close

Pemahaman Televisi Menurut Para Ahli

Pengertian televisi Menurut Para Ahli
Televisi adalah alat penangkap siaran bergambar, yang berbentukaudio visual dan penyiaran videonya secara broadcasting. Istilah ini berasal dari bahasa yunani adalah tele (jauh) dan vision (melihat), jadi secara harfiah berarti “menyaksikan jauh”, sebab pemirsa berada jauh dari studio tv. (Ilham Z, 2010:255)
Sedangkan menurut Adi Badjuri (2010:39) Televisi adalah media pandang sekaligus media pendengar (audio-visual), yang dimana orang tidak hanya memandang gambar yang ditayangkan televisi, tetapi sekaligus mendengar atau mencerna narasi dari gambar tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, mampu disimpulkan bahwa televisi merupakan salah satu media massa elektro yang dapat memberitakan siarannya dalam bentuk gambar atau video serta suara yang berfungsi memberikan info dan hiburan terhadap khalayak luas.
Karakteristik Televisi
Didalam buku Elvinaro (2007:137-139) terdapat tiga macam karakteristik televisi, yaitu: 
1. Audiovisual
Televisi mempunyai keunggulan dibandingkan dengan media penyiaran lainnya, yaitu dapat didengar sekaligus dilihat. Makara apabila khalayak radio siaran hanya mendengar kata-kata, musik dan efek suara, maka khalayak televisi mampu melihat gambar yang bergerak. Maka dari itu televisi disebut selaku media massa elektronika audiovisual. Namun demikian, tidak berarti gambar lebih penting dari kata-kata, keduanya harus ada kesesuaian secara serasi.
2. Berpikir dalam gambar
Ada dua tahap yang dilakukan proses berpikir dalam gambar. Pertama ialah visualisasi (visualization) adalah menerjemahkan kata-kata yang mengandung pemikiran yang menjadi gambar secara perorangan. Kedua, penggambaran (picturization) yakni aktivitas merangkai gambar-gambar perorangan sedemikian rupa sehingga kontinuitasnya mengandung makna tertentu.
3. Pengoprasian lebih kompleks
Dibaningkan dengan radio siaran, pengoprasian televisi siaran jauh lebih kompleks, dan lebih banyak melibatkan orang. Peralatan yang dipakai pun lebih banyak dan untuk mengoprasikannya lebih rumit dan harus dilakukan oleh orang-orang yang cekatan dan terlatih.
Kekuatan dan kelemahan televisi
Menurut skomis (1985) kekuatan televisi salah satunya ialah menunjukkan citra kalau dibandingkan dengan dengan media massa lainnya (radio, surat kabar, majalah, buku dan sebagainya), televisi tampaknya menawarkan sifat yang istimewa. Ia ialah adonan dari media dengan dan gambar. Bisa bersifat informatif, hiburan, maupun pendidikan bahkan gabungan antara ketiga komponen tersebut.
Ada 4 kekuatan televisi, yaitu: (Syahputra, 2006:70)
1. Menguasai jarak dan waktu, karena teknologi televisi memakai elektromagnetik, kabel-kabel dan fiber yang dipancarkan transmisi lewat satelit.
2. Sasaran yang dicapai untuk menjangkau massa cukup besar, nilai aktualitas kepada suatu liputan atau pemberitaan cukup cepat.
3. Daya rangsang kepada media televisi cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh kekuatan suara dan gambarnya yang bergerak (ekspresif).
4. Informasi atau gosip-isu yang disampaikan lebih cepat, jelas dan sistematis.
Sedangkan kelemahan televisi, adalah: (Syahputra, 2006:70)
1. media televisi terikat waktu tontonan.
2. Televisi tidak bisa melaksanakan kritik sosial dan pengawasan sosial secara langsung dan vulgar.
3. Pengaruh televisi lebih condong menjamah faktor psikologis massa. Bersifat “transitory”, karena sifat ini membuat isi pesannya tidak mampu dimemori oleh pemirsanya. Lain halnya dengan media cetak, info mampu disimpan dalam bentuk kliping.
Program Acara Televisi
Secara teknis acara televisi diartikan sebagai penjadwalan atau perencanaan siaran televisi dari hari ke hari (horizontal programming) dan dari jam ke jam (vertical programming) setiap harinya (Soenarto, 2007:1).
