkara tingkah laku sosial. Siswa berusaha membagi tanggung jawab berguru dan bertingkah laku dengan memecahkan problem-dilema mereka di dalam kelas.
2) Pertemuan terbuka (opended meeting). Siswa di minta mendiskusikan masalah-masalah yang bertalian dengan hidup mereka dan yang mungkin pula bertalian dengan kurikulum kelas.
3) Pertemuan diagnostik kependidikan, yang bekerjasama eksklusif dengan apa yang sedang dipelajari di kelas itu.
Dari pertimbangan di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk diskusi yang dilaksanakan bermaksud untuk membantu siswa mengalami tingkah laku sesuai dengan tujuan, sehingga mereka lebih responsif terhadap lingkungannya.
Kegiatan diskusi mampu berjalan secara efektif harus didahului perencanaan dan persiapan yang matang. Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum guru menawarkan tugas diskusi kelompok menurut JJ. Hasibuan dan Ibrahim (1991:103) yaitu:
1) Pemilihan topik.
2) Perumusan problem.
3) Penyiapan isu pendahuluan.
4) Penyiapan diri sebaik-baiknya sebagi pemimpin diskusi.
5) Penetapan besar kelompok.
6) Pengaturan tempat duduk.
Dari pendapat di atas mampu ditarik kesimpulan bahwa penyusunan rencana dan antisipasi diskusi akan mempengaruhi pelaksanaan diskusi kalangan tersebut. Selanjutnya JJ. Hasibuan dan Ibrahim (1991:105) kembali menegaskan bahwa :
Setelah penyusunan rencana dan persiapan dikerjakan maka guru selaku pemimpin diskusi golongan, perlu mempunyai keterampilan, yaitu:
1) Memusatkan perhatian.
2) Memperjelas problem atau urunan usulan.
3) Menganalisis persepsi siswa.
4) Meningkatkan urunan siswa.
5) Menyebarkan kesempatan ikut serta.
6) Menutup diskusi.
Dari usulan di atas maka dalam melakukan diskusi yang ialah peran golongan yang dilaksanakan di dalam kelas, guru mesti melaksanakan dengan baik apa yang menjadi tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam menunjukkan peran kepada siswa pastinya guru dapat menyaksikan kebaikan dan kelemahan dalam tunjangan peran tersebut. Kebaikan dan kelemahan bantuan peran kelompok di dalam kelas ini berdasarkan Masnur dan Nur Hasanah (1992:88), ialah :
1) Kebaikan tugas golongan di dalam kelas.
a) Guru bebas melakukan dan menawarkan tunjangan terhadap siswa.
b) Melibatkan siswa secara pribadi dalam proses belajar.
c) Menyediakan peluang kepada siswa untuk ikut serta.
d) Siswa yang berperan serta dalam sebuah tugas mampu membuatkan rasa percaya diri (self confidence).
e) Membantu siswa menyadari bahwa pemecahan sebuah masalah yakni berkat sumbangan orang lain.
f) Pengumpulan dan pemusatan isu bersumber dari para anggota kelompok yang berbeda-beda latar belakang dan pengalamannya.
g) Tugas ini memperlihatkan akomodasi untuk mencapai tujuan-tujuan sosial di sekolah.
h) Mendorong siswa mempraktekkan proses-proses intelektual.
i) Tugas ini mampu digunakan secara beragam.
j) Tugas ini menuntut perilaku saling memberi dan menerima unutk membantu siswa untuk mengetahui dan mempersiapkan diri untuk berperan dalam penduduk .
k) Menyediakan kesempatan terhadap siswa dan guru untuk menyebarkan kekerabatan antar insani yang efektif.
l) Memperluas kemandirian intelektual siswa dan tidak bergantung pada pendapat guru saja.
