Pentingnya Kimia Hijau

Artikel ini membahas tentang Pentingnya Kimia Hijau. Sumber tulisan dari internet yang diparafrase oleh AI dan diedit oleh Rizal Hadizan..

Pentingnya Kimia Hijau

ABSTRAK

Tiap individu memiliki tanggung jawab dalam mempertimbangkan kemaslahatan umat, terutama generasi mendatang, dengan menghindari dampak negatif terhadap kehidupan di bumi.

Oleh karena itu, dalam konteks pembangunan industri dan sosial, penting untuk memprioritaskan pembangunan berkelanjutan, yang perlu dimulai dari diri sendiri.

Pembangunan harus mampu menyelaraskan antara kebutuhan saat ini dengan kebutuhan generasi mendatang.

Dengan kata lain, sumber daya alam bukanlah warisan, melainkan amanat untuk keturunan. Dalam hal ini, kimia hijau memegang peranan penting dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan di berbagai sektor.

Kata kunci: kimia hijau, desain, prinsip, aplikasi

PENDAHULUAN

Prof. Is Fatimah (2019) mencatat bahwa industri kimia sering dianggap sebagai penyebab utama dampak negatif.

Namun, tak dapat disangkal bahwa kimia memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari kita. Penggunaan beragam produk kimia terus meningkat.

Dalam upaya menghasilkan bahan baru, terkadang senyawa-senyawa baru digunakan, yang mungkin memiliki dampak kesehatan yang belum teridentifikasi atau bahkan berpotensi berbahaya.

Kimia hijau memegang peranan kunci dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan di berbagai bidang, dengan landasan pada 12 prinsip, termasuk Pencegahan Limbah, Ekonomi Atom, Sintesis Bahan Kimia yang Kurang Berbahaya, Desain Bahan Kimia yang Lebih Aman, Pelarut dan Bahan Tambahan yang Lebih Aman.

Prinsip-prinsip lainnya meliputi Desain untuk Efisiensi Energi, Penggunaan Bahan Baku Terbarukan, Pengurangan Turunan, Katalisis, Desain untuk Degradasi, Analisis Real-time untuk Pencegahan Polusi, dan Kimia yang Lebih Aman dalam Pencegahan Kecelakaan.

RUMUSAN MASALAH

  1. Apa yang dimaksud dengan konsep Kimia Hijau?
  2. Bagaimana konsep Kimia Hijau dijelaskan?
  3. Bagaimana penerapan Kimia Hijau dalam praktik kimia dan manufaktur?
  4. Apa manfaat dari menerapkan konsep Kimia Hijau?

TUJUAN

  1. Untuk memahami konsep Kimia Hijau.
  2. Untuk mengklarifikasi konsep Kimia Hijau.
  3. Untuk menyelidiki implementasi praktik Kimia Hijau dalam kimia dan manufaktur.
  4. Untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh dari menerapkan konsep Kimia Hijau.

PEMBAHASAN

Istilah “Kimia Hijau” pertama kali diperkenalkan pada tahun 1991 oleh Paul Anastas, seorang ilmuwan dari Environmental Protection Agency (EPA) Amerika Serikat. Namun, penting untuk dicatat bahwa prinsip-prinsip Kimia Hijau telah muncul sebelum dasawarsa 1990-an.

Beberapa negara telah mulai mengadopsi konsep Kimia Hijau beberapa tahun sebelumnya sebagai respons terhadap ketidakseimbangan alam dan lingkungan, ancaman terhadap ketersediaan air bersih, serta penipisan sumber daya energi (Fajaroh, 2018).

  Larutan asam asetat (Ka = 2 × 10⁻⁵) mempunyai harga pH = 3 - log 2,

Kimia Hijau dapat didefinisikan sebagai pendekatan ilmu kimia dan manufaktur yang berkelanjutan, ramah lingkungan, dan minim polusi, dengan penggunaan bahan dan energi yang seminimal mungkin, serta menghasilkan sedikit atau bahkan tidak ada limbah.

Prinsip dasar Kimia Hijau berawal dari pemahaman bahwa proses produksi, penggunaan, dan pembuangan produk kimia dapat berdampak negatif jika tidak diatur dengan benar.

