close

Pendahuluan Hakekat Dan Desain Geografi

Pendahuluan Hakekat Dan Konsep Geografi – Adalah sebuah kecerobohan bagi semua cabang ilmu wawasan dan teknologi yang dalam penerapannya tidak mengetahui dan menerapkan hakikat dan desain geografi (buta geografi). Bahwa semua cabang ilmu pengetahuan empiris yang masing-masing mempelajari gejala (phenomena) di permukaan bumi tanpa memahami dan peduli tata cara interrelasi, interaksi, dan interdependensi bagian permukaan bumi (space, area, kawasan, daerah) itu dengan manusia niscaya akan membuat kerusakan di paras bumi.
Ilmu wawasan ekonomi contohnya yang paling depan kepada perjuangan pemenuhan keperluan manusia, sepanjang sejarahnya sampai kini, belum bisa menawarkan kepastian-kepastian, bahkan sering berhadapan dengan ketidak pastian dalam usahanya mensejahterakan insan. Bahkan di satu segi ilmu ekonomi sudah melahirkan teknik-tehnik (trik-trik) bagi manusia berbuat serakah dalam mengorganisir sumberdaya alam dan sumberdaya insan. Para mahir ekonomi masih terperangkap dalam pertandingan ideologi dan sistem ekonomi politik, kapitalisme dan sosialisme.
 Adalah sebuah kecerobohan bagi semua cabang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dalam pen Pendahuluan Hakekat Dan Konsep Geografi
Matematika dan ilmu-ilmu wawasan alam (MIPA) murni yang miskin (Poor Sciences) cuma dapat berbuat onani dalam menikmati teori-teorinya sendiri. Justru temuan-temuannya dimanfaatkan oleh bidang-bidang ilmu lain, maka dia pun impoten. Teknologi industri, contohnya, yang mempergunakan teori-teori dan temuan MIPA yang diperlukan akan menghemat waktu kerja, menikmati waktu senggang, meminimalkan ongkos dan meningkatkan buatan guna menyanggupi keperluan manusia, justru sudah membuat manusia menghemat waktu tidurnya dan mengeksploitasi sumberdaya alam dan sumberdaya insan secara serampangan, menempatkan insan dalam kekalutan.
Lingkungan hidup kawasan (space) insan membangun kemakmuran itu telah dan sedang diproses kerusakannya. Ketimpangan ketimpangan antar wilayah, kontradiksi Utara-Selatan, negara-negara kaya versus negara negara miskin, kapitalis versus sosialis menjadi fenomena yang telah mengkhawatirkan. Penguasa-penguasa dan para hebat di Indonesia sendiri sedang lupa jika citra Wilayah Indonesia yakni kepulauan dan kelautan, sehingga tidak menghiraukan lagi bahwa kebedaan tanda-tanda antar region, antar daerah atau antar pulau-pulau itu cuma mampu disatukan dalam inplementasi prinsip (konsep) interrelasi, interaksi, dan interdepedensi bagian permukaan bumi itu dengan insan yang hidup di dalamnya.
Kebahagiaan yang dibutuhkan sebagai tujuan murni ilmu wawasan tetap hanya ada dalam cita-cita. Dan kekecewaan serta kecemburuan sosial antar region di negara kepulauan laut ini sedang mengarah terhadap desintegrasi bangsa ini. Sementara itu, suatu hal yang sering terjadi dalam mengajarkan geografi di sekolah yakni adanya kesan, seolah geografi selaku mata-pelajaran gampanga yang dapat diberikan (diajarkan) oleh siapa pun tanpa pendidikan kegeografian.
Akibatnya, geografi seolah-olah menjadi pelajaran hafalan tanpa makna, yakni pelajaran wacana daftar panjang kota-kota, gunung-gunung, sungai-sungai, laut-laut, selat-selat, sukusuku bangsa dan sebagainya tanpa kesanggupan melihat dan menerangkan korelasi fungsional interrelasi, interaksi, dan interdepedensi bab permukaan bumi (space, area, wilayah, daerah) itu dengan manusia.
Padahal, sebetulnya faktor-aspek aktual dalam pandangan abstrak ini merupakan substansi yang esensial (hakiki) dalam konsep-desain geografi dimana pendekatan deduktif, induktif dan reflectif thingking terhadap obyek studi geografi selaku ilmu pengetahuan menjadi utuh. Dalam hal ini, faktor ontologis, epistemologis dan faktor aksiologis dalam ilmu geografi merupakan sebuah keutuhan (kesatuan pandang) dalam mengkaji setiap tanda-tanda di permukaan bumi dari sudut pandang studi geografi selaku ilmu wawasan yang bermakna dan bernilai guna.
Jika banyak sekali cabang ilmu wawasan sudah meningkat sendiri-sendiri, mendalam dan meluas atau tinggi mengangkasa; apakah itu ilmu wawasan eksak maupun non-eksak, maka yang dapat menjembatani keterpisahan dan kebedaan itu yakni keilmuan geografi. Karena, mirip kata Preston E. James (1959),  Geography has sometimes been called the mother of sciences, since many fields of learning that started with observations of the actual face of earth turned to the study of specific processes wherever they might be located.
Kalau ada yang mengatakan bahwa filsafat selaku induk ilmu wawasan, maka katakan, bahwa filsafat cuma mampu merenung di tempatnya dan menyampaikan pesan; filsafat itu hanya mengurung diri untuk menerangkan dunia. Filsafat cuma hingga di ambang dunia namun tidak terkenal diseluruh dunia. Adalah geografi yang menyatukan rasio, emosi (sopan santun) dan empiris ke dalam tindakan kasatmata di ruang paras bumi ini.
Geografi tetap konsisten dengan obyek studinya yakni melihat satu kesatuan unsur alamiah dengan bagian insaniah pada ruang tertentu di permukaan bumi, mengkaji faktor alam dan aspek manusia yang membentuk integrasi keruangan di daerah yang bersangkutan. Geografi pun mengajarkan kearifan teknologi dalam mengurus alam lingkungan hidupnya insan.