Makalah Pemikiran Mahmud Ahmad Cheema tentang Kewafatan Nabi Isa AS pada Mata Kuliah Metode Penelitian Komunikasi Dakwah
BAB I
PENDAHULUAN
-
Latar Belakang
Jemaat Ahmadiyah ialah aliran dalam agama Islam yang mempunyai banyak sekali “akidah” yang berlainan dengan secara umum dikuasai umat Islam lainnya. Di antara “doktrin” yang sering kali menjadi polemik itu adalah hal yang berhubungan dengan penafsiran ayat-ayat yang terkait dengan ihwal penyaliban, kewafatan, dan kebangkitan Nabi Isa as. Oleh sebab itu, penelitian ini bermaksud untuk mengenali bagaimana penafsiran Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, sebagai salah satu tokoh Ahmadiyah.
kepada ayat-ayat perihal Nabi Isa a.s.Salah satu anutan jemaat Ahmadiyah yang menjadi polemik hingga kini dan menjadi perdebatan panjang yang tak pernah usai adalah tentang Nabi Isa a.s. Polemik yang paling kontroversial ialah perihal penyaliban, kewafatan, kenaikan Nabi Isa AS dan kebangkitannya menjelang kiamat. Sebagaimana dalam firman Allah swt dalam Surah An-Nisa ayat 157-158,
وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا (157) بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا (158)
“Dan Karena ucapan mereka: “Sesungguhnya kami sudah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah”, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang bertikai paham wacana (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan wacana yang dibunuh itu. mereka tidak mempunyai doktrin wacana siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) percaya bahwa yang mereka bunuh itu ialah Isa. Tetapi (yang bantu-membantu), Allah telah mengangkat Isa terhadap-Nya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
-
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah makalah ini yakni sebagai berikut :
-
Bagaimana fatwa Mahmud Ahmad Cheema perihal Kewafatan Nabi Isa AS ?
-
Bagaimana tanggapan terhadap pembahasan tersebut ?
-
Bagaimana persepsi untuk jalan keluarnya (resume makalah) ?
-
Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan Makalah ini yakni :
-
Mengetahui fatwa Mahmud Ahmad Cheema wacana Kewafatan Nabi Isa AS.
-
Mengetahui jawaban kepada pembahasan tersebut.
-
Mengetahui persepsi untuk jalan keluarnya (resume makalah).
-
Manfaat Penulisan
Supaya kami dan para pembaca dapat mengetahui serta memahami bagaimana anutan Mahmud Ahmad Cheema wacana kewafatan Nabi Isa AS, jawaban kepada pembahasan tersebut dan persepsi untuk jalan keluarnya serta resume makalah tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
-
Pemikiran Mahmud Ahmad Cheema Tentang Kewafatan Nabi Isa AS
Berikut adalah isi dari buku ajaran Mahmud Ahmad Cheema ihwal kewafatan Nabi Isa AS :
Kepercayaan ihwal masih hidupnya Nabi Isa a.s dilangit, merupakan salah satu persoalan besar bagi agama Islam. Kaum Muslimin yang percaya bahwa Nabi Isa a.s. masih hidup di langit dengan jasad kasarnya, dengan tidak sadar mereka mendukung kepercayaan agama Nasrani serta lebih memuliakan Nabi Isa a.s. dari pada Nabi Besar Muhammad SAW sendiri.
Berhubung dengan itu, aku harap pembaca mempelajari dan menghafalkan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Rasulullahs.a.w. wacana wafatnya Nabi Isa a.s. agar mampu memberi informasi dan menjelaskan baik terhadap kaum Muslimin, maupun terhadap kalangan Nasrani, bahwa Nabi Isa a.s. itu telah wafat lebih dari 2000 tahun yang lalu. Sehubungan dengan problem wafatnya Nabi Isa a.s. ini, Hadhrat Imam Mahdi, Masih Mau‘ud, Mirza Ghulam Ahmad a.s. bersabda, bahwa maju dan hidupnya agama Islam banyak bergantung kepada kewafatan Nabi Isa a.s.. Adapun dalil-dalil dan keterangan tentang telah wafatnya Nabi Isa as. adalah sebagai berikut :
-
DALIL KE – 1
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surah Al-Maidah ayat 119
Artinya: “Dan aku menjadi penjaga atas mereka selama aku berada di antara mereka, akan tetapi sehabis Engkau mewafatkan aku, maka Engkaulah yang menjadi Pengawas mereka dan Engkaulah Saksi atas segala sesuatu. ”
KETERANGAN : Dalam ayat ini, Nabi Isa AS menjawab terhadap Allah SWT bahwa dia selalu berupaya semoga para pengikutnya jangan hingga menyembah ilahi lain selain hanya kepada Allah SWT saja. Namun selanjutnya, dengan jelas ia bersabda : “Tetapi setelah Engkau mewafatkan saya, saya tidak tahu apa-apa yang mereka kerjakan.” Kata tawaffa dalam ayat ini artinya mewafatkan; kewafatan , sebagaimana kita baca dalam Al-Alquran surah Ali-Imran ayat 195 : Artinya: “Dan wafatkanlah kami dalam kelompok orang-orang saleh.” Hadhrat Imam Mahdi, Masih Mau’uda.s. bersabda: “Apabila kata tawaffa digunakan dalam kalimat yang fa’il/ subyeknya Allah swt. dan maf’ul/ obyeknya makhluk yang berjiwa, maka kata tawaffa artinya senantiasa mewafatkan; kewafatan. (Ḥamāmat alBusyrā dalam Rūḥānī Khazā’in Jld. 7, Surrey, Islam International Publications Ltd, 2009, h. 270).
