close

Pendekatan Kontekstual Atau Contextual Teaching And Learning

Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) ialah rancangan mencar ilmu jang membantu pendidik mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan suasana dunia positif penerima didik dan mendorong peserta ajar membuat kekerabatan antara wawasan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dalam konteks ini penerima didik perlu mengerti apa makna belajar, keuntungannya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini peseerta bimbing akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari memiliki kegunaan sebagai hidupnya nanti. Sehingga akan menciptakan mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan sebuah bekal yang berfaedah untuk hidupnya nanti dan peserta ajar akan berupaya untuk menanggapinya.
Pendekatan Kontekstual ialah pendekatan yang membantu pendidik mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan suasana dunia positif peserta bimbing dan mendorong penerima asuh membuat hubungan antara wawasan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan penduduk . Pendekatan kontekstual sendiri dikerjakan dengan melibatkan bagian pembelajaran yang efektif yakni kontuktrivisme, mengajukan pertanyaan, menemukan, masyarakat berguru, pemodelan, refleksi, penilaian sebetulnya.
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk mencar ilmu yang penting, yaitu :
  • Mengaitkan yakni seni manajemen yang paling hebat dan merupakan inti kontruksivisme. Pendidik menggunakan seni manajemen ini dikala dia mengaitkan desain baru dengan sesuatu yang sudah dikenal peserta asuh. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang telah dimengerti penerima bimbing dengan berita gres.
  • Mengalami merupakan inti mencar ilmu kontekstual dimana mengaitkan mempunyai arti menghubungkan info baru dengan pengalaman maupun mengetahui sebelumnya. Belajar mampu terjadi lebih cepat saat penerima asuh mampu memanipulasi peralatan dan bahan serta melaksanakan bentuk-bentuk observasi yang aktif.
  • Menerapkan, Peserta didik menerapkan suatu desain ketika dia melakukan aktivitas pemecahan duduk perkara. Pendidik mampu memotivasi akseptor bimbing dengan memberikan latihan yang realistik dan relevan.
  • Kerjasama, peserta ajar yang bekerja secara individu sering tidak menolong pertumbuhan yang signifikan. Sebaliknya akseptor ajar yang bekerja secara golongan sering mampu mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit sumbangan. Pengalaman kerjasama tidak cuma membantu penerima latih mempelajari bahan didik, namun konsisten dengan dunia aktual.
  • Mentransfer, Peserta ajar menciptakan bermacam-macam pengalaman berguru dengan menitik beratkan pada pemahaman bukan hapalan.
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pendekatan Kontekstual

  1. Pendidik yang berwawasan; tujuannya ialah pendidik yang berwawasan dalam penerapan dan pendekatan.
  2. Materi dalam pembelajaran; dalam hal ini pendidik harus mampu mencari bahan pembelajaran yang dijiwai oleh konteks perlu disusun agar berarti bagi penerima didik.
  3. Strategi, sistem dan teknik belajar dan mengajar; dalam hal ini ialah bagaimana seorang pendidik menciptakan peserta bimbing bersemangat  belajar, yang lebih konkrit, yang memakai realitas, lebih aktual, konkret dan sebagainya.
  4. Media pendidikan; media yang dipakai dapat berupa situasi alamiah, benda kasatmata, alat peraga film yang faktual yang mana perlu diseleksi dan dirancang semoga sesuai dan berguru lebih berarti.
  5. Fasilitas; media mendukung pembelajaran kontekstual mirip peralatan dan perlengkapan laboratorium, kawasan praktek dan tempat untuk melaksanakan pelatihan perlu disediakan.
  6. Proses berguru dan mengajar; hal ini ditunjukkan oleh sikap pendidik dan akseptor ajar yang bertemapembelajaran kontekstual yang ialah inti dari pembelajaran kontekstual.
  7. Kancah pembelajaran; hal ini perlu diseleksi sesuai dengan hasil yang dikehendaki.
  8. Penilaian; Penilaian/penilaian otentik perlu diupayakan sebab pada pembelajaran ini menuntut pengukuran prestasi mencar ilmu akseptor ajar dengan cara-cara yang sempurna dan variatif, tidak cuma dengan pensil atau paper test.
  9. Suasana; suasana dalam lingkungan pembelajaran kontekstual sangat kuat alasannya mampu mendekatkan suasana kehidupan sekolah dengan kehidupan positif di lingkungan penerima ajar.
Karakteristik Pembelajaran Kontekstual (CTL)
  • Kerjasama
  • Saling menunjang
  • Menyenangkan, tidak membosankan
  • Belajar dengan berangasan
  • Pembelajaran terintegrasi
  • Menggunakan berbagai sumber
  • Peserta ajar aktif
  • Sharing dengan sobat
  • Peserta asuh kritis, pendidik kreatif
  • Dinding dan lorong penuh dengan hasil kerja peserta didik, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
  • Laporan terhadap orang tua bukan hanya rapor namun hasil karya penerima ajar, laporan hasil praktikum, karangan peserta asuh dan lain-lain.
Tahapan Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual antara lain :

  • Mengkaji materi pelajran yang akan diajarkan
  • Mengkaji konteks kehidupan penerima latih sehari-hari
  • Memilih materi pelajaran yang dapat dikaitka dengan kehidupan penerima didik
  • Menyusun persiapan proses KBM yang telah memasukkan konteks dengan bahan pelajaran 
  • Melaksanakan proses berguru mengajar kontekstual 
  • Melakukan penilaian asli kepada apa yang telah dipelajari penerima latih
Kelebihan Pendekatan Kontekstual :
  1. Pembelajaran menjadi labih memiliki arti dan riil. Artinya pesera bimbing dituntut untuk mampu menangkap relasi antara pengalaman berguru di sekolah dengan kehidupan faktual. Hal ini sangat penting sebab dengan mampu mengkorelasikan materi yang didapatkan dengan kehidupan konkret, bukan saja bagi penerima didik bahan itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam bersahabat dalam memori penerima didik, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
  2. Pembelajaran lebih produktif dan bisa menumbuhkan penguatan rancangan terhadap penerima bimbing alasannya sistem pembelajaran CTL menganut fatwa kontruktivisme, dimana seorang penerima asuh dituntut untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis “mengalami’ bukan “menghafal”