Penggunaan Kurikulum Berbasis Kompetensi

alah satu dasar hukum dan landasan penggunaan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yaitu didasarkan pada Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (bekerjasama dengan) UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Peraturan Pemerintah (PP)  Nomor 25 tahun 2000 perihal pembagian kewenangan antara pusat dan kawasan. Dalam  PP ini, pada bidang pendidikan, dinyatakan bahwa kewenangan  sentra yakni ; “menetapkan kriteria kompetensi penerima  asuh dan warga berguru serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional serta fatwa pelaksanaannya, dan penetapan standar materi pelajaran pokok. Berdasarkan hal tersebut, Departemen Pendidikan Nasional melaksanakan penyusunan kriteria nasional untuk seluruh mata pelajaran di Sekolah Menengan Atas, yang mencakup patokan kompetensi, kompetensi dasar, bahan pokok, dan indikator pencapaian berguru.

Sesuai dengan jiwa otonomi, Pemerintah Daerah (Pemerintah Daerah) mempunyai kewenangan untuk menyebarkan silabus dan sistem penilaiannya menurut persyaratan nasional. Bagian yang menjadi kewenangan tempat yaitu  dalam mengembangkan taktik pembelajaran yang mencakup tatap muka dan pengalaman belajar serta instrumen penilaian mencar ilmu. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan bagi tempat untuk mengembangkan standar tersebut bila dirasa kurang memadai, misalnya penambahan kompetensi dasar atau indikator pencapaian.
Pendidikan berbasis kompetensi yaitu pendidikan yang menekankan pada kesanggupan yang harus dimiliki oleh lulusan sebuah jenjang pendidikan. Kompetensi lulusan suatu jenjang pendidikan, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, mencakup komponen wawasan, keahlian, kecakapan, kemandirian, kreaktivitas, kesehatan, etika, ketakwaan, dan kewarganegaraan. 
Paradigma pendidikan berbasis kompetensi menurut Wilson (2001) meliputi kurikulum, pedagogi, dan  evaluasi  yang menekankan pada standar atau hasil. Kurikulum yang terdiri dari materi latih yang diberikan terhadap akseptor asuh melalui proses pembelajaran. Proses pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan pedagogi yang mencakup strategi atau sistem mengajar. Tingkat kesuksesan belajar yang dicapai penerima didik mampu dilihat pada hasil berguru, yang mampu dikenali lewat proses evaluasi baik berbentuktes maupun nontes.
Implikasi penerapan pendidikan berbasis kompetensi ialah perlunya pengembangan silabus dan metode evaluasi yang bertujuan membentuk akseptor didik mampu mendemonstrasikan wawasan dan keterampilan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dengan mengintegrasikan keterampilan hidupnya (life skills). Silabus ialah acuan untuk merencanakan dan melakukan acara pembelajaran. Sistem evaluasi dibutuhkan untuk mengenali tingkat pencapaian kompetensi. Pengembangan sistem evaluasi yang meliputi jenis tagihan, bentuk instrumen, dan acuan instrumen. Jenis tagihan ialah banyak sekali bentuk ulangan dan tugas-tugas yang mesti dijalankan oleh penerima latih; sedangkan bentuk instrumen terkait dengan tanggapan yang harus dijalankan oleh akseptor didik, baik dalam bentuk tes maupun nontes.
BAB II
KARAKTERISTIK  MATA PELAJARAN  KEWARGANEGARAAN
             Karakteristik suatu mata pelajaran perlu diidentifikasi dalam rangka pengembangan silabus berbasis kompetensi dari mata pelajaran tersebut. Struktur keilmuan sebuah mata pelajaran menyangkut  dimensi tolok ukur kompetensi, kompetensi dasar, dan materi pokok atau struktur keilmuan  mata pelajaran tersebut. Hasil kenali karakteristik mata pelajaran tersebut berfaedah sebagai pola dalam mengembangkan silabus  dan rencana pembelajaran.
Sebagaimana lazimnya sebuah bidang studi yang diajarkan di sekolah, bahan keilmuan mata pelajaran Kewarganegaraan  mencakup dimensi wawasan (knowledge), kemampuan (skills), dan nilai (values). Sejalan dengan  inspirasi  pokok mata pelajaran Kewarganegaraan yang ingin membentuk warga negara yang ideal yaitu warga negara yang memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai sesuai dengan desain dan prinsip-prinsip Kewarganegaraan. Pada gilirannya, warga negara yang bagus tersebut diharapkan dapat menolong terwujudnya   penduduk yang demokratis konstitusional.
Berbagai negara di dunia mempunyai persyaratan masing-masing tentang warga negara yang bagus, yang sangat berafiliasi dengan persepsi hidup bangsa yang  bersangkutan yang tercermin dalam konstitusinya. Bagi bangsa Indonesia warga negara yang baik tersebut tidak saja warga negara yang mampu melakukan perannya dalam keterkaitannya dengan sesama warga negara dan relevansinya dengan negara sesuai dengan ketentuan-ketentuan konstitusi negara (Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945).
Sehubungan dengan itu, mata pelajaran Kewarganegaraan meliputi dimensi wawasan, keahlian, dan nilai-nilai Kewarganegaraan,  seperti tampakdalam Gambar 1 berikut ini.