-
DALIL KE – 2
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 56 :
إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَىٰ إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَجَاعِلُ الَّذِينَ اتَّبَعُوكَ فَوْقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَىٰ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Artinya:“ Ingatlah saat Allah berfirman, “Hai Isa, bantu-membantu Aku akan mewafatkan engkau [secara biasa] dan akan meninggikan derajat engkau di segi-Ku dan akan mensucikan engkau dari [tuduhan] orang-orang yang ingkar dan akan menyebabkan orang-orang yang mengikut engkau di atas orang-orang yang ingkar sampai Hari Kiamat.” Mengenai ayat ini, terdapat suatu Riwayat yang berasal dari Ibnu Abbasr.a., dikatakan : Artinya: “Tentang firman Allah “Inni mutawaffika” berkata Ibnu Abbasr.a. “Inni mumiituka — sungguh Aku akan mematikan engkau.” (Ad-Durru al-Mantsur fi Tafsiril Ma’tsur, Jalaluddin Assuyuthi, Darul Fikr, 1983, jilid II,
Di sini terang bahwa Ibnu Abbasr.a. mengartikan kata “mutawaffika” sebagai “mumiituka–yakni, “akan mewafatkan engkau.” (Abū Ja‘far Muḥammad bin Jarīr Aṭ-Ṭabarī, Jāmi‘ al-Bayān ‘An Ta’wīli Āy al-Qur’ān Jilid. 6, Kairo: Hijr, 2001 M/1421 H, h. 450.) Kemudian wacana kata rafa’a “mengangkat”, atau kata raafi’uka “mengangkat engkau” terdapat keterangan wacana makna kata tersebut sebagai berikut: Artinya: “Apabila seorang ‘abdi/hamba merendahkan hatinya, maka Allah meninggikan derajatnya hingga langit yang ke tujuh.” (Kanzul Ummal, Alauddin Al-Hindi, Muassasatur Risalah, Beirut 1989, Jilid III hal.110, hadist no. 5820. Hadist ini diriwayatkan oleh AlKharathi dalam Makaarimul Akhlaq-nya.).
-
DALIL KE – 3
Allah SWT. berfirman di dalam Al-Alquran surah Al-Maidah ayat 76
مَا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ ۖ كَانَا يَأْكُلَانِ الطَّعَامَ
Artinya : “Al-Masih Ibnu Maryam tidak lain melainkan seorang rasul, bahu-membahu telah berlalu rasul-rasul sebelumnya. Dan ibunya ialah seorang yang amat benar. Mereka kedua-duanya biasa makan-masakan.” Al-Anbiya ayat 8 Allah SWT berfirman: Artinya: “ Dan tidaklah Kami jadikan mereka badan-tubuh yang tiada memakan masakan dan tidak (pula) mereka itu orang-orang yang infinit. ”Nah, Nabi Isa as. pun tidak terkecuali dari ketentuanketentuan yang tercakup di dalam ayat-ayat tersebut di atas. Yakni, ketika beliau hidup di dunia ini dia mesti makan. Dan sekarang terbukti bahwa beliauas. sudah tidak makan-makan lagi, dengan demikian, artinya, beliau telah wafat.
-
DALIL KE – 4
Allah Swt. berfirman dalam surah Ali-Imran ayat 145.
