Pengertian biaya bikinan tidak langsung (factory overhead cost) atau singkatnya biaya overhead buatan berdasarkan Matz dan Usry dalam buku “Cost Accounting, Planning and Control (1980), sebagai berikut: biaya overhead produksi (factory overhead cost) dapat didefenisikan sebagai biaya dari bahan atau material tidak pribadi, tenaga kerja tidak pribadi, dan semua ongkos bikinan yang tidak dapat dibebankan pribadi kepada produk. Makara dengan kata lain biaya overhead buatan ini mencakup seluruh biaya bikinan kecuali ongkos material langsung dan biaya tenaga kerja langsung.
Biaya overhead buatan merupakan ongkos yang tidak mampu diidentifikasikan secara eksklusif terhadap produk yang menggunakannya atau yang mengkonsumsinya. Hal ini berlawanan dengan biaya bikinan langsung yang mampu diidentifikasi secara pribadi terhadap produk yang mengkonsumsinya.
Biaya overhead yang timbul biasanya dikonsumsi oleh lebih dari satu departemen produksi. Oleh alasannya adalah itu dibutuhkan sebuah prosedur distribusi ongkos yang dipakai untuk membebankan ongkos overhead ini terhadap tiap-tiap departemen ataupun produk yang mengkonsumsinya. Secara garis besar, biaya overhead produksi digolongkan selaku berikut :
1. Biaya Bahan Pembantu (Indirect Material)
Biaya materi pembantu merupakan ongkos materi yang diperlukan dalam proses pembuatan produksi, tetapi bukan ongkos bahan baku (bahan langsung). Bahan pembantu ini kesudahannya juga menjadi bab produk, namun memiliki nilai yang kecil.
2. Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung (Indirect Labor)
Biaya tenaga kerja tidak pribadi ialah biaya tenaga kerja yang tidak mampu diidentifikasikan secara langsung terhadap produk. Misalnya yaitu biaya honor supervisor, quality control, tenaga kerja manajemen dan pekerja yang bertugas dalam kerja pemeliharaan yang secara tidak langsung berhubungan dengan buatan.
3. Biaya Reparasi dan Pemeliharaan (Repair and Maintenance)
Biaya reparasi dan pemeliharaan yakni biaya yang dikeluarkan untuk aktivitas reparasi dan pemeliharaan mesin/perlengkapan, serta pemakaian suku cadang. Terkadang biaya suku cadang dipisahkan dari ongkos reparasi dan pemeliharaan.
4. Biaya Penyusutan dan Depresiasi
Misalnya yakni ongkos penyusutan mesin, perlengkapan dan kendaraan.
5. Biaya Utilitas
Misalnya yakni ongkos penggunaan air, gas dan listrik.
Sejalan dengan kemajuan teknologi pada proses bikinan, biaya overhead buatan juga kian meningkat. Saat ini perusahaan-perusahaan condong beralih dari padat karya menjadi padat modal. Tenaga kerja tidak lagi menjadi acara penambah nilai yang utama pada proses produksi, alasannya adalah penggunaan teknologi (mesin, komputer, dan yang lain) akan mengambil alih posisi dari tenaga kerja insan. Peralihan inilah yang menyebabkan persentase biaya overhead produksi naik secara signifikan.
Penggunaan metode ongkos tradisional dalam membebankan biaya overhead akan menjadi tidak relevan lagi, karena metode ini menggunakan satu atau dua pemacu biaya yang berbasis unit (unit based cost drivers) sebagai dasar pembebanan biaya. Menggunakan satu atau dua pemacu ongkos berbasis unit untuk membebankan semua ongkos overhead produksi akan menciptakan ongkos buatan yang terdistorsi.
Distorsi yang terjadi adalah berupa subsidi silang (cross subsidy) antar produk, hal ini akan menciptakan situasi dimana satu produk akan mengalami kelebihan ongkos (over costing dan produk lainnya akan mengalami kekurangan ongkos (under costing).Tingkat distorsi yang terjadi tergantung pada proporsi biaya overhead buatan kepada biaya produksi total. Semakin besar proporsinya makin besar pula distorsi yang terjadi dan demikian juga sebaliknya. Hal inilah yang melandasi dikembangkannya metode ongkos Activity-Based Costing (ABC).
Sistem biaya tradisional memprioritaskan satu atau dua pemacu biaya yang berbasis unit sebagai pembeban ongkos sehingga membuat biaya produk yang terdistorsi. Distorsi yang terjadi berbentuksubsidi silang (cross subsidy) antar produk, satu produk mengalami kelebihan ongkos (overcosting) dan produk lainnya mengalami kekurangan ongkos (undercosting). Tingkat distorsi yang terjadi tergantung pada proporsi biaya overhead terhadap ongkos produksi total. Semakin besar proporsinya, makin besar distorsi yang terjadi demikian juga sebaliknya. Hal inilah yang melandasi dikembangkannya tata cara ongkos Activity- Balanced Accounting (ABC).