2) Kelemahan peran Kelompok di kelas.
a) Tugas ini tidak menjamin dalam mengambil keputusan.
b) Tugas ini tidak mampu diramalkan.
c) Tugas ini tidak akan berfungsi dengan baik bila penerima dalam golongan tidak mempunyai latar belakang kemampuan umum.
d) Tugas ini memerlukan pengaturan fisik.
b. Tugas Kelompok di Luar kelas
Tugas kelompok di luar kelas merupakan aktivitas yang diberikan oleh guru dan dijalankan di luar kelas. Tugas golongan di luar kelas mampu berupa observasi kelompok. Menurut Masnur dan Nur Hasanah (1992:92) bahwa: “Penelitian golongan ialah aktivitas sekelompok siswa yang di organisasi untuk melaksanakan studi. Mereka di pilih atau ditempatkan oleh guru, bekerja sama dalam rangka menjawab atau memecahkan sebuah masalah”. Sedangkan Nana Sudjana (2000:82) bahwa: “Penelitian kelompok yakni bekerja dalam situasi kelompok untuk menemukan suatu problem”.
Dari pendapat di atas mampu ditarik kesimpulan bahwa penelitian kalangan ialah sebuah kegiatan yang diberikan oleh guru untuk menemukan atau pemecahan dilema. Penelitian kelompok merupakan peran golongan yang diberikan oleh guru untuk dikerjakan atau dikerjakan atau di luar sekolah. Untuk itu dasar pengelompokan mesti sesuai dengan kondisi siswa, semoga pelaksanaan akan dapat terkoordinir secara tepat. Menurut Nana Sudjana (2000:82) golongan bisa di buat menurut :
1) Perbedaan individual dalam kemampuan belajar, terutama bila kelas itu sifatnya heterogen dalam berguru.
2) Perbedaan minat belajar, di buat kelompok yang terdiri atas siswa yang punya minat yang serupa.
3) Pengelompokan berdasarkan jenis pekerjaan yang diberikan.
4) Pengelompokan atas dasar wilayah kawasan tinggal siswa.
5) Pengelompokan secara random atau lotre.
6) Pengelompokan atas dasar jenis kelamin.
Dari pernyataan di atas, sebaiknya kalangan satu dengan kelompok lain harus sebanding, baik dari segi kesanggupan belajar maupun jenis kelamin. Penelitian golongan intinya yaitu suaru proses alami semenjak jaman dahulu dan dan dipraktekkan dalam proses pembelajaran.
Dalam melaksanakan penelitian kelompok mesti diamati teknik pelaksanaaan penelitian kalangan. Menurut Masnur dan Nur Hasanah (1982:95) bahwa teknik pelaksanaan penelitian golongan yaitu :
1) Guru memilih sebuah topik yang dipelajari oleh kelas yang bersumber dari suatu bidang studi tertentu.
2) Guru dan siswa merinci topik yang akan dipelajari, menjadi sub topik atau problem.
3) Kelas dibagi menjadi beberapa golongan sesuai dengan masalah
4) Tiap golongan melakukan aktivitas penelitian (investigation) di pimpin oleh ketua kalangan melalui tahap-tahap:
a) Perencanaan.
b) Pengumpulan infomasi.
c) Mengorganisasi berita.
d) Merangkum.
5) Pada waktu kalangan berguru/melaksanakan, guru mesti berkunjung atau melihat tiap-tiap kalangan.
6) Setiap golongan menunjukkan laporan kepada kelas.
7) Menyimpulkan hasil observasi semua golongan.
Dari pertimbangan di atas maka untuk mencapai hasil yang bagus dari pelaksanaan penelitian kelompok pemecahan persoalan dapat di pandang sebuah unit di pecahkan bareng dan dilakukan tolong-menolong pula. Penelitian golongan tidak sama dengan pengajaran kelompok kecil. Pengajaran kalangan kecil pada hakikatnya yakni pengajaran perorangan, di mana guru menggunakan macam-macam taktik mengajar. Sedangkan observasi golongan menuntut contoh tingkah laris guru ang membantu siswa melaksanakan tujuan-tujuan koordinasi kalangan.Dari pendapat di atas mampu ditarik kesimpulan bahwa dalam menunjukkan tugas golongan di dalam kelas tidak senantiasa efektif karena para siswa harus ikut serta dalam melakukan peran yang diberikan oleh guru.