Artinya : “Dan Muhammad tiada lain melainkan seorang Rasul, bergotong-royong telah berlalu Rasul-Rasul sebelumnya.” Di kawasan lain Allahswt. berfirman di dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 142 َ َ
Artinya: “Itulah sebuah umat yang telah berlalu.” Dalam kamus bahasa Arab, “Lisanul Arab”, terdapat informasi perihal kata : kholaa atau kholats selaku berikut: Artinya: “Si Anu dikatakan sudah berlalu, jika ia sudah wafat.” (Abū al-Faḍl Muḥammad bin Mukarram bin Manẓūr al-Miṣrī, Lisān al-‘Arab Jilid 14, Beirut: Dār Ṣādir, 1300 H, h. 242. Maka maksud ayat 145 dari Al-Quran surah Ali Imran di atas tadi terperinci sekali menyatakan bahwa semua Rasul yang diutus sebelum Nabi Muhammadsaw. semuanya telah wafat, sebagaimana wafatnya beliau SAW.
-
DALIL KE – 5
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surah Al-A’raf ayat 26 :
قَالَ فِيهَا تَحْيَوْنَ وَفِيهَا تَمُوتُونَ وَمِنْهَا تُخْرَجُونَ
Artinya : “ Di dalamnya (bumi) lah kamu akan hidup dan di dalamnya pula kau akan mati dan dari padanya-lah kau dikeluarkan.” Menurut sunnah dan hukum Allah Ta’ala yang tertera di dalam ayat ini, manusia hidup di bumi dan mati di bumi ini juga. Manusia tidak mampu hidup di luar bumi ini tanpa udara dari bumi. Maka dengan demikian, menurut ayat ini terbukti bahwa Nabi Isaas. sudah wafat. َ
Allah swt. berfirman dalam Al-Qur’an surah Maryam ayat 32 Artinya:“Dan Dia menimbulkan saya [Isa as.] sebagai orang yang diberkati dimana saja saya berada dan Dia menyuruh kepadaku shalat dan zakat selama saya hidup.”Allah swt. menyuruh terhadap Nabi Isa as. semoga selama dia (Nabi Isa as.) hidup, beliau harus mendirikan shalat dan mengeluarkan uang zakat. Sedangkan sekarang ini dia tidak lagi membayar zakat. Maka dengan demikian menurut ayat ini terbukti bahwa ia Nabi Isaas. sudah wafat.
-
DALIL KE – 7
Allah SWT berfirman dalam Al-Alquran surah Al-Anbiya ayat 34
Artinya : “ Kami tidak memperkenankan seorang insan pun sebelum engkau [Muhammad] untuk hidup baka. Maka jika engkau mati, lalu apakah mereka akan hidup untuk selama-lamanya tidak mungkin bagi seseorang atau nabi lain selain beliau SAW., mampu hidup baka tergolong Nabi Isa a.s
-
DALIL KE – 8
Di dalam kitab Hadits Kanzul Ummal, Alauddin Al-Hindi, Muassasatur Risalah, Beirut, 1989, jilid XI hal. 479, Hadhrat Fatimahra. pertanda bahwa Rasulullahsaw. bersabda : Artinya:“Sesungguhnya Isa ibnu Maryam usianya 120 tahun.” (Kanz al-‘Ummāl Fī Sunan al-Aqwāl Wa al-Af‘āl, Ḥarf al-Fā’, Kitāb al-Faḍā’il Min Qism al-Af‘āl, Al-Bāb AtsTsānī Fī Faḍā’ili Sā’ir al-Anbiyā’as, Al-Faṣl Al-Awwal, Fī Ba‘ḍi Khaṣā’iṣ al-Anbiyā’ ‘Umūman, no. 32262.)
-
DALIL KE – 9
Rasulullahs.a.w. bersabda (Lihat Tafsir Ibnu Katsir jilid II hal. 100): Artinya :“Jika Musa as. dan Isaas. masih hidup, maka mereka harus mengikuti aku.” (Abū al-Fidā Ismā‘īl bin ‘Umar bin Katsīr ad-Dimasyqī, Tafsīr Al-Qur’ān Al-‘Aẓīm Jilid. 3, Riyadh: Dār Ṭayyibah, 1999 M/1420 H, h. 68.) .
MASALAH : Banyak orang yang salah menafsirkan Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 159-160. Menurut mereka, Nabi Isaas. sama sekali tidak disalib, melainkan sudah diangkat oleh Allah swt. ke langit. Yang disalib itu adalah orang lain. (Oleh Allahswt. diganti dengan orang lain yang diserupakan dengan Nabi Isaas.). Pendapat mereka itu disandarkan pada ayat yang berbunyi :
Artinya :“Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya [sampai mati] melainkan beliau telah disamarkan terhadap mereka [seperti yang telah mati di atas salib]. Malahan Allah sudah mengangkat [derajat] nya kepada-Nya.”
