Pengertian Menyontek – Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008), berasal dari kata sontek yang memiliki arti melanggar, menjiplak, menggocoh yang artinya mengutip goresan pena, dan lain sebagainya sebagaimana aslinya, meniru. Bower (dalam Purnamasari, 2013), mendefinisikan menyontek adalah perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk tujuan yang sah dan terhormat ialah mendapatkan kesuksesan akademik untuk menyingkir dari kegagalan akademik atau dalam teks aslinya cheating is manifestation of using illigitimate means to achieve a legitimate end (achieve academic success or avoid academic failure).
Senada dengan Deighton (1971) yang menyatakan “Cheating is attempt an individuas makes to attain success by unfair methods.” Maksudnya, cheating adalah upaya yang dikerjakan seseorang untuk menerima kesuksesan dengan cara-cara yang tidak jujur. Sementara itu, menurut Pincus & Schemelkin (2003:196) sikap menjiplak ialah sebuah tindakan curang yang sengaja dikerjakan dikala seseorang mencari dan memerlukan adanya pengesahan atas hasil belajarnya dari orang lain walaupun dengan cara yang tidak sah seperti menjiplak gosip terutama ketika dilaksanakannya evaluasi akademik.
Berdasarkan beberapa pemahaman mencontek di atas maka mampu ditarik kesimpulan bahwa perilaku mencontek adalah kegiatan, tindakan atau tindakan yang dilakukan secara sengaja dengan memakai cara-cara yang tidak jujur atau curang untuk menggandakan hasil mencar ilmu dengan memakai tunjangan atau mempergunakan info dari luar secara tidak sah pada saat dikerjakan tes atau evaluasi akademik untuk mencapai tujuan tertentu.
Salah satu alasan yang mendorong individu untuk menyontek adalah untuk memuaskan harapan orang renta. Santrock (2003) menyampaikan bahwa tidak jarang orang renta dalam mengasuh atau mendidik anak-anaknya dipengaruhi oleh harapan atau ambisi dari orang bau tanah tanpa menyaksikan kemampuan anaknya. Orang renta berniat ingin memperlihatkan yang terbaik bagi anak-anaknya, tetapi impian tersebut tidak memperhatikan kemampuan anak.
Sikap orang tua yang mengharapkan terlalu berlebihan pada anak akan menghalangi anak untuk memperlihatkan prestasi sesuai dengan kesempatanyang dimiliki. Menurut Gunarsa & Gunarsa (1991) lazimnya anak menyadari harapan orang tuanya. Oleh sebab itu sikap yang terlalu menuntut mampu mengakibatkan anak merasa khawatir kehilangan kasih sayang dari orang tuanya. Hal ini menyebabkan rasa rendah diri, gangguan tingkah laku, berkurangnya motivasi untuk mencar ilmu serta ketegangan atau kecemasan dalam diri anak.
Agustin (2014) menyebutkan beberapa aspek yang menyebabkan siswa mencontoh pada saat ujian. Faktor-aspek penyebab menyontek adalah:
- Tekanan yang terlalu besar yang diberikan terhadap “hasil studi” berupa angka dan nilai yang diperoleh siswa dalam tes formatif atau sumatif.
- Pendidikan moral, baik di rumah maupun di sekolah kurang diterapkan dalam kehidupan siswa.
- Sikap malas yang tertanam dalam diri siswa sehingga ketinggalan dalam menguasai mata pelajaran dan kurang bertanggung jawab.
- Anak cukup umur sering menjiplak daripada anak SD, alasannya masa sampaumur bagi mereka penting sekali mempunyai banyak teman dan terkenal di kalangan sobat-sahabat sekelasnya.
- Kurang memahami arti dari pendidikan.
Disadari atau tidak, siswa yang menjiplak pada dikala cobaan disebabkan oleh satu atau lebih aspek-faktor di atas. Perilaku menyontek ini akan mengakibatkan sikap atau watak tidak yakin diri, tidak disiplin, tidak bertanggung jawab, tidak mau membaca buku pelajaran tetapi rajin membuat catatan kecil-kecil untuk bahan mencontek, menghalalkan segala macam cara, dan balasannya menjadi koruptor. Dengan demikian terlihat bahwa perilaku menjiplak secara tidak pribadi membelajarkan pada siswa untuk menjadi seorang koruptor.
Indikator Menyontek
Menyontek sebagai sikap ketidakjujuran akademis yang sering dilaksanakan oleh mahasiswa memiliki beberapa indikator. Sejumlah indikator mencontoh yang kerap digunakan para peneliti yang melakukan observasi berhubungan dengan perilaku menyontek yang terjadi pada pelajar maupun mahasiswa merujuk pada pendapat Dody Hartanto (2012:23-29) yang menguraikan bahwa terdapat delapan indikator menyontek selaku berikut:
a. Prokrastinasi dan efikasi diri
Gejala yang sering ditemui pada seseorang yang menyontek yakni prokrastinasi dan juga rendahnya efikasi diri. Prokrastinasi (acara menangguhkan -nunda acara atau peran) ialah tanda-tanda yang paling kerap dijumpai pada orang yang menyontek sebab orang yang sudah biasa menunda-nunda pekerjaan akan mempunyai kesiapan yang rendah dalam menghadapi cobaan.