4. Pemberian Tugas di Rumah
Melihat terbatasnya waktu proses pembelajaran dan banyaknya bahan yang mesti diberikan terhadap siswa, maka guru bisa memberikan pekerjaan rumah terhadap siswa. Pekerjaan rumah ialah salah satu tata cara perlindungan tugas oleh guru. Sama halnya dengan pekerjaan sekolah, pekerjaan rumah dapat dikerjakan secara individu maupun secara golongan. Kelebihan dari tugas ini, siswa mempunyai waktu yang banyak sehingga lebih leluasa untuk mnengerjakannya. Menurut Nursid Sumaatmadja (1984:111) jenis peran yang dapat diberikan yaitu :
1) Menjawab pertanyaan dan memecahkan duduk perkara secara perorangan.
2) Menyusun karya tulis baik secara individual maupun kelompok.
3) Membuat laporan kunjungan ke aneka macam obyek yang dijalankan secara individual ataupun kalangan.
4) Membuat laporan buku secara individual.
5) Mengumpulkan artikel-postingan dari majalah dan surat kabar secara perorangan.
6) Membuat media pelajaran yang sederhana yang berkenaan dengan pengajaran, baik secara perorangan maupun kalangan.
Dari pertimbangan di atas, bahwa secara garis besar dukungan tugas berupa pekerjaan rumah harus menyaksikan waktu untuk mengerjakannya, sehingga apa yang diharapkan dari peran tersebut dapat tercapai dengan baik.
5. Kelebihan dan Kelemahan Metode Pemberian Tugas.
Setelah siswa simpulan menjalankan peran, maka mereka harus membuat laporan yang bentuknya sudah diadaptasi dengan tujuan tugas. Guru mesti memiliki kebenaran hasil pekerjaan tersebut, utamanya menghindari terjadinya penipuan, peniruan dan pengupahan peran oleh orang lain. Penyimpangan yang demikian itu, mesti mampu di cegah sedini mungkin. Guru harus mampu memeriksa pekerjaan siswa akibat tunjangan peran tersebut.
Dalam sistem tugas, ini memiliki kebaikan dan kelemahannya. Menurut Roestiyah (2001:135) manyatakan :
Frekuensi tugas yang terlalu sering, ditambah lagi dengan bobot yang terlalu berat dapat menyebabkan kejemuan pada diri siswa. Sehingga minat mereka melaksanakan peran dan bahkan pada pelajaran PPKn sendiri menjadi menurun. Hal ini mampu meminimalkan kesuksesan pencapaian tujuan instruksional yang sudah di susun. Hal itulah yang menjadi perhatian guru dalam menerapkan tata cara tugas.
Metode santunan juga tidak tidak terlepas dari kekurangan-kelemahannya seperti siswa kemungkinan hanya menggandakan kemungkinan cuma memalsukan pekerjaan temannya. Kelemahannya bila guru tidak dapat memantau langsung pelaksanaan tugas itu. Kemungkinan lain orang lain yang melakukan tugas itu apalagi-lebih orang renta siswa atau keluarganya lainnya. Sebagai tindak lanjut pelaksanaan metode santunan peran, segala tugas dilakukan siswa mesti dievaluasi dan akibatnya diberikan kepada siswa. Hal ini dilaksanakan untuk memotivasi siswa untuk melakukan tugas-tugas berikutnya.
Daftar Isi
B. Aktivitas Belajar Siswa
1. Pengertian Aktivitas Belajar
Kondisi Belajar yang efektif ialah adanya acara siswa dalam mencar ilmu. Aktivitas ialah sebuah sifat yang menetap pada diri seseorang siswa. Aktivitas ini besar sekali pengaruhnya kepada belajar, sebab dengan acara seorang siswa akan melakukan sesuatu yang diminatinya. Sebaliknya tanpa kegiatan seorang siswa mustahil melakukan sesuatu.