JAWABAN : Perkataan wamaa shalabuuhu dalam ayat tersebut, tidak memiliki arti bahwa orang-orang Yahudi sama sekali tidak menaruh Nabi Isaas. di atas salib, melainkan yang bantu-membantu adalah, mereka orangorang Yahudi tidak menyalibkan Nabi Isa as. sampai mati. Di dalam kamus bahasa Arab Al-Munjid kita membaca makna kata shalaba [menyalib] yakni: Yakni, makna kata shalaba itu ialah “Ia mematahkan tulang-tulang dan mengeluarkan sumsumnya”. (Luwīs Ma‘lūf alYasū‘ī dkk, Al-Munjid Fī al-Lughah Wa al-Adab Wa al-‘Ulūm, Beirut: Al-Maktabah Al-Kātsūlikiyyah, 1956 M, h. 431). Jadi, bunyi ayat “Mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya…” maksudnya adalah, mereka [orang-orang Yahudi] tidak membunuh dan tidak mematahkan tulang-tulang Nabi lsaas. sampai ia mati di atas salib. Adapun maksud perkataan “Syubbiha lahum” bukan bermakna bahwa Nabi Isaa.s. telah disamarkan atau diserupakan Artinya:“ Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya [sampai mati] melainkan beliau sudah disamarkan terhadap mereka [seperti yang telah mati di atas salib]. Malahan Allah telah mengangkat [derajat] nya kepada-Nya.”
JAWABAN : Perkataan wamaa shalabuuhu dalam ayat tersebut, tidak bermakna bahwa orang-orang Yahudi sama sekali tidak meletakkan Nabi Isaas. di atas salib, melainkan yang sebenarnya ialah, mereka orangorang Yahudi tidak menyalibkan Nabi Isaas. sampai mati. Di dalam kamus bahasa Arab Al-Munjid kita membaca makna kata shalaba [menyalib] yaitu: Yakni, makna kata shalaba itu ialah “Ia mematahkan tulang-tulang dan mengeluarkan sumsumnya”. (Luwīs Ma‘lūf alYasū‘ī dkk, Al-Munjid Fī al-Lughah Wa al-Adab Wa al-‘Ulūm, Beirut: Al-Maktabah Al-Kātsūlikiyyah, 1956 M, h. 431). Kaprikornus, bunyi ayat “Mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya…” tujuannya yaitu, mereka [orang-orang Yahudi] tidak membunuh dan tidak mematahkan tulang-tulang Nabi lsaas. sampai beliau mati di atas salib. Adapun maksud perkataan “Syubbiha lahum” bukan bermakna bahwa Nabi Isa a.s. sudah disamarkan atau diserupakan (diganti) dengan orang lain, melainkan ia sudah disamarkan terhadap orang-orang Yahudi yang menyalib beliau, tampak seolah-olah beliau sudah mati di atas kayu salib. Adapun entang perkataan rafa’a ( ) telah dijelaskan pada dalil yang kedua.
MASALAH : Banyak orang yang beropini, bahwa menurut Hadits, Nabi Isa as. akan turun dari langit ke dunia di kiamat nanti, pertimbangan mereka itu didasarkan kepada informasi Hadits Bukhari yang berbunyi: Artinya : “ Bagaimana perilaku kalian apabila sudah turun ibnu Maryam pada kalangan kalian sedangkan ia menjadi imam dari antara kalian”( Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Kitāb Aḥādīts al-Anbiyā’, Bāb Nuzūlu ‘Īsā Ibni Maryamas, no. 3265. Shahih al-Bukhari, Abu Abdillah Albukhari, Darul Ihya, Mesir, juz II, hal. 256, bagian Nuzulu Isa Ibnu Maryam)
JAWABAN : Pertama-tama, di dalam hadits tersebut tidak terdapat kata ‘ langit’ atau ‘turun dari langit’. Arti kata ‘nazala’ tidaklah memiliki arti ‘turun dari langit’. Contoh lain penggunaan kata tersebut kita baca dalam Al-Quran surah Al-Hadid ayat 27 : Artinya:“Dan Kami sudah turunkan besi”. Makara, kata ‘nazala’ tidaklah memiliki arti “turun dari langit. ”Selanjutnya, di dalam Hadits tersebut yang dimaksud dengan kata “Isa Ibnu Maryam” bukanlah Nabi Isaas. Ibnu Maryam yang dulu pernah diutus kepada kaum Bani Israil. Nabi Isaas. Ibnu Maryam yang pernah diutus kepada kaum Bani Israil itu sudah wafat. Adapun Isa Ibnu Maryam yang hendak tiba itu yaitu orang lain, yang sifat·sifatnya mirip Nabi lsa AS, sebagaimana Nabi Yahyaas. yang tiba menyerupai atau menyandang sifat-sifat Nabi Ilyasas (Lihat Injil Matius 17:12-13). Semoga Allah SWT. memberi taufik dan hidayah kepada semua kaum Muslimin supaya mereka mengetahui dan meyakini ihwal wafatnya Nabi Isaas. sebagaimana yang telah diterangkan dengan dalil-dalil tersebut di atas. Sebab iktikad atau iktikad wacana kewafatan Nabi Isaas. itu mengandung arti berhasil dan kehormatan serta kehidupan bagi agama Islam dan bagi Nabi Muhammad Rasulullah.
