Akuntansi syariah mempunyai tujuan normatif yang ideal, yakni membuat realitas tauhid. Realitas ini adalah realitas sosial yang mengandung jaringan kuasa dewa yang mengikat dan menuntun kehidupan manusia dalam ketundukan pada ilahi. Untuk hingga pada tujuan ini diharapkan instrumen untuk membangun dan membentuk akuntansi syariah, yaitu dengan cara menggunakan metodologi syariah.
a.Pengaruh Islam kepada Perkembangan Akuntansi.
Sebelum berdirinya pemerintahan Islam, peradaban didominasi oleh dua bangsa besar yang memiliki daerah yang luas, yakni Romawi dan Persia. Saat Nabi Muhammad SAW lahir, sebagian besar kawasan di Timur Tengah berada dalam jajahan, tempat syam dijajah oleh Romawi, sedangkan Irak dijajah oleh Persia. Adapun perdagangan bangsa Arab Mekkah terbatas ke Yaman pada trend acuh taacuh dan Syam pada musim panas.
Pada dikala itu, akuntansi sudah digunakan oleh para pedagang dalam bentuk perkiraan barang barang jualan sejak mulai berdagang hingga pulang. Perhitungan tersebut dijalankan untuk mengetahui perubahan-pergeseran, untung atau rugi. Bahkan, orang-orang Yahudi yang pada saat itu berdagang dan menetap juga telah memakai akuntansi untuk transaksi utang-piutang mereka.
Praktik akuntansi pada abad Rasulullah SAW mulai berkembang sesudah ada perintah Allah lewat Al-Qur’an untuk mencatat transaksi yang bersifat tidak tunai (Al-Baqarah 282) dan untuk mengeluarkan uang zakat. Perintah Allah dalam Al-Baqarah 282 tersebut telah mendorong setiap individu senantiasa memakai dokumen ataupun bukti transaksi. Adapun perintah Allah untuk membayar zakat mendorong umat Islam saat itu untuk mencatat dan menilai aset yang dimilikinya. Berkembangnya praktik pencatatan dan penilaian aset merupakan konsekwensi logis dari ketentuan membayar zakat yang besarnya dihitung menurut persentase tertentu dari aset yang dimiliki seseorang yang telah menyanggupi patokan nisab dan haul.
b.Praktik Akuntansi Pemerintahan Islam.
Kewajiban zakat mempunyai dampak pada pendirian Baitulmal oleh Rasulullah, yang berfungsi sebagai forum penyimpan zakat beserta pendapatan lain yang diterima negara. Pada kurun pemerintahan Rasulullah memilik 42 pejabat yang digaji dan terspesialisasi dalam tugas dan peran tersendiri. Praktik akuntansi pada zaman Rasulullah gres berada pada tahap penyiapan personal yang menangani fungsi-fungsi forum keuangan negara. Pada era tersebut, harta kekayaan yang diperoleh negara pribadi didistribusikan sehabis harta tersebut diperoleh. Dengan demikian, tidak terlalu diharapkan pelaporan atas penerimaan dan pengeluarannya.
Baca Juga
Pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, penerimaan negara berkembangsecara signifikan. Dengan demikian, kekayaan negara yang disimpan juga kian besar. Para teman menganjurkan perlunya pencatatan untuk pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran negara. Kemudian, Khalifah Umar bin Khattab mendirikan unit khusus bernama Diwan yang bertugas membuat laporan keuangan sebagai bentuk akuntabilitas Khalifah atas dana Baitulmal yang menjadi tanggungjawabnya. Selanjutnya, reliabilitas pembukuan keuangan pemeritahan dikembangkan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz berupa praktik pengeluaran bukti penerimaan duit. Kemudian, Khalifah Al Walid bin Abdul Malik mengenalkan catatan dan register yang terjilid dan tidak terpisah seperti sebelumnya.
Evolusi kemajuan pengelolaan buku akuntansi mencapai tingkat tertinggi pada periode Daulah Abbasiah. Akuntansi diklasifikasikan pada beberapa spesialisasi, antara lain; akuntansi peternakan, akuntasi pertanian, akuntansi bendahara, akuntansi konstruksi, akuntansi mata duit, dan pemeriksaan buku (auditing). Pada periode itu, metode pembukuan telah menggunakan model buku besar, yang meliputi sebagai berikut:
- Jaridaj al-Kharaj (mirip receivable subsidiary ledger), ialah pembukuan pemerintah kepada piutang pada individu atas zakat tanah, hasil pertanian, serta binatang ternak yang belum dibayar dan cicilan yang telah dibayar. Piutang dicatat disatu kolom dan pembayaran cicilan dikolom lainnya.
- Jaridah an-Nafaqat (jurnal pengeluaran), merupakan pembukuan yang digunakan untuk mencatat pengeluaran negara.
- Jaridah al-Mal (jurnal dana), ialah pembukuan yang digunakan untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran dana zakat.
- Jaridah al-Musadareen, ialah pembukuan yang dipakai untuk mencatat penrimaan denda atau sita dari individu yang tidak sesuai syariah, termasuk pejabat yang korup.
- Adapun untuk pelaporan, telah dikembangkan banyak sekali laporan akuntansi, antara lain selaku berikut:
- Al-Khitmah, menunjukkan total pendapatan dan pengeluaran yang dibuat perbulan.
- Al-Khitmah Al-Jame’ah, laporan keuangan komprehensif yang berisikan adonan antara laporan antara keuntungan rugi dan neraca (Pendapatan, pengeluaran, surplus dan defisit, belanja untuk aset lancar maupun aset tetap) yang dilaporkan di simpulan tahun. Dalam perhitungan dan penerimaan zakat, utang zakat diklasifikasikan dalam laporan keuangan menjadi tiga klasifikasi, ialah collectable debts, doubtful debts, dan uncollectable debts.
Istilah Zornal (sekarang journal) sudah lebih dulu dipakai oleh kekhalifahan Islam dengan Istilah Jaridah untuk buku catatan keuangan. Double entry yang ditulis oleh Pacioli, telah usang dipraktekkan dalam pemerintahan Islam. Dari runtutan penjelasan di atas, jelaslah bahwa akuntansi di dunia Islam telah berkembang dan dipraktekan jauh sebelum terbitnya buku “Summa de Arithmetica Geometrica, Proportioni et Proportionalita” pada tahun 1494 M karya Lucas Pacioli yang oleh barat diklaim sebagi “bapak” akuntansi terbaru. Dalam perkembangannya, klaim barat tersebut ternyata banyak disangsikan oleh para peneliti.