Aktivitas belajar siswa di maksud di sini yakni aktivitas jasmaniah maupun aktivitas mental. Menurut Moh Uzer Usman (2002:22) kegiatan berguru siswa dapat digolongkan ke dalam beberapa hal, ialah:
a. Aktivitas visual, seperti membaca, menulis, melakukan eksprimen, dan demontrasi.
b. Aktivitas lisan, mirip bercerita, membaca sajak, tanya jawab, diskusi, menyanyi.
c. acara mendengarkan, seperti menyimak penjelasan guru, ceramah, pengarahan.
d. Aktivitas gerak, seperti senam, atletik, menari, melukis
e. Aktivitas menulis mirip mengarang, membuat makalah, membuat surat.
Setiap jenis acara tersebut di atas memilki kadar atau bobot yang berbeda bergantung pada segi tujuan mana yang hendak di capai dalam kegiatan belajar. Yang terang aktivitas mencar ilmu siswa hendaknya memiliki kadar atau bobot yang lebih tinggi.
Belajar yaitu sebuah proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan selaku hasil dari belajar dapat ditunjukan dalam aneka macam bentuk seperti berganti wawasan, pengertian, perilaku dan tingkah laris, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta pergantian-perubahan aspek lain yang ada pada individu yang belajar. Geoch (1990:20) menyampaikan: “Learning is a change in performance as a result of practice”. Sependapat dengan itu Hilgard (1986:4) mengatakan :
Learning is the prosess by which an activity originates or is changed through pelatihan procedures (whether in laboratory or in the natural environment) as distinguished from changes by factors not attributable to pelatihan”. (Belajar yaitu proses yang melahirkan atau mengganti suatu kegiatan lewat jalan latihan (apakah dalam laboratorium atau dalam lingkungan alamiah) yang dibedakan dari pergeseran-perubahan oleh aspek-aspek yang tidak temasuk latihan.)
Dari kedua pendapat aneh di atas mampu ditarik kesimpulan bahwa berguru yaitu sebuah proses yang diarahkan terhadap sebuah tujuan, proses berbuat lewat aneka macam pengalaman. Sebagai desain, kegiatan belajar siswa ialah suatu proses aktivitas berguru subjek asuh sehingga dia sungguh-sungguhberperan dan ikut serta aktif dalam melaksanakan acara berguru. Untuk menyaksikan terwujudnya aktivitas berguru siswa dalam proses pembelajaran ada empat acara mencar ilmu siswa, menurut Nana Sudjana (1996:21) yaitu:
a. Keinginan, keberanian menampilkan minat, keperluan dan permasalahannya.
b. Keinginan dan keberanian serta peluang untuk ikut serta dalam kegiatan persiapan, proses dan kelanjutan mencar ilmu.
c. Penampilan berbagai usaha atau kekreatifan berguru dalam menjalani dan menuntaskan aktivitas belajar mengajar hingga meraih keberhasilannya.
d. Kebebasan atau kelonggaran melaksanakan hal tersebut di atas tanpa tekanan guru atau pihak yang lain (kemandirian berguru)
Dengan adanya kegiatan di atas, akan lebih mudah bagi siswa menyiapkan dan melakukan berguru. Setidak-tidaknya menunjukkan rambu-rambu bagi siswa dalam melakukan aktivitas belajarnya. Dari sisi proses, Nana Sudjana (2000:46) tindakan mencar ilmu dapat dilihat:
a. Belajar Signal. Bentuk berguru ini Paling sederhana ialah menawarkan reaksi terhadap perangsang.
b. Belajar mereaksi perangsang melalui penguatan, yaitu menunjukkan reaksi yang berulang-ulang manakala terjadi reinforcement atau penguatan.
c. Belajar membentuk rangkaian, yakni berguru menghubung-hubungkan gejala, faktor satu dengan yang lain, sehingga menjadi satu kesatuan (rangkaian) yang mempunyai arti).
d. Belajar perkumpulan lisan, adalah menunjukkan reaksi dalam bentuk kata-kata, bahasa, terhadap perangsang yang diterimanaya.
e. Belajar membedakan hal yang beragam, yakni menunjukkan reaksi yang berbeda terhadap perangsang yang hampir sama sifatnya.
f. Belajar rancangan, ialah menempatkan objek menjadi satu klasifikasi tertentu.
g. Belajar kaidah atau mencar ilmu prinsip, yaitu menghubung-hubungkan beberapa rancangan.
h. Belajar memecahkan persoalan adalah menggabungkan beberapa kaidah atau prinsip untuk memecahkan persoalan.
