Al-Wa’du (الْوَعْدُ), adalah nash-nash (Al-Qur-an dan As-Sunnah) yang mengandung kesepakatan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap orang yang taat dengan ganjaran yang baik, pahala dan Surga. Adapun yang dimaksud dengan al-Wa’iid (الْوَعِيْدُ), yakni nash-nash yang terdapat padanya ancaman bagi orang-orang yang berbuat maksiat dengan adzab dan siksaan yang pedih.
Keyakinan Ahlus Sunnah mengenai al-Wa’du dan al-Wa’id selaku berikut:
1). Ahlus Sunnah mengimani nash-nash al-Wa’du (komitmen yang baik, Surga) dan al-Wa’id (ancaman, ihwal siksaan Neraka). Mereka memutuskan dan mengimaninya sebagaimana apa adanya dalam nash-nash tersebut dan tidak mentakwil.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang diharapkan-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sangat beliau telah berbuat dosa yang besar.” [An-Nisaa’: 48]
2). Ahlus Sunnah meyakini bahwa tidak ada seorang pun yang mengenali tentang tamat dari kehidupan seorang hamba, akan tetapi orang yang menampakkan kekufuran yang besar, maka dia akan dihukum dengan apa yang beliau kerjakan dan diperlakukan sebagaimana bermu’amalah dengan orang kafir.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ihwal selesai kehidupan seseorang:
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ، فِيْمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ، وَهُوَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ، فِيْمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ، وَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ.
“Sesungguhnya seseorang mengamalkan amalan hebat Surga menurut apa yang terlihat bagi manusia padahal ia tergolong andal Neraka, dan seseorang mengamalkan amalan andal Neraka berdasarkan apa yang tampak bagi insan padahal ia termasuk hebat Surga.”
Dalam hadits riwayat al-Bukhari di atas terdapat suplemen, ialah:
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيْمِ
“Sesungguhnya seluruh amal tindakan itu diputuskan menurut hasilnya.”
3). Ahlus Sunnah tidak menentukan seorang pun bahwa mereka sebagai mahir Surga atau Neraka kecuali yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka meyakini bahwa orang yang mati dalam kondisi Islam, beriman, berinfak shalih dan bertaqwa akan dimasukkan ke dalam Surga, dengan dasar ayat-ayat dan hadits-hadits shahih.
Allah Ta’ala berfirman:
وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
“Dan sampaikanlah gosip besar hati terhadap mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan Surga-Surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya…” [Al-Baqarah: 25]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ مَاتَ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ.
“Barangsiapa yang meninggal dunia dalam kondisi tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia akan masuk Surga, dan barangsiapa yang meninggal dunia dalam kondisi menyekutukan Allah dengan sesuatu, maka beliau akan masuk Neraka.”
4). Ahlus Sunnah mempersaksikan tentang sepuluh orang yang dijamin masuk Surga sebagaimana yang disaksikan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu pula Sahabat-Sahabat lainnya yang dijamin masuk Surga mirip isteri-isteri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ‘Ukkasyah bin Mihshan: ‘Abdullah bin Salam, dan yang lainnya.
Ahlus Sunnah meyakini bekerjsama orang-orang kafir, musyrikin dan munafiqin adalah hebat Neraka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang kafir adalah mahir kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke Neraka Jahannam, mereka baka di dalamnya. Mereka itu ialah seburuk-buruk makhluk.” [Al-Bayyinah: 6]
وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni Neraka; mereka awet di dalamnya.” [Al-Baqarah: 39]
Juga firman-Nya:
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَن تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (diposisikan) pada tingkatan yang paling bawah dari Neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” [An-Nisaa’: 145]
5). Ahlus Sunnah menetapkan orang-orang yang ditentukan masuk Neraka dengan dasar ayat-ayat Al-Qur-an dan hadits-hadits yang shahih, mirip Abu Lahab (‘Abdul ‘Uzza bin ‘Abdil Muththalib), dan isterinya (Ummu Jamil Arwa bintu Harb), serta yang lainnya.