Dalam mencapai tujuannya, Kimia Hijau dan teknik yang terkait memungkinkan modifikasi atau perancangan ulang produk dan proses kimia untuk mengurangi limbah serta mengurangi penggunaan bahan berbahaya.

Mereka yang menganut Kimia Hijau menyadari tanggung jawab mereka terhadap dampak yang mungkin ditimbulkan oleh bahan kimia dan proses kimia yang mereka gunakan.

Sebaliknya dari pandangan yang merugikan secara ekonomi atau menghambat profitabilitas, Kimia Hijau fokus pada pengembangan keuntungan sambil mendorong inovasi dan tetap memprioritaskan kesehatan manusia dan lingkungan (Manahan, 2005).

Kimia Hijau juga sering disebut dengan berbagai istilah lain, seperti Kimia Ramah Lingkungan, Kimia Bersih, Ekonomi Atom, dan Kimia yang Dirancang Ramah (Fajaroh, 2018).

 Pendekatan Kimia Hijau bertujuan utama untuk menciptakan senyawa kimia yang lebih berkualitas dan aman, sambil secara bersamaan memilih metode sintesis yang paling aman dan efisien, sekaligus mengurangi limbah kimia yang dihasilkan. Pendekatan Kimia Hijau berupaya untuk meminimalkan dampak negatif senyawa kimia sejak tahap perancangan.

Upaya pencegahan potensi risiko sejak awal proses pembuatan senyawa kimia sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia dan lingkungan.

Hal ini mencakup seluruh rangkaian proses, mulai dari perancangan, produksi, penggunaan atau daur ulang, hingga pembuangan limbah yang dihasilkan (Mustafa, 2016).

12 Prinsip Kimia Hijau

Konsep Kimia Hijau biasanya disajikan dalam kerangka 12 prinsip yang diusulkan oleh Anastas dan Warner (Anastas & Warner, 1998). Penerapan prinsip-prinsip ini berpotensi untuk menghasilkan produksi senyawa kimia yang mendukung kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan, sambil tetap mempertimbangkan aspek efisiensi dan profitabilitas. Dua belas prinsip Kimia Hijau tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pencegahan

Prinsip ini mengedepankan pencegahan lebih dari upaya remediasi limbah.

2. Atom Ekonomi

Metode sintesis hendaknya dirancang dengan memastikan bahwa semua bahan baku berubah menjadi produk.

3. Minimalkan Zat Kimia Berbahaya

Sintesis senyawa kimia harus menggunakan dan menghasilkan senyawa dengan tingkat toksisitas yang serendah mungkin.

4. Desain Zat Kimia Fungsional yang Aman

Proses sintesis harus dirancang sedemikian rupa untuk menghasilkan hasil yang diinginkan dengan sedikit menciptakan bahan beracun.

5. Penggunaan Pelarut dan Bahan Tambahan yang Ramah Lingkungan

Prinsip ini menghindari penggunaan bahan tambahan berbahaya, seperti pelarut dan agen pemisahan.

6. Efisiensi Energi

Pengurangan konsumsi energi dalam proses kimia merupakan fokus, dan jika memungkinkan, proses sintetis harus dilakukan pada suhu dan tekanan ambien.

7. Penggunaan Materi Baku Terbarukan

Prioritas diberikan pada pengembangan sumber daya alam terbarukan.

  Suatu senyawa turunan alkana mempunyai nama 2-butanol.

8. Kurangi Penggunaan Turunan Zat Kimia

Penggunaan bahan tambahan yang hanya akan meningkatkan jumlah limbah harus dihindari.

9. Katalisis

Prinsip ini mendorong penggunaan katalis yang selektif.

10. Desain yang Mendukung Degradasi

Produk kimia harus dirancang agar dapat dengan mudah terurai setelah pemakaian.

11. Pemantauan Keselamatan Real-time

Pemantauan dan pencegahan langsung terhadap senyawa berbahaya harus dilakukan pada setiap tahap proses sintesis.

12. Penerapan Kimia yang Aman

Prinsip ini bertujuan untuk mengurangi risiko kecelakaan, seperti pelepasan senyawa berbahaya, ledakan, dan kebakaran.