Perbuatan mencar ilmu di atas disusun dari yang paling sederhana hingga kepada yang kompleks. Dengan kata lain memiliki kekerabatan hirarki. Belajar dari segi proses memberi isyarat bagaimana tindakan belajar itu dilakukan, atau bagaimana terjadinya perbuatan belajar.
2. Aktivitas Siswa Mengikuti Proses Pembelajaran
Kondisi pembelajaran yang efektif adalah melihat aktivitas mencar ilmu siswa dalam mengikuti pelajaran. Aktivitas berguru ialah suatu sifat yang relatif menetap pada diri seseorang ssiswa. Aktivitas mencar ilmu ini besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar, alasannya dengan adanya kegiatan seseorang akan melakukan sesuatu yang diinginkannya. Sebaliknya tanpa kegiatan seseorang tidak akan melaksanakan sesuatu. Keterlibatan siswa dalam mengikuti pelajaran khususnya pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, akrab kaitannya dengan sifat-sifat siswa itu sendiri, baik yang bersifat kognitif seperti kecerdasan dan talenta maupun bersifat afektif mirip motivasi, rasa percaya diri dan minatnya.
Dalam meningkatkan acara siswa dalam mengikuti pelajaran, guru hendaknya mengajar mampu memperhatikan setiap siswa yang dihadapinya, dan juga memperhatikan apa yang sedang diucapkannya. Dengan demikian, guru tidak hanya mengamati pelajarannya, namun juga segala sesuatu yang terjadi disekitarnya. Oleh karena itu, guru berusaha untuk memusatkan perhatian siswa kepada apa yang disampaikannya. Hal ini dapat dijalankan dengan memakai aneka macam alat pengajaran dalam menyuguhkan materi pelajaran terhadap anak didiknya.
3. Aktivitas Siswa Mengerjakan Tugas
Pemberian tugas mampu dikerjakan dengan berbagai jenis bentuk kerja. Sebagian terlasana di dalam kelas, sedangkan sebagian di luar kelas. Tugas ini dirasakan banyak faedah, mengingat bahwa siswa perlu di ajar untuk mampu menangani sendiri persoalan yang dialaminya. Hal tersebut dapat dikerjakan sehabis pengajaran selesai menjelaskan sesuatu bahan. Siswa termotivasi untuk menjalankan peran-peran yang diberikan.
Tidak semua bahan pelajaran diberikan peran. Tugas yang senantiasa diberikan akan berakibat kejenuhan pada diri siswa. Oleh karena itu, guru harus pilih-pilih kepada peran yang diberikan, sehingga acara siswa untuk menjalankan tugas-tugas tidak menurun.
4. Aktivitas siswa dalam Memanfaatkan Perpustakaan
Perpustakaan dalam proses pembelajaran dapat menghidupkan motivasi siswa untuk berguru. Motivasi dapat timbul dari dalam diri individu dan mampu timbul balasan pengaruh dari luar dirinya. Motivasi yang muncul dari dalam individu siswa umumdi kenal dengan motivasi instrinsik. Menurut Sardiman AM. (2001:87) bahwa : “Motivasi instrinsik yakni motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak butuhdi rangsang dari luar, sebab dalam diri setiap individu telah ada dorongan untuk melaksanakan sesuatu”. Sedangkan motivasi yang diakibatkan dari luar di sebut motivasi ekstrinsik. Menurut Moh. Uzer Usman (2002:29) bahwa: “Motivasi ekstrinsik muncul akibat efek dari luar individu, apakah alasannya usul, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga kondisi yang demikian alhasil ia mau melakukan sesuatu atau mencar ilmu”.