6). Ahlus Sunnah meyakini bahwa Surga tidak dipastikan kepada seseorang pun meskipun amal perbuatannya baik, kecuali Allah menunjukkan kepadanya keistimewaan dan rahmat, maka beliau akan dimasukkan ke dalam Surga dengan karena rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَىٰ مِنكُم مِّنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Sekiranya bukan alasannya adalah karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kau sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu higienis (dari tindakan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang diinginkan-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [An-Nuur: 21]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ، قَالُوْا: وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: وَلاَ أَنَا، إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللهُ مِنْهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ.
“Tidaklah seseorang di antara kalian dimasukkan ke dalam Surga alasannya amalannya.” Para Sahabat mengajukan pertanyaan: “Dan tidak juga engkau, Ya, Rasulullah?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Ya, tidak juga aku, kecuali Allah meliputiku dengan keutamaan serta rahmat-Nya.”
7). Ahlus Sunnah tidak memutuskan adzab bagi setiap orang yang diancam dengan siksaan (kecuali bagi orang yang melaksanakan kekufuran). Karena bisa jadi Allah mengampuni dengan karena ketaatannya, taubatnya, petaka-bencana alam yang dialaminya dan sakit yang mampu menghapuskan dosa-dosanya dan yang lainnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kau berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa seluruhnya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Mahapengampun lagi Mahapenyayang.’” [Az-Zumar: 53]
8. Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini bahwa setiap makhluk mempunyai kematian kematian. Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah selaku ketetapan yang telah diputuskan waktunya. Apabila telah tiba ajalnya, maka tidak mampu ditangguhkan dan disegerakan sesaat pun juga. Maka bekerjsama kematiannya akan datang pada waktu yang telah ditentukan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَن تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُّؤَجَّلًا
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya….” [Ali ‘Imran: 145]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1]. Lihat al-Wajiiz fii ‘Aqiidatis Salafish Shalih (hal. 127-136).
[2]. Syarhul ‘Aqiidah al-Waasithiyyah (hal. 126) oleh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan.
[3]. Lihat al-Wajiiz fii ‘Aqiidatis Salafish Shaalih (hal. 131).
[4]. HR. Al-Bukhari (no. 2898, 4203, 4207), Muslim (no. 112 (179) Kitaabul Iimaan dan no. 2651 (12) Kitaabul Qadar) dan Ahmad (V/332), dari Sahabat Sahl bin Sa’d as-Sa’idi Radhiyallahu anhu. Lihat juga ‘Aqiidatus Salaf Ash-haabil Hadiits (hal. 96).
[5]. HR. Al-Bukhari (no. 6493) Kitaabur Riqaaq pada bagian al-A’maal bil Khawaatiim wa Yukhaafu minha dan (no. 6607) Kitaabul Qadar, bab al-‘Amaal bil Khawaatiim, dari Sahabat Sahl bin Sa’d as-Saa’idi Radhiyallahu anhu.
[6]. Lihat juga surat al-Qamar: 54-55, al-Mursalaat: 41-44, dan yang yang lain.
[7]. HR. Muslim (no. 93 (151)), dari Sahabat Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhuma.
[8]. Lihat pembahasan ke-49 tentang pembahasan: Ahlus Sunnah Memuliakan Para Sahabat Rasulullah j, halaman 407.
[9]. HR. Al-Bukhari (no. 5673, 6463), Muslim (no. 2816 (75)) dan Ahmad (II/264), dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, lafazh ini lafazh Ahmad dan Muslim.
[10]. Lihat Majmuu’ Fataawaa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (VII/487-501) dan al-Wajiiz fii ‘Aqiidatis Salafish Shaalih (hal. 135).
[11]. Lihat juga Al-A’raaf : 34, Yunus : 49 dan al-Munafiquun : 11