Pembelajaran sastra semenjak dulu hingga kini senantiasa menjadi permasalahan. Tentu saja permasalahan yg bersifat klasik tetapi hangat atau up to date. Umumnya yg selalu dikambinghitamkan yaitu guru yg tak menguasai sastra, murid-murid yg tak apresiatif & buku-buku penunjang yg tak tersedia di sekolah. Padahal, pembelajaran sastra tak perlu dipermasalahkan bila seorang guru mempunyai strategi atau kiat-kiat yg dapat dijadikan sebagai alternatif.
Karya sastra mempunyai relevansi dgn masalah-problem dunia pendidikan & pengajaran. Sebab itu sungguh keliru bila dunia pendidikan senantiasa menganggap bidang eksakta lebih utama, lebih penting dibandingkan dgn ilmu sosial atau ilmu-ilmu humaniora. Masyarakat memandang bahwa karya sastra hanyalah imajinasi pengarang yg penuh kebohongan sehingga timbul klasifikasi & diskriminasi. Padahal karya sastra memiliki pesona tersendiri bila kita mau membacanya. Karya sastra mampu membukakan mata pembaca untuk mengenali realitas sosial, politik & budaya dlm bingkai moral & estetika.
Dari dahulu hingga kini karya sastra tak pernah pudar & mati. Dalam realita karya sastra dapat digunakan untuk berbagi wawasan berpikir bangsa. Karya sastra dapat memberikan pencerahan pada penduduk modern. keperkasaan yg sungguh dibutuhkan dlm pembangunan. Di satu pihak, lewat karya sastra, masyarakat mampu menyadari masalah-persoalan penting dlm diri mereka & menyadari bahwa merekalah yg bertanggung jawab kepada pergantian diri mereka sendiri.
Sastra dapat memperhalus jiwa & memperlihatkan motivasi pada penduduk untuk berpikir & berbuat demi pengembangan dirinya & masyarakat serta mendorong hadirnya kepedulian, keterbukaan, & partisipasi penduduk dlm pembangunan. Sastra mendorong orang untuk menerapkan moral yg baik & luhur dlm kehidupan & menyadarkan insan akan tugas & kewajibannya sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial & memiliki kepribadian yg luhur.
Selain melestarikan nilai-nilai peradaban bangsa pula mendorong penciptaan masyarakat modern yg beradab (masyarakat madani) & memanusiakan manusia & mampu memperkenalkan nilai-nilai kemanusiaan yg universal, melatih kecerdasan emosional, & mempertajam daypikir seseorang.
Sastra tak hanya melembutkan hati tetapi pula menumbuhkan rasa cinta kasih kita pada sesama & pada sang pencipta. Dengan sastra manusia dapat mengungkapkan perasaan terhadap sesuatu jauh lebih indah & memukau. Seperti perumpamaan perasaan cinta Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri (Jalaluddin Rumi) atau sering pula disebut dgn nama Rumi ialah seorang penyair sufi yg lahir di Balkh (sekarang Afganistan) pada tanggal 6 Rabiul Awwal tahun 604 Hijriah, atau tanggal 30 September 1207 Masehi dlm bentuk syair yg begitu menawan :
Cinta
Karena cinta duri menjadi mawar
Karena cinta cuka menjelma anggur segar
Karena cinta pentungan jadi mahkota penawar
Karena cinta kemalangan berkembang menjadi keberuntungan
Karena cinta rumah penjara tampak bagaikan kedai mawar
Karena cinta tumpukan debu kelihatan sebagai taman
Karena cinta api yg berkobar-kobar jadi cahaya yg mengasyikkan
Karena cinta Setan berganti menjadi Bidadari
Karena cinta batu yg keras menjadi lembut bagai mentega
Karena cinta sedih menjadi riang besar hati
Karena cinta hantu berganti jadi malaikat
Karena cinta singa tak seram seperti tikus
Karena cinta sakit jadi sehat
Karena cinta amarah berganti menjadi keramah-tamahan
Sebuah perasaan dilukiskan kedalam karya sastra, karya hati ataupun jiwa menjadi jauh beretika & berestetika dlm memberikan sesuatu hal pada orang lain. Namun, yg perlu dimengerti oleh kita bahwa bahwa materi pengajaran sastra dlm dunia pendidikan mempunyai dampak yg besar bagi siswa, sastra dapat meningkatkan kepekaan siswa kepada fakta yg ada di dlm penduduk , menghaluskan perasaan siswa & membentuk kepribadian serta budi pekerti luhur. “Siapa yg berguru sastra, maka akan halus hatinya (pekertinya)” (kata Ibnu Qayyim al-Jauzizah)
Belajar sastra bisa dijadikan pijakan untuk mengkaji kehidupan, Di dalamnya termuat nilai-nilai adab, moral, filsafat, budaya, politik, sosial & pendidikan. “sastra pula memiliki kegunaan dlm meningkatkan kepekaan rasa & memberikan hiburan. Bukan bagi dunia pendidikan namun penduduk dengan-cara umum keberadaan sastra tak kalah pentingnya. “Ajarkan sastra pada anak-anakmu semoga mereka berani” (pesan Sayidinah Umar Bin Khathatab). Dengan argumentasi ini pula kenapa para pemimpin perang biasa melantunkan syair di hadapan prajuritnya sebelum berhadapan dgn musuhnya. Simak untaian syair Hindun binti Utbah tatkala menunjukkan semangat pada tentaranya dlm perang Uhud.