Siswa yang mempunyai motivasi berguru di perpustakaan yaitu siswa yang aktif dan inovatif, ialah siswa yang betul-betul mempergunakan waktunya untuk berguru dengan menggunakan materi-bahan perpustakaan,contohnya ketika beristirahat, siswa berupaya untuk mencari, membaca, meringkas buku-buku yang relevan dengan pelajarannya di kelas ataupun yang berkaitan dengan tugas yang diberikan guru.
Jadi dari usulan di atas bahwa motivasi muncul disebabkan oleh motivasi instrinsik dan ekstrinsik. Untuk menghidupkan motivasi mencar ilmu siswa tidak gampang. Untuk itui guru perlu mengenal siswa, dan mempunyai kemampuan kreatif untuk menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan dan minat siswa.
Buku-buku yang tersedia di dalam perpustakaan sekolah bukanlah hanya sekedar menjadi barang koleksi yang dipajang atau mengisi ruang perpustakaan sekolah saja, tetapi eksistensi buku-buku bacaan/perpustakaan sangat besar artinya bagi guru-guru dan siswa dalam pelaksanaan proses berguru dan membaca buku-buku yang relevan dengan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan serta mampu menambah wawasan dan wawasan guru-guru dan siswa untuk lebih memudahkan dalam mempelajari dan mengetahui buku bacaan hendaknya siswa harus tahu bagaimana cara mempelajari materi dan buku-buku bacaan yang ada di perpustakaan.
Berikut ini diberikan beberapa isyarat begaimana caranya mempelajari bahan dari buku perpustakaan. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1992:70) cara mempelajarinya yaitu :
a. Tentukan dulu masalah atau materi apa yang ingin diketahui dari buku tersebut. Tentukan dengan keperluan sehubungan dengan materi yang mau dipelajari.
b. Lihat daftar isi buku yang mau dipelajari untuk memilih bab berapa dalam buku tersebut yang memuat materi yang ingin dipelajari.
c. Bukalah halaman bab yang diharapkan, lalu periksa butir-butir yang di muat dalam bab tersebut. Seandainya materi yang dibutuhkan ada dalam butir tertentu dari bab tersebut, bacalah butir tersebut dan anda tidak terlampau penting membaca butir lainnya. Catat pokok-pokoknya untuk kemudan anda gabungkan dengan catatan sendiri.
d. Jika semua butir yang ada dalam bagian tersebut anda perlukan, bacalah apalagi dahulu semua butir yang ada di dalamnya hingga tamat sambil memberi tanda pada bagian-bagian tertentu yang anda butuhkan.
e. Ulangi membaca bab tersebut secara lebih mendalam, utamanya bagian-bagian yang ana telah tandai. Catatlah hal-hal yang anda pentingkan dan satukan dengan catatan yang anda miliki. Jangan lupa membaut pertanyaan dari bahan tersebut pada catatan anda.
f. Hampir sebagian besar buku yang di tulis dalam bahasa ajaib utamanya bahasa Inggris, di bab belakangnya disertakan indeks. Indeks membuat lebih mudah kita mempelajari atau mendapatkan bab penting yang kita kehendaki. Indeks di susun menurut alfabet dan diikuti nomor halaman.
g. Kesulitan bahasa ajaib akan dapat anda atasi jika anda tekun mempelajarinya dan tidak jenuh membuka kamus.
Dengan melihat isyarat di atas dibutuhkan dapat memberi faedah bagi siswa, meskipun isyarat ini gres sebagian besar saja namun bila di coba tidak mustahil menjinjing manfaat bagi kita sendiri.
