Disini, Pontianak dengan adanya aneka macam konflik sosial, agama, dan budaya yang menjelaskan akan eksistensi masing – masing suku yang ada di Indonesia. Dalam hal ini menjelaskan banyak sekali nama jalan, dan aneka macam pajak yang dibangun berdasarkan upah pekerja, perdagangan, dan agama dalam hal ini.
Ketika mengelilingi kota Pontianak, atau mellihat sekilas dalam peta, akan berbeda dengan letak daerah perkampungan Melayu, ekonomi, kuliner, dan budaya yang berjalan dengan adanya masing-maasing kompetisi suku di Pontianak.
Lantas, menjadi baik dikala memahami masing – masing orang, kalangan, organisasi, dan oknum yang mencelakan berbagai aktivitas sosial menurut ekonomi budaya di penduduk sampai dikala ini. Ketika kepentingan ekonomi, terlekat pada kebudayaan setempat, yang berdampak pada keilmuan dalam sebuah perkampungan, maka kepentingan elit politik meningkat.
Suatu permulaan, dalam menyaksikan banyak sekali hal terkait dengan kepentingan suku, agama dan budaya. Tanpa cela dimengerti dengan adanya kepentingan politik ekonomi, di setiap perkampungan kota, agama (gereja dan masjid) dalam menyaksikan malasnya mereka bertani, berproduki, dan berbudaya yang menjijikan utamanya pada elit politik PDI Perjuangan di Provinsi Kalimantan barat.
Orang tersebut tidak lekat pada faktor kehidupan sosial, yang sakit mental, atas kejahatan di masa kemudian mereka terutama nenek moyang mereka sebelumnya menerangkan hal tersebut dengan baik. Pandangan sosiologis dalam sebuah perkampungan mampu menerangkan adanya kepentingan masing – masing dapil dengan adanya elit politik.
Maka, dari itu banyak sekali hal terkait dengan aspek kebudayaan, pendidikan dan menerangkan dari aneka macam kecurangan dalam hidup mereka sebelumnya di penduduk ketika ini. Hal ini saat mengerti aspek pendidikan perkotaan, dan kehidupan sosial budaya di penduduk dengan adanya tugas serta konflik sosial, dan agama serta etnik pada tahun 1999 terjadi.
Moralitas, adab dan kekuasaan penting dalam mengetahui pembangunan di Kalimantan – Jawa ketika ini berasal dari golongan tertentu yang menjelaskan adanya kebrutalan mereka hidup, dan permainan ekonomi penduduk Tionghoa – Jakarta – Pontianak. Kekerasan seksualitas menjelaskan hal tersebut dalam lingkungan perkampungan perkotaan yang begitu tajam dengan berbagat tragedy pada tahun 1967, 1999 dan kurun kolonial.
Sejumlah oknum, khususnya elit politik kadang-kadang menjadi baik dan tidak dengan atribut partai yang mereka kenakan, atau hanya ingin mengulangi sejarah dalam kehidupan sosial dan kelam mereka di penduduk hingga dikala ini berasal.
Menjadi fakta terhadap aneka macam keilmuan sosial yang terjadi, karena bukan siapa – siapa, secara kolektif membentuk suatu perkampungan, dan Desa kepada manusia itu sendiri, kepada gereja dan budaya terutama di KAP. (numpang hidup).