Keduabelas prinsip ini harus menjadi landasan utama dalam merancang proses kimia, baik dalam tahap sintesis maupun aplikasi.

Prinsip pertama, yang bisa dianggap sebagai inti dari filosofi Kimia Hijau, menjadi dasar bagi prinsip-prinsip berikutnya yang secara esensial menekankan pada penggunaan bahan dan energi yang efisien, optimalisasi pemanfaatan bahan baku terbarukan, pengurangan limbah, eliminasi bahan beracun dan berbahaya, pengurangan emisi senyawa berbahaya, serta penekanan pada kemudahan penguraian dan keamanan dalam pembuangan ke lingkungan (Fajaroh, 2018).

Kimia Hijau dalam Industri

Penerapan Kimia Hijau dalam industri dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti penggunaan pelarut dan reagen yang ramah lingkungan, daur ulang pelarut organik, penggunaan cairan superkritis, atau pemanfaatan senyawa ionik (ionic liquid).

Selain itu, dalam pengelolaan limbah, pendekatan biodegradasi dengan memanfaatkan mikroorganisme juga bisa menjadi pilihan. Namun, hal ini menjadi sebuah tantangan, terutama bagi para ahli kimia yang harus mengatasi proses produksi dalam industri dengan merancang metode yang berorientasi pada bahan kimia yang menghasilkan limbah yang bersifat ramah lingkungan.

Kolaborasi antara berbagai disiplin ilmu, seperti kimia, teknik kimia, dan biologi, merupakan pendekatan yang efektif dalam menerapkan konsep Kimia Hijau.

Diperlukan kerjasama yang erat antara industri, akademisi, dan pemerintah untuk mengimplementasikan teknologi yang mendukung pembangunan berkelanjutan dan berorientasi pada lingkungan (Irdhawati, 2016).

Gerakan Kimia Hijau

Dalam perkembangan Gerakan Kimia Hijau, penekanan diberikan pada penggunaan katalis yang tepat untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi. Proses sintesis yang dapat dipersingkat secara otomatis akan mengurangi konsumsi energi.

Green Chemistry juga memberikan kontribusi signifikan dalam memecahkan permasalahan lingkungan, seperti perubahan iklim, peningkatan suhu lautan, kimia stratosfir, dan pemanasan global.

Isu penting yang menjadi fokus dalam Green Chemistry adalah eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, khususnya dalam konteks penggunaan bahan bakar fosil.

Oleh karena itu, Green Chemistry berusaha untuk mengembangkan solusi, seperti sintesis bahan bakar yang berkelanjutan secara ekonomis dan teknologis, melalui pendekatan seperti teknologi biomassa, teknologi nanosains, biosolar, efisiensi karbon dioksida, kitin, dan pengelolaan limbah (Ulfah, 2013).

Selain itu, saat ini terdapat Pedoman Pemanfaatan Biomaterial Berkelanjutan yang memberikan panduan komprehensif dalam manajemen siklus keberlanjutan, mulai dari praktik pertanian hingga daur ulang dan pengolahan pupuk.

Pedoman ini memberikan panduan tentang cara memanfaatkan limbah tumbuhan, seperti kayu, rumput kering, dan berbagai bahan pertanian lainnya.

  Persamaan Reaksi

Panduan ini sesuai dengan prinsip ketujuh dalam Kimia Hijau, yaitu penggunaan bahan baku pertanian yang dapat didaur ulang.

Prinsip ini menjadi landasan bagi upaya para ahli kimia untuk memanfaatkan bahan yang dapat diperbaharui, seperti biogas dan pakan ternak, dengan mengurangi konsumsi energi serta menghasilkan senyawa kimia yang ramah lingkungan dalam pembuatan bahan pangan (Mustafa, 2016).

Sejumlah aplikasi Kimia Hijau yang telah meraih penghargaan dari Presidential Green Chemistry Challenge Awards yang didukung oleh ACS Green Chemistry Institute mencakup penggunaan Vitamin C (asam askorbat) dalam proses pembuatan polimer.

Profesor Krzysztof Matyjaszewski dari Carnegie Mellon University mengembangkan pelarut ramah lingkungan untuk mendukung proses ini.