Jika kalian maju terus, kami peluk
Dan, kami siapkan kasur empuk
Jika kalian mundur, kami akan berpisah
Perpisahan yg tak mengenal ramah
Simak lagi syair Abdullah bin Rawahah. Tatkala keraguan sempat menyelimutinya dlm perang Mu’tah, ia pun berseru dgn untaian syairnya.
Wahai jiwa, engaku mesti turun ke medan
Benci ataupun sukar
Biarkan orang-orang berteriak
Mengapa kamu-sekalian kulihat membenci nirwana
Seperti dlm puisi atau sajak-sajak Chairil Anwar, sastrawan kelahiran Medan, 26 Juli 1922, yg mencerita suatu keberanian seorang jagoan pada zaman kemerdekaan.
Maju
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali memiliki arti
Sudah itu mati.
Maju
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan kematian baru tercapai
Jika hidup mesti merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
[Chairil Anwar, Februari 1943]
Lalu, apa yg mesti dijalankan supaya minat siswa & masyarakat terhadap sastra berdiri? Pertama, perbaikan kurikulum bahasa Indonesia yg memuat kajian sastra dengan-cara proporsional sesuai dgn tingkat & jenjang pendidikan. Hal tersebut tergolong salah satu tugas pemerintah & forum-forum sekolah. Kurikulum yg “mengesampingkan” atau condong banyak mengajarkan sastra dengan-cara teori saja, mesti di perbaiki. Termasuk dlm hal ini ialah tenaga pengajar. Para guru yg mengajar tak mengajarkan dengan-cara instan pada murid-muridnya. Melainkan harus menguasai sastra & berada di garda terdepan dlm menunjukkan apresiasi pada siswa.
Kedua, kampanye dengan-cara terprogram & terus menerus kepada pentingnya pendidikan sastra bagi penerima didik. Meningkatkan promosi karya sastra pada masyarakat & menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sastra dgn melibatkan masyarakat luas untuk memperkenalkan pada mereka tantang dunia sastra. Untuk itu, media massa harus dapat memberikan ruang yg cukup bagi masyarakat untuk bekreasi.
Ketiga, penyediaan fasilitas yg cukup & menawan. Hal tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah karena mahalnya harga buku & susahnya menerima karya-karya sastra.
Dengan demikian, tak mengherankan di permulaan-awal kemerdekaan, negeri pancasila ini melahirkan penulis-penulis, sartawan produktif & imajinatif. Namun sayang tradisi baik tersebut, tak ada kelanjutannya sejak mulai memasuki kurun tahun 50-an. pemerintah yg direpotkan dgn memajukan acara-acara eksakta. Jadi membaca buku dianggap tak penting. Ini yg menjadikan kita tertinggal dlm dunia sastra.
Karenanya, semangat membaca harus dilestarikan & dipupuk sedini mungkin. Dimulai dr keluarga. Untuk bisa menjadi penikmat sastra. Minimal ada tiga hal yg perlu digarisbawahi & dilakukan oleh kita yaitu pertama, membaca. Kedua, membaca & ketiga membaca.