-
Tanggapan Terhadap Pembahasan
Dari bahan pemikiran Mahmud Ahmad Cheema tentang kewafatan Nabi Isa as, dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 119, Nabi Isa as menjawab kepada Allah awt bahwa ia senantiasa berupaya agar para pengikutnya jangan sampai menyembah ilahi lain selain hanya kepada Allah swt saja.
Pada permasalahan banyak orang yang menafsirkan Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 159-160, berdasarkan mereka Nabi Isa as tidak sama sekali di salib, melainkan telah diangkat oleh Allah SWT ke langit, sedangkan yang disalib itu yakni orang lain. Oleh Allah SWT diganti dengan oarng lain yang diserupakan dengan Nabis Isa AS.
Salah satu ayat menyampaikan “ Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya (hingga mati) melainkan dia telah disamarkan terhadap mereka (seperti yang sudah mati di atas salib). Malahan Allah telah mengangkat (derajat) nya terhadap-Nya”. Makara maksud ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang yahudi tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya ataupun mematahkan tulang-tulang Nabi Isa as hingga beliau mati diatas salib.
Pada hadist Bukhari yang menyampaikan “Bagaimana sikap kalian bila telah turun ibnu Maryam pada golongan kalian sedangkan ia menjadi imam dari antara kalian”, pertama-tama hadist tersebut tidak terdapat kata ‘langit’ ataupun ‘turun dari langit’. Selanjutnya didalam hadist tersebut yang dimaksud dengan kata “Isa Ibnu Maryam” bukanlah Nabi Isa as. Ibnu Maryam yang dulu pernah diutus terhadap kaum Bani Israil itu sudah wafat. Adapun Isa Ibnu Maryam yang akan tiba itu yakni orang lain.
Semoga Allah swt member taufik dan hidayah terhadap semua kamum Muslimin biar mereka mengerti dan meyakini wacana wafatnya Nabi Isa as sebagaimana yang sudah diterangkan dengan dalil-dalil tersebut diatas. Sebab akidah atau doktrin perihal kewafatan Nabi Isa as itu mengandung arti sukses dan kehormatan serta kehidupan bagi agama Islam dan bagi Nabi Muhammad saw.
-
Pandangan Untuk Jalan Keluarnya (Resume Makalah)
Sebagaimana dalam buku Mahmud Ahmad Cheema, menuliskan bahwa kepercayaan ihwal masih hidupnya Nabi Isa AS di langit merupakan salah satu ancaman besar bagi agama Islam dan kaum muslimin. Kaum muslimin yang masih percaya bahwa Nabi Isa a.s masih hidup di langit dengan jasad kasarnya secara tidak sadar mendukung dan membantu kelancaran hidupnya agama Kristen serta condong memuliakan Nabi Isa a.s dari pada Nabi Muhammad SAW sendiri. Jama’ah Ahmadiyah meyakini bahwa Nabi Isa a.s telah wafat 2000 tahun yang kemudian, didalam buku ia juga terdapat dali-dalil mengenai kewafatan Nabi Isa AS.
Dalil kedua dalam buku tersebut, adalah QS. Ali-Imran : 56 , yang berbunyi :
إِذْ قَالَ ٱللَّهُ يَٰعِيسَىٰٓ إِنِّى مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَىَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ وَجَاعِلُ ٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوكَ فَوْقَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ إِلَىٰ يَوْمِ ٱلْقِيَٰمَةِ
“Ingatlah saat Allah berfirman, “Hai Isa, bekerjsama Aku akan mewafatkan engkau [secara biasa] dan akan meninggikan derajat engkau di sisi-Ku dan akan mensucikan engkau dari [tuduhan] orang-orang yang ingkar dan akan mengakibatkan orang-orang yang mengikut engkau di atas orang-orang yang ingkar sampai Hari Kiamat.”
