Sistem aturan di Indonesia saat ini merupakan tata cara hukum yang didasarkan pada asas Konkordansi, yakni menerima secara sukarela untuk memperlakukan tata cara aturan yang berasal dari daratan Eropa Kontinental. Namun Indonesia juga memiliki beragam tradisi dalam masyarakatnya, yang di dalamnya berlaku hukum budbahasa sebagai aturan asli. Belum lagi penetrasi aliran-fatwa aturan Islam yang di beberapa daerah turut mensugesti hukum etika.
Setelah Indonesia merdeka dan mulai masuknya investasi asing, lambat laun imbas common law menginfiltrasi pertumbuhan hukum di Indonesia. Akibatnya di Indonesia terdapat pluralisme hukum, mencakup; Hukum Adat, Hukum Islam, Civil Law dan Common Law yang kesemuanya hidup berdampingan. Sehingga perkembangan aturan di Indonesia sungguh dipengaruhi oleh keragaman agama, budpekerti, masyarakat dan sistem aturan yang hidup di Indonesia itu sendiri, civil law, common law, aturan Islam maupun aturan-hukum adat yang ada.
Sistem hukum Indonesia adalah sistem aturan yang unik. Beberapa sarjana hukum mengatakan bahwa metode aturan di Indonesia ialah sistem hukum Indonesia itu sendiri. Sebuah sistem yang dibangun dari proses inovasi, pengembangan, adaptasi, bahkan kompromi dari beberapa metode yang telah ada. Hingga lalu lahirlah Teori Hukum Pembangunan yang dipelopori Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja.
Teori Mochtar tersebut dikenal juga selaku Madzhab Unpad, karena profesinya sebagai guru besar hukum di Universitas Padjajaran. Menurut Mochtar, hukum yaitu sarana pembaruan masyarakat. Pandangannya ihwal desain hukum tersebut bahu-membahu ialah modifikasi dari konsep hukum Roscoe Pound yang ialah aktivis pemikiran sociological jurisprudence, yakni hukum ideal ialah aturan yang dibentuk dengan memperhatikan aturan yang hidup dalam masyarakat (law as a tool of social engineering). Aliran ini mempunyai pandangan nyaris sama dengan madzhab sejarah yang dipelopori Von Savigny, bahwa sebuah aturan tidak dapat berlaku secara universal alasannya adalah keberlakuannya sangat bergantung pada volkgeist atau jiwa rakyat yang mendiami suatu bangsa. Kedua pandangan dalam pedoman tersebut yang menjiwai teori aturan pembangunan, bekerjsama yaitu yang melatari penerapan common law di negara Inggris, Amerika, dan beberapa negara jajahan Inggris lainnya.
Perkembangan metode hukum Indonesia berikutnya dikemukakan oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., M.H. dalam tulisannya Struktur Hukum dan Hukum Struktural Indonesia, menurut Prof. Jimly “kita mesti membedakan antara struktur aturan dan hukum struktural dalam suatu tata cara hukum. Pengertian pertama dapat kita sebut sebagai struktur internal tata cara hukum, sedangkan yang kedua mampu disebut selaku struktur eksternal metode aturan.”
Pemikiran tersebut menerangkan perbedaan yang sering dianggap sama, akan tetapi berlawanan. Para pakar hukum di Indonesia lebih banyak menerangkan metode aturan dalam pengertian struktur aturan bukan hukum struktural. Selain itu juga dipengaruhi oleh pandangan Lawrence Friedmann wacana sistem aturan (legal system) yang menurutnya mencakup tiga komponen atau sub-tata cara, yaitu (i) unsur struktur aturan, (ii) substansi aturan, dan (iii) budaya aturan.
Prof. Jimly memberikan bahwa, teori Wolfgang Friedmann ini cocok untuk dipakai guna menerangkan keberadaan metode aturan dalam konteks kebudayaan, dalam konteks struktur kehidupan masyarakat. Apa yang kita ketahui sebagai substansi hukum di Indonesia dengan tradisi ‘civil law’, pasti sangat berlawanan dari apa yang dimaksud oleh Friedmann yang hidup dan menulis dalam konteks sistem hukum dengan tradisi ‘common law’ di Amerika Serikat.
Oleh Karena itu Prof. Jimly menyarankan, sistem hukum Indonesia yang sebaiknya dibangun ke depan meliputi lima aspek atau unsur sekaligus, yakni (i) komponen instrumental yang mencakup semua jenis dokumen hukum dan aturan tidak tertulis, (ii) unsur kelembagaan yang mencakup juga pemahaman fasilitas dan prasarana dan semua faktor keorganisasian, (iii) unsur sumber daya insan dan kepemimpinan, (iv) unsur sistem gosip dan komunikasi, dan (v) komponen budaya aturan, pendidikan hukum, dan sosialisasi aturan.
Dari penjelasan paradigma tata cara hukum Indonesia di atas, selaku mahasiswa hukum alangkah baiknya untuk menganalisis secara cermat dan komprehensif tentang konsep bangunan metode hukum ini. Mengingat tata cara sebagai sekumpulan prosedur yang saling berhubungan dan saling berhubungan untuk melaksanakan sebuah peran secara bahu-membahu guna meraih tujuan tertentu. Akan tetapi kadang-kadang perumpamaan tata cara dipakai untuk mengeneralisasikan segala sesuatu yang kompleks. Pertanyaannya, bagaimana membangun metode aturan di Negara yang prural dengan multisystem, multietnic, multikultur, multirelegion, dan multi lainnya, mempesona bukan?