Sedangkan berdasarkan Naratama dalam buku “Sutradara Televisi: Dengan Angle Dan Multi Camera” (2004:63), menyampaikan bahwa acara televisi yakni sebuah penyusunan rencana dasar dari sebuah konsep acara televisi yang hendak menjadi landasan kreatifitas dan rancangan produksi yang mau terbagi dalam berbagai kriteria utama yang diubahsuaikan dengan tujuan dan sasaran pemirsa acara tersebut.
Maka dari pemahaman diatas, dapat disimpulkan bahwa acara televisi sangat kuat pada keberhasilan suatu acara televisi yang mau diproduksi. Program program televisi juga menentukan siapa target yang akan menonton program televisi tersebut dan bagaimana cara menyajikannya biar mampu diterima dan dicicipi oleh penonton yang menjadi sasaran acara tersebut.
Jenis Program Televisi
Menurut morissan (2008:207) program televisi dibagi menjadi dua, yakni:
1. Program Informasi
Program berita yaitu segala macam siaran yang tujuannya menambah wawasan (berita) terhadap khalayak audien. Dalam hal ini acara berita terbagi menjadi dua bab yakni informasi keras (hard news) dan informasi lunak (soft news).
– Berita keras (Hard news) 
Sebuah berita yang sajiannya berisi wacana segala info penting dan menawan yang mesti disiarkan oleh media penyiaran sebab sifatnya yang segera untuk diketahui khalayak.
– Berita lunak (Soft news) 
Sebuah acara gosip yang menyuguhkan informasi penting dan menawan ysng disampaikan secara mendalam (indepth) tetapi tidak bersifat harus segera ditayangkan. Berita yang masuk kategori ini ditayangkan pada satu acara tersendiri di luar acara gosip. 
2. Program Hiburan
Program hiburan ialah segala bentuk siaran yang dibertujuan untuk menghibur audien dalam bentuk music, lagu, cerita dan permainan. Program yang tergolong dalam klasifikasi ini ialah drama, music, dan permainan (game).
Infotainment
Kata “infotainment” ialah singkatan dari information dan entertainment yang mempunyai arti sebuah variasi sajian siaran gosip dan hiburan atau sajian informasi yang bersifat menghibur (Morissan, 2005:284).
Infotainment ialah berita yang menyuguhkan gosip tentang kehidupan orang-orang yang dikenal penduduk (celebrity), dan alasannya adalah sebagian besar dari mereka melakukan pekerjaan pada industri hiburan mirip pemain film/sinetron, penyanyi, dan sebagainya, maka isu mengenai mereka disebut juga dengan infotainment (Morissan, 2008:27).
Didalam buku Iswandi Syahputra yang berjudul Jurnalistik Infotainment (2006:153) pertanda bahwa infotainment menjadi semacam forum yang siap menampung siapa saja yang ingin memberikan tontonan publik. 
Infotainment berhak meggunakan kata-kata publik sebab infotainment telah melakukan misinya selaku media massa yang berpihak dan mengabdi untuk kepentingan publik (Syahputra, 2006:122).
Namun tanpa sadar, infotainment sudah berbagi “suatu jurnalisme yang membenarkan mengatasnamakan publik, namun publik tak memainkan tugas apapun selain sebagai audiens”. (Syahputra, 2006:154)

  Pengertian Usul
Kode Etik Jurnalistik
Menurut Oxford Advance Learner’s Dictionary of Current English, Kode adalah tata cara hukum-hukum dan prinsip-prinsip yang telah disetujui dan diterima oleh penduduk atau kelas tertentu atau golongan tertentu (Soehoet, 2002:9).
Secara harafiah kata “akhlak” berasal dari bahasa yunani, yakni ethos yang berarti tunjangan etika atau tradisi yang mengontrol sebuat budaya. Makara akhlak mampu disebut sebagai peraturan atau kriteria yang menertibkan prilaku seseorang (Biagi, 2010:418).
Sedangkan jurnalistik yaitu suatu pengelolaan laporan harian yang menarik perhatian khalayak mulai dari peliputan hingga penyebarannya kepada masyarakat (Effendy 2006:151).
Dari pemahaman diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa arahan etik jurnalistik adalah norma atau landasan etika yang menertibkan tindak-tanduk seorang wartawan dalam melaksanakan tugasnya dalam mencari, menghimpun serta menyuguhkan gosip. Kode etik jurnalistik memberi kode wacana apa yang semestinya dilakukan serta hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh seorang jurnalis.
Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia
Dalam melaksanakan acara kewartawanannya, para jurnalis dituntut untuk mematuhi instruksi etik jurnalistik yang telah ditetapkan oleh dewan pers. Menurut UU Republik Indonesia nomor 40 tahun 1999 ihwal Pers, bab 1 ketentuan biasa pasal 1 point 14 menerangkan bahwa isyarat etik jurnalistik yaitu himpunan budpekerti profesi kewartawanan. Kode etik jurnalistik ini merupakan fatwa oprasional dalam melakukan tugas wartawan atau jurnalis secara profesional dan tidak melanggar aturan. Adapun aba-aba etik jurnalistik wartawan Indonesia yang menyangkut wacana tata cara pemberitaan yang berhubungan dengan penelitian ini adalah pasal 5.
Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia menyatakan bahwa:
“Wartawan menyuguhkan berita secara berimbang dan adil, memprioritaskan ketepatan dari kecepatan serta tidak mencampuradukkan fakta dan opini. Tulisan yang berisi interpretasi dan opini, dihidangkan dengan menggunakan nama jelas penulisnya.”
Dari ketentuan yang ditetapkan oleh Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia bahwa dalam menyuguhkan suatu info haruslah cermat dan tepat atau dalam bahasa jurnalistik mesti akurat. Selain itu isu juga harus berimbang (balance) dan adil (fair), serta gosip dihentikan mencampurkan suatu fakta dan opini si pembuat informasi (wartawan). Berikut penjelasan perihal Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia:
1. Yang dimaksud informasi secara berimbang dan adil ialah menghidangkan informasi yang bersumber dari berbagai pihak yang memiliki kepentingan, penilaian atau sudut pandang masing-masing masalah secara proporsional.
2. Mengutamakan ketelitian dari kecepatan, artinya setiap penulisan, penyiaran atau penayangan gosip hendaknya senantiasa menentukan kebenaran dan ketepatan sesuatu insiden dan atau persoalan yang diberitakan.
3. Tidak mencampuradukkan fakta dan opini, artinya seorang wartawan tidak menyuguhkan pendapatnya sebagai gosip atau fakta.
Apabila sebuah isu ditulis atau disiarkan dengan opini, maka info tersebut wajib dihidangkan dengan menyebutkan nama penulisnya.
Kode Etik Jurnalistik Televisi
Dengan adanya aba-aba etik jurnalistik, para wartawan atau seorang jurnalis memiliki tanggung jawab dalam memberikan info haruslah berdasarkan fakta serta akurat dan wartawan dilarang menyampaikan informasi yang bersifat dusta atau fitnah, melebih-lebihkan suatu insiden, serta berbagi info yang tidak akurat kepada penduduk . Seperti yang tertera pada Kode Etik Jurnalistik Televisi yang dibuat oleh “IKATAN JURNALIS TELEVISI INDONESIA” ialah untuk menyampaikan beritanya haruslah mematuhi pasal 5 dalam hal cara pemberitaannya, adalah sebagai berikut:
Pasal 5
Dalam menayangkan sumber dan materi informasi secara akurat, jujur dan berimbang, jurnalis televisi Indonesia:
1. Selalu mengevakuasi gosip semata-mata menurut kelayakan berita, menolak sensasi, isu menyesatkan, memutarbalikkan fakta, fitnah, cabul, dan sadis.
2. Tidak menayangkan materi gambar maupun suara yang menyesatkan pemirsa.
3. Tidak merekayasa peristiwa, gambar maupun suara untuk dijadikan info.
4. Menghindari informasi yang memungkinkan benturan yang berkaitan dengan dilema SARA.
5. Menyatakan secara jelas informasi-isu yang bersifat fakta, analisis, komentar, dan opini.
6. Tidak mencampur-adukkan berita dengan advertorial.
7. Mencabut atau meralat pada potensi pertama setiap pemberitaan yang tidak akurat, dan menunjukkan kesempatan hak jawab secara proposional bagi pihak yang dirugikan.
8. Menyajikan informasi dengan menggunakan bahasa dan gambar yang santun dan pantas, serta tidak melecehkan nilai-nilai kemanusiaan.
9. Menghormati embargo dan 0ff the record.
Dari Kode Etik Jurnalistik Televisi yang tercantum dalam pasal 5 diatas, peneliti hanya mengambil 5 ayat yang terdapat didalamnya, yakni pada ayat 1, 2, 3, 4, 7 dan 8.