Gambar 1:
  Makalah Budidaya Rumput Maritim Di Sinjai Utara

Percaya diri

Kompetensi

Keterampilan Kewarganegaraan

  

    Komitmen

Pengetahuan  kewarganegaraan

 Nilai-nilai kewarganegaraan

Warga negara yang berpengetahuan, cekatan, dan berkepribadian

Diagram Struktur Keilmuan Mata Pelajaran
Kewarganegaraan

 

 


Secara garis besar Mata Pelajaran Kewarganegaraan berisikan:
a.  Dimensi pengetahuan kewarganegaraan (civics knowledge) yang meliputi bidang politik, hukum dan etika. Secara rinci, materi pengetahuan kewarganegaraan meliputi pengetahuan perihal prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non pemerintah, identitas nasional, pemerintahan menurut aturan (rule of law) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, sejarah nasional, hak dan keharusan warga negara, hak asasi manusia, hak sipil, dan hak politik.
b.  Dimensi keterampilan kewarganegaraan (civics skills) meliputi kemampuan partisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, contohnya: berperan serta aktif merealisasikan penduduk madani (civil society), kemampuan mensugesti dan monitoring jalannya pemerintahan, proses pengambilan keputusan politik, keterampilan memecahkan masalah-persoalan sosial, keahlian mengadakan koalisi, kerja sama, dan bisa mengorganisir konflik.
c. Dimensi nilai-nilai kewarganegaraan (civics values) mencakup antara lain percaya diri, kesepakatan, penguasaan atas nilai religius, norma dan akhlak luhur, nilai keadilan, demokratis, toleransi, keleluasaan individual, keleluasaan mengatakan, keleluasaan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul, dan pemberian terhadap minoritas.
Mata pelajaran Kewarganegaraan  ialah bidang kajian interdisipliner, artinya materi keilmuan kewarganegaraan dijabarkan dari beberapa disiplin ilmu antara lain ilmu politik, ilmu negara, ilmu tata negara, hukum, sejarah, ekonomi, akhlak, dan filsafat.
Kewarganegaraan dipandang sebagai mata pelajaran yang memegang peranan penting dalam membentuk warga negara yang baik Good Citizenships) sesuai dengan falsafah bangsa dan konstitusi negara Republik Indonesia.
Dengan mengamati visi dan misi mata pelajaran Kewarganegaraan ialah membentuk warga negara yang baik, maka selain mencakup dimensi wawasan, karakteristik mata pelajaran Kewarganegaraan ditandai dengan pertolongan pementingan pada dimensi sikap dan keterampilan civics. Kaprikornus, pertama-tama seorang warga negara perlu mengerti dan menguasai wawasan  yang lengkap ihwal konsep dan prinsip-prinsip politik, aturan, dan etika civics. Setelah menguasai wawasan, selanjutnya seorang warga negara diharapkan memiliki perilaku atau karakter  sebagai warga negara yang baik, dan memiliki keahlian kewarganegaraan  dalam bentuk keterampilan berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara  serta keahlian memilih posisi diri, serta kecakapan hidup (life skills).
                 Warga negara yang mengetahui dan menguasai pengetahuan kewarganegaraan (civics knowledge) dan keahlian kewarganegaraan (civics skills) akan menjadi seorang warga negara yang berkompeten. Warga negara yang memahami dan menguasai wawasan kewarganegaraan (civics knowledge) serta nilai-nilai kewarganegaraan (civics values) akan menjadi seorang warga negara yang mempunyai rasa yakin diri, sedangkan warga negara yang telah mengerti dan menguasai keterampilan kewarganegaraan (civics skills) serta nilai-nilai kewarganegaraan (civics values) akan menjadi seorang warga negara yang mempunyai akad kuat. Kemudian warga negara yang memahami dan menguasai wawasan kewarganegaraan (civics knowledge), memahami dan menguasai keterampilan kewarganegaraan (civics skills), serta mengerti dan menguasai nilai-nilai kewarganegaraan (civics values) akan menjadi seorang warga negara yang berpengetahuan, terampil dan berkepribadian.
Secara garis besar karakteristik  mata pelajaran Kewarganegaraan  tercermin pada struktur keilmuan mata pelajaran Kewarganegaraan.  Adapun dimensi dan bidang kajian mata pelajaran Kewarganegaraan  di SMA mampu dilihat pada Tabel  1  berikut ini :


Tabel : 1  Dimensi dan Bidang Kajian Mata Pelajaran Kewarganegaraan
No.
Dimensi
Bidang Kajian
1.
Politik
1.      Manusia sebagai zoon politikon
2.      Proses terbentuknya penduduk politik
3.      Proses terbentuknya bangsa dan negara
4.      Unsur-unsur negara, tujuan negara, dan bentuk-bentuk negara
5.      Warga negara dan cara-cara menemukan kewarganegaraan
6.      Model-model sistem politik
7.      Lembaga-forum Tinggi Negara dan Lembaga Non Pemerintahan
8.      Demokrasi Pancasila
9.      Indonesia dalam kekerabatan internasional
2.
Hukum
1.      Negara Hukum
2.      Konstitusi
3.      Sumber hukum
4.      Subyek hukum, obyek hukum, kejadian aturan, dan hukuman aturan
5.      Pembidangan/penggolongan hukum
6.      Proses aturan
7.      Peradilan bebas
3.
Moral
1.      Pengertian nilai, dan norma
2.      Hubungan antara nilai dan norma
3.      Sumber-sumber pemikiran adab
4.      Norma-norma dalam masyarakat
5.      Implementasi nilai-nilai susila Pancasila
4.
Keterampilan dan moral  kewargane-garaan
1.      Pengembangan keterampilan intelektual kewarganegaraan
2.      Pengembangan kemampuan posisi diri
3.      Pengembangan keterampilan partisipasi
4.      Pengembangan watak kewarganegaraan