close

Perbedaan Antara Investor Dan Spekulan

Sebagai institusi keuangan, pasar modal tidak terlepas dari berbagai kelemahan dan kelemahan yang
salah satunya adalah langkah-langkah spekulasi. Para penanam modal selalu memperhatikan perubahan pasar, membuat berbagai analisis dan perhitungan, serta mengambil tindakan spekulasi di dalam pembelian maupun penjualan saham. Aktivitas inilah yang menciptakan pasar tetap aktif. Tetapi, aktivitas ini tidak selamanya menguntungkan, khususnya dikala hal ini mengakibatkan depresi besar. 
Dalam pasar modal, dibedakan antara spekulan dengan pelaku bisnis (penanam modal) dari derajat ketidakpastian yang dihadapinya. Untuk itu perlu dilihat dulu abjad dari masing-masing  investasidan spekulasi: 
a) Investor di pasar modal ialah pihak yang memanfaatkan pasar modal sebagai sarana untuk  berinvestasi di perusahaan-perusahaan yang diyakininya baik dan menguntungkan, bukan untuk tujuan mencari capital gain melalui short selling. Mereka mendasari keputusan investasinya pada gosip yang terpercaya wacana aspek-faktor mendasar ekonomi dan perusahaan itu sendiri melalui kajian yang seksama. Sementara spekulan bertujuan untuk mendapatkan capital gain yang umumnya dilakukan dengan upaya goreng menggoreng saham.

b) Spekulasi sebenarnya bukan ialah investasi, meskipun di antara keduanya ada kemiripan. Perbedaan yang sangat fundamental di antara keduanya terletak pada spirit yang menjiwainya, bukan pada bentuknya. Para spekulan berbelanja sekuritas untuk menerima laba dengan menjualnya kembali secara short term. Sedangkan para penanam modal berbelanja sekuritas dengan tujuan untuk ikut serta secara langsung dalam bisnis yang umumnyabersifat long term.

c) Spekulasi  yakni kegiatan game of chance sedangkan bisnis adalah game of skill. Seorang dianggap melaksanakan aktivitas spekulatif apabila dia ditenggarai mempunyai motif mempergunakan ketidakpastian untuk mendapatkan keuntungan jangka pendek. Dengan karakteristik di atas, maka penanam modal yang terjun di pasar perdana dengan motivasi menerima capital gain semata-mata ketika saham dilepas di pasar sekunder, mampu masuk ke dalam golongan spekulan.
d) Spekulasi telah memajukan unearned income bagi sekelompok orang dalam masyarakat, tanpa mereka memberikan donasi apapun, baik yang bersifat aktual maupun produktif. Bahkan, mereka sudah mengambil laba di atas ongkos masyarakat yang bagaimanapun juga sungguh susah untuk bisa dibenarkan secara ekonomi, sosial, maupun akhlak.
 
e) Spekulasi merupakan sumber penyebab terjadinya krisis keuangan. Fakta menawarkan bahwa acara para spekulan inilah yang menjadikan krisis di Wall Street tahun 1929 yang mengakibatkan tertekan yang luar biasa bagi perekonomian dunia di tahun 1930-an. Begitu pula dengan devaluasi poundsterling tahun 1967, maupun krisis mata uang franc di tahun 1969. Ini hanyalah sebagian teladan saja. Bahkan sampai ketika ini, otoritas moneter maupun para ahli keuangan selalu disibukkan untuk mengambil langkah-langkah guna mengantisipasi langkah-langkah dan efek yang mungkin ditimbulkan oleh para spekulan.

f) Spekulasi adalah outcome dari sikap mental ingin cepat kaya. Jika seseorang sudah terjebak pada sikap mental ini, maka dia akan berusaha dengan menghalalkan segala jenis cara tanpa mempedulikan rambu-rambu agama dan budpekerti.   Oleh alasannya adalah itu, spekulasi hakekatnya bukan investasi alasannya adalah berangkat dari mental yang ingin cepat kaya dan untung-untungan. Spekulasi memang menimbulkan peningkatan pendapatan sekelompok penduduk , tetapi tidak menawarkan kontribusi yang produktif dan aktual. Selain itu, spekulasi juga mampu menjadikan krisis keuangan sebagaimana disebutkan di atas (Sholahuddin, 2006: 165).

Di sisi lain, anutan Islam secara tegas melarang langkah-langkah spekulasi ini, alasannya adalah  secara diametral bertentangan dengan nilai-nilai illahiyah dan insaniyyah. Spekulasi dilarang bukan alasannya adalah ketidakpastian yang ada dihadapannya, melainkan tujuan atau niat  dan cara orang mempergunakan ketidakpastian tersebut. Manakala Ia meninggalkan sense of responsibility dan rule of lawnya untuk memperoleh keuntungan semata dari adanya ketidakpastian, itulah yang dihentikan dalam desain gharar dan maysir dalam Islam. Gharar dan maysir sendiri yaitu desain yang sungguh berkaitan dengan mudharat, negative result, atau ancaman (hazard).

Di pasar modal, larangan syariah di atas harus diimplementasikan dalam bentuk hukum main yang menghalangi praktek spekulasi, riba, gharar dan maysir. Salah satunya yakni dengan memutuskan minimum holding period atau rentang waktu memegang saham minimum. Dengan aturan ini, saham tidak bisa diperjualkan setiap ketika, sehingga meredam motivasi mencar untung dari pergerakan harga saham semata. 
Masalahnya, berapa usang minimum holding period yang masuk akal. Pembatasan itu memang meredam spekulasi, akan tetapi juga menciptakan investasi di pasar modal menjadi tidak likuid. Padahal bukan mustahil seorang investor yang rasional betul-betul memerlukan likuiditas secara tiba-tiba.  Sehingga, dia mesti mencairkan saham yang dipeganya dan ia terhalang sebab belum melalui abad minimum holding periodnya. 