Penelitiannya mengenai Atom Transfer Radical Polymerization (ATRP), sebuah metode umum dalam produksi polimer, menggunakan Vitamin C sebagai agen pereduksi. Hal ini tidak hanya mengurangi ketergantungan pada katalis, tetapi juga ramah terhadap lingkungan (Ulfah, 2013).

Secara keseluruhan, manfaat Kimia Hijau mencakup upaya untuk mengoptimalkan proses kimia dengan biaya produksi yang lebih rendah dan regulasi yang lebih terjaga.

Ini juga mencakup penggunaan energi yang lebih efisien, pengurangan limbah produksi, pengurangan risiko kecelakaan, produk yang lebih ramah lingkungan, serta lingkungan kerja dan komunitas yang lebih sehat.

Selain itu, Kimia Hijau juga berkontribusi dalam mendukung kesehatan manusia dan lingkungan, serta memberikan keunggulan kompetitif dalam produk yang dihasilkan.

Dengan mempertimbangkan dan menerapkan pendekatan dan teknologi Kimia Hijau, kita dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih kondusif bagi para pekerja industri, mengurangi risiko bagi komunitas sekitar fasilitas produksi, dan menghasilkan produk yang lebih aman bagi pengguna dan konsumen (Mustafa, 2016).

Kesimpulan

Dalam rangkuman, Kimia Hijau adalah pendekatan yang mengarah pada restrukturisasi produk kimia dan prosesnya dengan tujuan mengurangi atau bahkan menghilangkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.

Konsep Kimia Hijau berfokus pada upaya mengurangi penggunaan zat berbahaya, menerapkan katalis yang aman dalam reaksi dan proses kimia, menggunakan reagen yang tidak bersifat toksik, memanfaatkan sumber daya yang dapat diperbaharui, meningkatkan efisiensi hingga tingkat atom, dan mengadopsi penggunaan pelarut yang ramah lingkungan.

Sudah ada upaya yang signifikan dalam menerapkan pendekatan Kimia Hijau dalam produksi industri, terutama dalam menggantikan bahan kimia berbahaya yang umumnya digunakan dalam berbagai industri dan bidang kesehatan.

Peraturan yang mengatur penerapan Kimia Hijau telah diperkenalkan baik di tingkat global maupun di Indonesia.

Namun, perlu pengawasan yang ketat untuk memastikan implementasi Kimia Hijau berhasil dalam mencegah dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Fajaroh, Fauziatul. 2018. Sintesis Nanopartikel dengan Prinsip Kimia Hijau. Malang : Universitas Negeri Malang. Dalam http://kimia.fmipa.um.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Hal-24-32-FAUZIATUL.pdf (Diakses 13 November 2021)

Fatimah, Is. (2019). Kimia Hijau Wujudkan Pembangunan Berkelanjutan di Berbagai Lini. Dalam https://www.uii.ac.id/kimia-hijau-wujudkan-pembangunan-berkelanjutan-di-banyak sekali-lini/ (Diakses 14 November 2021)

Irdhawati. 2016. Kimia Hijau Dalam Bidang Industri dan Pengolahan Limbah. Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Udayana. Bali. Dalam https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/150692202ce624f395662795e73f87ea.pdf (Diakses 13 November 2021)

Manahan, Stanley E. 2006. Green Chemistry And The Ten Commandments Of Sustainability. International Standard Book 2nd edition. ChemChar Research, Inc Publishers Columbia, Missouri U.S.A. Dalam https://www.asdlib.org/onlineArticles/ecourseware/Manahan/GreenChem-2.pdf (Diakses 13 November 2021)

Mustafa, Dina. 2016. Kimia Hijau dan Pembangunan Kesehatan yang Berkelanjutan di Perkotaan. Jakarta : Universitas Terbuka. Dalam http://repository.ut.ac.id/7091/1/UTFMIPA2016-07-dina.pdf (Diakses 13 November 2021)

Ulfah, Maria., dkk. 2013. Konsep Pengetahuan Lingkungan Green Chemistry Pada Program Studi Pendidikan Biologi. Semarang :  FPMIPA IKIP PGRI. Dalam https://media.neliti.com/media/publications/175568-ID-konsep-wawasan-lingkungan-green-chem.pdf (Diakses 13 November 2021)