Mengenai ayat ini, terdapat suatu riwayat yang berasal dari Ibnu Abbas ra, dikatakan :
“Tentang firman Allah “Inni mutawaffika” berkata Ibnu Abbas ra. “Inni mumiituka—sangat saya akan mematikan engkau.” Disini Ibnu Abbas mengartikan kata “mutawaffika” sebagai “mumiituka”—adalah, “akan mewafatkan engkau.”
Kami ingin meluruskan kepada pembahasan di atas, bahwa bantu-membantu dalil-dalil yang terdapat dalam buku tersebut tidak sama dengan ayat bahwasanya yang ada di Al-Qur’an, sebagaimana pada ayat yang saya bacakan tadi, di dalam buku tersebut tertulis QS. Ali-Imran ayat 56, namun bergotong-royong bunyi ayat tersebut sebaiknya QS. Ali-Imran ayat 55. Sebagaimana dalam penafsirannya juga berbeda dengan para mufassir, alasannya Tafsir Shaghir menjadi referensi Jemaat Ahmadiyah karangan Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad selaku putera dari Mirza Ghulam Ahmad pendiri Jemaat Ahmadiyah sekaligus sebagai Khalifah ke II Jemaat Ahmadiyah.
Mengenai ayat tersebut Sebagian para mufassir ada yang menyampaikan bahwa kata tersebut tidak menawarkan pada maut, sedangkan yang lainnya memastikan bahwa Nabi Isa a.s betul-betul mati. Beberapa mahir beropini bahwa “inni mutawaffika” memiliki arti :
-
Tidur, Rabi’ menyampaikan bahwa “inni mutawaffiika” berarti wafat dalam kondisi tidur dan Allah mengangkat beliau dalam kondisi tidur.
-
Penggenapan atau solusi, usulan Ali bin Sahl dan Dhamrah bin Rabi’ah, Ibnu Syudzab, dari Mathar Al Warraq wacana firman Allah Swt “inni mutawaffika” yang berarti “mewafatkan engkau dari dunia, bukan wafat dalam keadaan mati”
-
Memegang atau menguasai, Ibnu Zaid berkomentar tentang kata “inni mutawaffika” yang mengandung arti “Aku memegang, menguasai engkau” dia tidak akan mati hingga membunuh Dajjal, sehabis itu baru ia mati”. At-Thabari menyampaikan bahwa pertimbangan tersebut ialah yang paling baik, sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Isa ibn Maryam akan turun untuk membunuh Dajjal, lalu ia akan tinggal di bumi sementara waktu hingga ia mati dan dishalati oleh orang-orang muslim lalu mereka menguburkannya.
Untuk embel-embel penafsiran ayat tersebut kami ambil dari Tafsir Ibnu Katsir :
إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرافِعُكَ إِلَيَّ
“Sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu terhadap selesai maut mu dan mengangkat kamu kepada-Ku.” (Ali Imran: 55)
Qatadah dan lain-yang lain menyampaikan bahwa perumpamaan ini termasuk versi ungkapan muqaddam dan mu’akhkhar, ialah mendahulukan yang simpulan dan mengakhirkan yang dulu. Bentuk lengkapnya ialah, “Sesungguhnya Aku akan mengangkat kamu kepada-Ku dan memberikan kau kepada simpulan ajalmu, setelah diangkat.”
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan mutawaffika yaitu mematikan kau.
Muhammad ibnu Ishak sudah meriwayatkan dari orang yang tidak dicurigai, dari Wahb ibnu Munabbih yang menyampaikan bahwa Allah mematikannya selama tiga ketika (jam) pada permulaan siang hari, adalah dikala Allah mengangkatnya terhadap Dia.
Ibnu Ishaq menyampaikan bahwa orang-orang Katolik menerka bahwa Allah mematikannya selama tujuh jam, kemudian menghidupkannya kembali.
Ishaq ibnu Bisyr meriwayatkan dari Idris, dari Wahb, bahwa Allah mematikannya selama tiga hari, kemudian menghidupkannya dan mengangkatnya.
Matar Al-Waraq mengatakan, yang dimaksud yakni sesungguhnya Aku akan mewafatkan kamu dari dunia, namun bukan wafat dalam arti kata mati. Hal yang serupa dikatakan oleh Ibnu Jarir, bahwa yuwaffihi artinya mengangkatnya.
Kebanyakan ulama menyampaikan bahwa yang dimaksud dengan wafat dalam ayat ini ialah tidur, seperti pemahaman yang terkandung di dalam firman-Nya :
وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُمْ بِاللَّيْلِ
Dan Dialah yang menidurkan kalian di malam hari. (Al-An’am: 60)
Juga dalam firman Allah Swt.:
اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِها وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنامِها
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya. (Az-Zumar: 42)
Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. kalau terbangun dari tidurnya selalu membaca doa berikut, ialah:
“الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أحْيَانَا بَعْدَمَا أمَاتَنَا وإلَيْهِ النُّشُورُ”
Segala puji bagi Allah yang sudah membangunkan kami sesudah menidurkannya.
Makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
وَبِكُفْرِهِمْ وَقَوْلِهِمْ عَلى مَرْيَمَ بُهْتاناً عَظِيماً. وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ وَما قَتَلُوهُ وَما صَلَبُوهُ وَلكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ
Dan alasannya adalah kekafiran mereka (terhadap Isa), dan tuduhan mereka kepada Maryam dengan kedustaan besar (zina), dan sebab ucapan mereka, “Sesungguhnya kami sudah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah, ” padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh yakni) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. (An-Nisa: 156-157)
sampai dengan firman-Nya:
وَما قَتَلُوهُ يَقِيناً بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ وَكانَ اللَّهُ عَزِيزاً حَكِيماً. وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتابِ إِلَّا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيداً
mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu yakni Isa, tetapi (bergotong-royong) Allah sudah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan ialah Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Tidak ada seorang pun dari hebat kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka. (An-Nisa: 157-159)
Damir yang terdapat di dalam firman-Nya, “Qabla mautihi,” kembali (merujuk) kepada Isa a.s. Dengan kata lain, tidak ada seorang pun dari jago kitab melainkan akan beriman terhadap Isa. Hal ini terjadi di saat Nabi Isa turun ke bumi sebelum hari akhir zaman, mirip yang mau diterangkan lalu. Maka saat itu semua ahli kitab pasti beriman kepadanya alasannya adalah menghapuskan jizyah dan tidak mau menerima kecuali agama Islam (yakni dia memerangi hebat kitab yang tidak mau masuk Islam).
Ibnu Abu Hatim menyampaikan, sudah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Ja’far, dari ayahnya, sudah menceritakan kepada kami Ar-Rabi’ ibnu Anas, dari Al-Hasan, bahwa dia sudah menyampaikan sehubungan dengan makna firman-Nya: bantu-membantu Aku akan mewafatkan kamu. (Ali Imran: 55), Yaitu wafat dengan pengertian tidur. Maksudnya, Allah mengangkatnya dalam tidurnya. Al-Hasan mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah berkata kepada orang-orang Yahudi:
“إنَّ عِيسَى لم يَمُتْ، وَإنَّه رَاجِع إلَيْكُمْ قَبْلَ يَوْمِ الْقَيامَةِ”
Sesungguhnya Isa itu belum mati, dan bantu-membantu dia akan kembali terhadap kalian sebelum hari kiamat.
Firman Allah Swt.:
وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا
serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir. (Ali Imran: 55)
Yakni dengan mengangkatmu ke langit oleh-Ku.
وَجَاعِلُ الَّذِينَ اتَّبَعُوكَ فَوْقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
dan menimbulkan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir sampai hari kiamat. (Ali Imran : 55).
BAB III
PENUTUP
-
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan makalah ini adalah :
-
Menurut ajaran Mahmud Ahmad Cheema dalam bukunya bahwa dogma wacana masih hidupnya Nabi Isa AS di langit merupakan salah satu ancaman besar bagi agama Islam dan kaum muslimin. Kaum muslimin yang masih yakin bahwa Nabi Isa a.s masih hidup di langit dengan jasad kasarnya secara tidak sadar mendukung dan menolong kelancaran hidupnya agama Kristen serta cenderung memuliakan Nabi Isa a.s dari pada Nabi Muhammad SAW sendiri. Jama’ah Ahmadiyah meyakini bahwa Nabi Isa AS telah wafat 2000 tahun yang kemudian, didalam buku ia juga terdapat dali-dalil perihal kewafatan Nabi Isa AS. Dalam buku Mahmud Ahmad Cheema bahwa dalil dalil yang diterangkan dalam kewafatan nabi isa as terdapat 9 dalil. Adapun dalil yang 1 Surah Al-Maidah:99 dalil ke-2 Surah Ali-Imran:55 dalil ke-3 Al-Maidah:76 dalil ke 4 Ali-Imran:145 dalil ke-5 Al-A’raf:26 dalil ke-6 Surah Maryam:32 dalil ke-7 Al-Anbiya:34 dalil ke-8 sabda Rasulullah SAW “bekerjsama Isa Ibnu Maryam umurnya 120 tahun” dan dalil yang ke-9 Sabda Rasulullah SAW “bila musa dan isa masih hidup maka mereka mesti mengikuti saya”.