Metwally, seorang pakar ekonomi Islam dan modelling economics menganjurkan minum holding period setidaknya satu pekan. Selain itu Ia juga memandang perlu adanya celling price berdasarkan nilai pasar perusahaan. Lebih lanjut Akram Khan melengkapi, untuk menghalangi spekulasi di pasar modal maka perdagangan saham harus diikuti dengan serah terima bukti kepemilikan fisik saham yang diperjual belikan. Mengenai kegundahan bahwa penjualan saham di tengah kurun perjuangan, akan menimbulkan kemungkinan gharar, mirip halnya jual beli ikan di dalam maritim, hal ini mampu terselesaikan dengan praktek akuntasi modern dan adanya kewajiban disclosure pembukuan keuangan terhadap pemilik
saham. 
Dengan aneka macam versi penilaian modern saat ini, investor dan pasar modal secara luas akan mampu memiliki wawasan wacana nilai suatu perusahaan. Sehingga, saham-saham mampu diperjual belikan secara wajar dengan harga pasar yang rasional. Dalam hal ini, market value tampaknya lebih mencerminkan nilai yang lebih wajar ketimbang book value. Dengan demikian mampu ditarik kesimpulan bahwa sekuritas-sekuritas dapat diperjual belikan dengan memakai prosedur pasar sebagai penentu harga. Sehingga, capital gain maupun profit sharing dari dividen mampu diperoleh.

Larangan syariah kepada praktek-prektek spekulasi di atas, harus dimplementasikan dalam bentuk aturan main untuk menghalangi praktik spekulasi, riba dan gharar. Bentuk-bentuk aturan tersebut yaitu (Huda dan Nasution, 2007: 78): 
a) Menetapkan minimum holding period (jangka waktu memegang saham minimum)  Dengan hukum ini, maka saham tidak bisa diperjualbelikan setiap saat. Sehingga, hal ini dapat meredam motivasi mencari untung dari pergerakan harga saham semata. Masalahnya yaitu berapa lama minimum holding period yang masuk logika? Pembatasan ini memang meredam spekulasi, akan namun juga menciptakan pasar modal menjadi tidak luquid. Padahal bukan mustahil seorang investor yang rasional betul-betul membutuhkan luquiditas mendadak. Selanjutnya, dia mesti mencairkan saham yang ia pegang, sedangkan beliau terhalang belum lewat periode minimum holding periodnya. Menurut Metwally yang diungkapkan oleh Nurul Huda, menganjurkan kurun tersebut ialah satu pekan.  
b) Perlu adanya celling price (harga tertinggi) berdasarkan nilai pasar perusahaan.
c) Jual beli saham mesti dibarengi dengan serah terima bukti fisik kepemilikan saham yang diperjual belikan .
Wallahu a’lam
Sumber :
“Konsep Pasar Modal Syariah”.  Oleh :Akhmad Faozan.  Halaman: 16-19. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Purwokerto. afa_ozan@yahoo.com

Daftar Pustaka :
Abdullah, Al-Mushlih dan Shalah Al-Shawi. 2004. Fikih Ekonomi Keungan Islam. Terj. Abu Umar Basyir. Jakarta: Darul Haq.

  Prosedur Berinvestasi Di Pasar Modal

Az-Zuhaili, Wahbah. tt. Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu.Vol. VII. Damascus: Dar Al Fikr.

Achsin, Iggi H. 2000. Investasi Syariah di Pasar Modal Menggagas Konsep dan Praktek Manajemen  Portofolio Syariah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Baridwan, Anis. 2007. “Kebijakan Pengembangan Pasar Modal Syariah”, makalah disampaikan pada  Seminar Strategic Mapping of Islamic System in Indonesia Outlook 2008 dan Launching Jurnal FE UGM Yogyakarta, 17 Desember 2007.

Haroen, Nasrun. 2000. Perdagangan Saham di Bursa Efek Tinjauan Hukum Islam. Jakarta: Yayasan
Kalimah.

Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. 2006. Diterbitkan oleh Majelis Ulama Indonesia dan Bank  Indonesia.

Huda, Nurul dan Mustafa Edwin Nasution. 2007. Investasi pada pasar Modal Syariah. Jakarta: Kencana  Prenada Group.

Jurnal Ekonomi Syariah, Muamalah, Vol. 4, 17 Januari 2007.

Kasmir. 2004. Bank & Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Lubis, Suhrawardi K. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2004.

Muhammad. 2004. Dasar-Dasar Keuangan Islami. Yogyakarta: Ekonosia.

Rivai, Veithzal dkk, Bank and Financial Institution Management Conventional & Sharia System,   Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Sholahuddin. 2006. Lembaga Ekonomi dan Keuangan Islam, Surakarta: Muhammadiyah University
Press.

Sudarsono, Heri. 2007. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, Yogyakarta:  Ekonosia.

Tim Pelaksana Kajian. 2006. Pasar Keuangan Syariah: Struktur, Instrumen dan Akad, Jakarta:  Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia.

Tim Penulis, Ed. Jusmaliani. 2008. Investasi Syariah Implementasi Konsep pada Kenyataan Empirik.  Yogyakarta: Kreasi Wacana.

www.eForexs.com

www.pesantrenvirtual.com