Perdagangan Tionghoa, Dan Kehidupan Sosial Politik 2005 – 2011 Pontianak

Berbagai kegiatan perdagangan akan lekat pada sistem ekonomi, yang menerangkan adanya duduk perkara budaya yang lekat pada kurun kemudian penduduk lokal asli, dan etika mereka terhadap jual beli. Hal ini menerangkan berbagai hal terkait dengan wawasan maju terkait buruh dan sistem ekonomi yang berada pada upah.

Apa yang menjadi kepentingan ekonomi dalam hal ini, lekat dengan faktor kehidupan sosial untuk bertahan hidup, khususnya pendatang seperti penjualTionghoa, dan buruh berangasan yang ada di aneka macam daerah, dan perkebunan seperti di pedesaan sanggau di akrab perbatasan 2000 – 2008 pada kala itu, adanya upah rendah dalam keadaan ekonomi kota Pontianak terhadap para pekerja.

Hal ini menerangkan banyak sekali hal terkait dengan dinamika budaya yang positifnya untuk menguatkan berbagai kepentingan ekonomi, dan jual beli serta perkembangan pada bawah umur. Maka, jelas bagaimana menerapkan metode kesehatan di kota dengan baik atau tidak berdasarkan kualitas pendidikan dan persaingan yang disediakan berdasarkan karakteristik pendidikan lokal, Indonesia.

Seringkali, saat mengetahui perdagangan akan lekat pada kegiatan buruh kasar yang ada di masyarakat, dan aneka macam kesan kepada faktor kehidupan kota, dan berjumpa serta interaksi dengan siapa, hal ini merupakan salah satu problem kehidupan sosial budaya di masyarakat utamanya di pedesaan, bagaimana mereka hidup dengan kelas sosial yang harus dipahami dari ekonomi mereka dapatkan para etnik di Lokal Indonesia, Dayak – Tionghoa.

Mereka yang usang tinggal dalam suatu kota dan pembangunan menurut metode ekonomi, perdagangan dan tambang yang lekat pada faktor konflik yang dibentuk atas perebutan sumber daya alam dengan baik dibuat dalam kehidupan budaya mereka diatas agama.

Kondisi seperti itu akan lekat pada dilema masyarakat pada sebuah ruang kota, yang melekat pada problem sosial  pada faktor kehidupan budaya terutama  budaya dan agama, dengan informasi sosial budaya yang meresahkan terkait dengan tokoh agama mungkin ada klarifikasi mengenai hal ini.

Pada masyarakat pendatang, ketika mereka bekerja dengan upah yang bagus, maka mereka tidak lekat dari kondisi peraih kelas sosial yang ada di penduduk , hendak diketahui bagaimana tata cara perubahan sosial, pada mata pencaharian, dan kehidupan budaya dan agama mereka yang menyimpang Protestan Batak, 2008 – 11, dalam ruangan gereja contohnya dengan budaya dipercayai.

Pengalaman dalam menyaksikan kebudayaan Lokal ini, memang memiliki dampak pada interaksi untuk saling mengenal dengan metode budaya yang mereka buat pada kemajuaan ilmu pengetahuan dan menurut budaya dramaturgi mereka di masyarakat pada aspek ekonomi politik.

Kondisi mirip itu memang berasal dari peraihan tata cara politik dan peraihan kelas sosial dengan aneka macam masalah politik budaya mereka di kurun lalu, Silaban (perompak kapal, Pontianak 1990 – 2003). Berbagai suku dan kalangan mirip sudah jelas bagaimana mereka hidup di masyarakat, menurut hukum ekonomi yang di terima dengan menyimpang.

Pada penduduk Tionghoa, bagaimana mereka menerapkan tata cara upah dan kebijakan yang mendasar dari duduk perkara kehidupan budaya dan agama mereka kepada pengetahuan yang memang memiliki efek negatif konotasinya, yang tidak berbeda jauh dengan budaya Batak – Tionghoa – Dayak di Kalimantan, saat perbatasan mulai dibuka dengan kepentingan perdagangan dan perkebunan.