-
Dalam balasan diskursus dari kalangan, bahwa pada permasalahan banyak orang yang menafsirkan Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 159-160, menurut mereka Nabi Isa AS tidak sama sekali di salib, melainkan sudah diangkat oleh Allah swt ke langit, sedangkan yang disalib itu adalah orang lain. Oleh Allah swt diganti dengan oarng lain yang diserupakan dengan Nabi Isa as. Salah satu ayat menyampaikan “Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya (sampai mati) melainkan dia telah disamarkan terhadap mereka (mirip yang sudah mati di atas salib). Malahan Allah telah mengangkat (derajat) nya terhadap-Nya”. Jadi maksud ayat ini menerangkan bahwa orang-orang yahudi tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya ataupun mematahkan tulang-tulang Nabi Isa as hingga ia mati diatas salib. Pada hadist Bukhari yang mengatakan “Bagaimana sikap kalian bila sudah turun ibnu Maryam pada golongan kalian sedangkan ia menjadi imam dari antara kalian”, pertama-tama hadist tersebut tidak terdapat kata ‘langit’ ataupun ‘turun dari langit’. Selanjutnya didalam hadist tersebut yang dimaksud dengan kata “Isa Ibnu Maryam” bukanlah Nabi Isa as. Ibnu Maryam yang dahulu pernah diutus terhadap kaum Bani Israil itu sudah wafat. Adapun Isa Ibnu Maryam yang hendak datang itu adalah orang lain.
-
Mengenai persepsi jalan keluar pada pembahasan ini, Serta sebagaimana Dalil Kedua QS. Ali-Imran : 55, dalam buku tersebut mengenai ayat ini, terdapat suatu riwayat yang berasal dari Ibnu Abbas ra, dibilang : “Tentang firman Allah “Inni mutawaffika” berkata Ibnu Abbas ra. “Inni mumiituka—sangat saya akan mematikan engkau.” Disini Ibnu Abbas mengartikan kata “mutawaffika” sebagai “mumiituka”—yakni, “akan mewafatkan engkau.” Mengenai ayat tersebut Sebagian para mufassir ada yang menyampaikan bahwa kata tersebut tidak memperlihatkan pada ajal, sedangkan yang lainnya memastikan bahwa Nabi Isa a.s betul-betul mati. Beberapa hebat beropini bahwa “inni mutawaffika” memiliki arti :
-
Tidur, Rabi’ mengatakan bahwa “inni mutawaffiika” bermakna wafat dalam keadaan tidur dan Allah mengangkat dia dalam kondisi tidur.
-
Penggenapan atau solusi, pendapat Ali bin Sahl dan Dhamrah bin Rabi’ah, Ibnu Syudzab, dari Mathar Al Warraq wacana firman Allah Swt “inni mutawaffika” yang memiliki arti “mewafatkan engkau dari dunia, bukan wafat dalam kondisi mati”
-
Memegang atau menguasai, Ibnu Zaid berkomentar tentang kata “inni mutawaffika” yang mengandung arti “Aku memegang, menguasai engkau” beliau tidak akan mati sampai membunuh Dajjal, setelah itu baru beliau mati”. At-Thabari menyampaikan bahwa pendapat tersebut adalah yang paling baik, sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Isa ibn Maryam akan turun untuk membunuh Dajjal, kemudian ia akan tinggal di bumi beberapa waktu hingga ia mati dan dishalati oleh orang-orang muslim lalu mereka menguburkannya.
-
Saran
Dengan dibuatnya makalah ini agar dapat berguna bagi para pembaca dan kami sebagaipembuat makalah. Serta dengan dibuatnya makalah, kami meminta usulan terhadap para pembaca untuk mengoreksi bila ada kesalahan dalam sistematika penulisan dan isi pembahasan pada makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Anon., 2015. Tafsir Ibnu Katsir. [Online]
Available at:
[Accessed 15 Mei 2020].
Anon., 2015. Tafsir Ibnu Katsir. [Online]
Available at:
[Accessed 14 Mei 2020].
Anon., n.d. tafsirweb. [Online]
Available at: https://tafsirweb.com/1187-quran-surat-ali-imran-ayat-55.html
[Accessed 14 Mei 2020].
Haji Mahmud Ahmad Cheema, H., 2017 . Tiga Masalah Penting. 17th ed. Jakarta: Neratja Press.
Makmuri, D. J. M. M., 2016. Penafsiran Mirza Bashiruddin Tentang Ayat-Ayat Penyaliban,. Diya al-Afkar Vol. 4 No. 2 , Volume 84, pp. 65-70.