Di setiap sekolah terdapat perpustakaan, sebab perpustakaan ialah sumber utama untuk menemukan bahan bacaan bagi para siswa. Itulah sebabnya di dalam perpustakaan disediakan buku-buku yang sangat diperlukan siswa di sekolah. Perpustakaan memang memiliki arti kumpulan buku-buku. Siswa dapat memenuhi keperluan bahan bacaan yang diperlukan diperpustakaan.Sejalan dengan uraian tersebut M. Sudomo (1979:239) menyampaikan:” Hal lain yang perlu diperhatikan oleh guru ialah perjuangan untuk memperkaya pengetahuan siswa melalui buku-buku bacaan yang ditawarkan dalam perpustakaan”.
Bahan bacaan itu mampu berbentukbacaan yang bekerjasama eksklusif dengan pelajaran, namun juga mampu berupa pengetahuan-pengetahuan lain dan pengetahuan yang baru. Semua itu akan memperbesar pengetahuan yang lebih luas terhadap siswa. Itulah sebabnya perpustakaan ialah salah satu sumber mencar ilmu yang mendukung pembelajaran dan memiliki peranan yang sangat penting dalam kegiatan berguru mengajar di sekolah.
Perpustakaan yang baik ialah perpustakaan yang dapat digunakan sebagaimana mestinya, maka perpustakaan dengan kurikulum sekolah, petugas pengurus perpustakaan, waktu buka perpustakaan sekolah dan ruang perpustakaan sekolah, makin baik pengelolaan dan semakin berfungsinya perpustakaan akan meransang siswa untuk berkunjung, banyak membaca, berguru di perpustakaan sekolah, maka akan kian tinggi hasil prestasi berguru siswa, dengan demikian siswa mampu mempergunakan perpustakaan sekolah secara maksimal baik itu secara mampu berdiri diatas kaki sendiri, berkelompok maupun dengan cara diskusi.
C. Hubungan antara Pemberian Tugas dengan Aktivitas Belajar
Usaha siswa dalam meraih hasil berguru yang maksimal sangat berkaitan dengan materi yang diajarkan oleh guru. Untuk menyampaikan bahan diperlukan tata cara pengajaran. Salah satu metode yang dapat memajukan hasil beljar yaitu tata cara bantuan peran. Menurut Nana Sudjana (2000:81) bahwa tugas yang diberikan terhadap siswa hendaknya mempertimbangkan :
1. Tujuan yang hendak di capai.
2. Jenis peran yang terang dan sempurna sehingga anak mengerti apa yang diperintahkan tersebut.
3. Sesuai dngan kemampuan siswa.
4. Ada petunjuk/sumber yang dapat membawa pekerjaan siswa.
5. Sediakan waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas.
Diketahui bahwa tata cara santunan peran yakni tata cara pengajaran yang merangsang siswa untuk aktif mencar ilmu baik secara perorangan maupun secara berkelompok. Oleh sebab itu dengan metode santunan tugas diperlukan dapat memajukan acara, minat serta motivai siswa untuk berguru sehingga tercapainya hasil berguru yang diharapkan. Disinilah letak kekerabatan antara sistem derma tugas dengan acara mencar ilmu siswa.
Teknik santunan peran atau resitasi umumnya digunakan dengan tujuan semoga siswa mempunyai hasil belajar yang lebih mantap, sebab siswa melaksanakan latihan-latihan selama melakukan tugas. Sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu mampu terintegrasi. Hal itu terjadi disebabkan siswa mendalamin suasana atau pengalaman yang berlawanan dalam menghadapi masalah-masalah gres. Di samping itu untuk mendapatkan pengetahuan melakukan peran akan memperluas dan memperkaya wawasan serta keterampilan siswa di sekola, melalui acara-kegiatan di luar. Dengan acara melaksanakan peran siswa aktif mencar ilmu dan merasa terangsang untuk memajukan mencar ilmu yang lebih baik, memupuk inisiatif dan berani bertanggung jawab sendiri. Banyak tugas yang mesti dikerjakan siswa, hal itu diperlukan bisa menyadarkan siswa untuk memanfaatkan waktu senggangnya untuk hal-hal yang menunjang belajarnya dengan mengisi acara-kegiatan yang memiliki kegunaan dan konstruktif.