Efikasi diri rendah yang dimiliki seseorang juga merupakan indikasi lain bagi perilaku menjiplak. Efikasi diri merupakan suatu akidah diri seseorang dalam menyelesaikan tugas atau masalah. Orang yang mempunyai tingkat efikasi diri yang tinggi akan cenderung lebih yakin diri dan bisa menuntaskan peran yang diberikan dengan baik dan menolak untuk melakukan aktivitas menjiplak.
b. Kecemasan yang berlebihan
Munculnya kecemasan yang berlebihan juga merupakan indikator bagi seseorang yang melaksanakan acara mencontoh. Gejala yang muncul pada seorang pencontek adalah hadirnya kecemasan yang berlebihan dikala tes. Kecemasan tersebut mampu menghipnotis otak sehingga otak tidak dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuannya. Keadaan tersebut membuat orang terdorong dalam melakukan kegiatan mencontek untuk membuat ketenangan pada dirinya.
c. Motivasi mencar ilmu dan berprestasi
Orang yang memiliki motivasi untuk berprestasi akan berupaya menyelesaikan peran maupun pekerjaan yang diberikan kepadanyadengan usahanya sendiri dan sebaik mungkin. Hal ini mampu berarti bahwa orang yang memiliki motivasi berprestasi condong mengerjakan peran sendiri dan menyingkir dari sikap menyontek. Sebaliknya orang yang mempunyai motivasi mencar ilmu yang rendah akan banyak menemui kesulitan dalam berguru, sehingga mempunyai tingkat wawasan dan pengertian yang kurang dalam menghadapi tes.
d. Keterikatan dengan golongan
Orang yang memiliki keterikatan dalam sebuah golongan akan cenderung melaksanakan acara menyontek. Hal itu terjadi alasannya adalah orang tersebut mencicipi keterikatan yang berpengaruh di antara mereka sehingga mendorong untuk saling menolong dan berbagi termasuk juga dalam menyelesaikan ujian atau tes. Biasanya seseorang akan condong mencontek kepada sahabat yang diketahui atau sobat dekatnya.
e. Keinginan nilai tinggi
Keinginan seseorang untuk mendapatkan nilai yang tinggi juga dapat menjadi pendorong seseorang melakukan kegiatan menyontek.Orang berpikir bahwa nilai yaitu semuanya dan berupaya untuk mendapatkan nilai yang baik meskipun mesti menggunakan cara yang salah (menyontek).
f. Pikiran negatif
Pikiran negatif yang dimiliki siswa mirip ketakutan dianggap udik dan dijauhi teman, panik dimarahi guru atau orang tua karena nilai jelek juga menjadi indikator perilaku mencontoh pada siswa. Adanya sikap mencontek terjadi diawali karena relasi orang bau tanah dan siswa yang kurang baik. Orang renta seharusnya memberikan dorongan dan keyakinan terhadap siswa supaya dapat meminimalkan sikap mencontek.
g. Perilaku implusive dan cari perhatian
Dody Hartanto (2012:28) menyampaikan bahwa orang yang melaksanakan acara mencontoh menawarkan indikasi mereka terlalu menuruti kata hati (implusive) dan terlalu mencari perhatian (sensation seeking). Individu dapat dibilang implusive kalau keputusan yang dibuathanya berdasarkan dorongan untuk menerima laba langsung dibandingkan mempertimbangkan argumentasi. Individu yang memiliki kebutuhan akan sensasi (perhatian) yang berlebihan yaitu ketika individu yang sedang dalam tumbuh dan berkembang tersebut melakukan tindakan menjiplak sebagai sesuatu yang alami untuk bertahan hidup.
h. Harga diri dan kendali diri
Seseorang yang mempunyai harga diri yang tinggi atau berlebihan akan condong menentukan untuk melaksanakan kegiatan mencontek. Perbuatan menyontek tersebut dilakukan untuk menjaga harga diri siswa tetap terjaga dengan mendapatkan nilai yang tinggi walaupun dengan mencontoh. Selain itu orang yang mempunyai kendali diri (self control) yang rendah juga condong melaksanakan perbuatan menyontek.
Bentuk-Bentuk Menyontek
Berhubungan dengan bentuk-bentuk mencontoh, Hetherington and Feldman (1964; dalam Dody Hartanto, 2012:17) membagi perilaku menyontek ke dalam empat bentuk, ialah:
- Individual-opportinistic yang dimaknai selaku sikap dimana siswa mengubah suatu tanggapan saat cobaan atau tes sedang berlangsung dengan memakai catatan saat guru keluar dari kelas.
- Independent-planned yang diidentifikasikan sebagai memakai catatan dikala tes atau ujian berjalan, atau menjinjing tanggapan yang telah lengkap atau disediakan dengan menulisnya terlebih dahulu sebelum berlangsungnya cobaan.
- Social-active yang ialah sikap dimana siswa mengcopi atau menyaksikan atau meminta jawaban dengan orang lain.
- Social-passive yaitu mengijinkan seseorang menyaksikan atau mengcopi jawaban.
Sebagaimana hasil penelitian Dody Hartanto (2010) terhadap siswa di salah satu sekolah swasta di kota Yogyakarta dimengerti bahwa bentuk perilaku menjiplak yang paling dominan yaitu social active. Pada kegiatan mencontoh tersebut siswa lebih banyak memilih cara berupa menyaksikan balasan sahabat pada dikala tes berjalan. Bentuk menjiplak lainnya seperti meminta balasan terhadap teman, baik lewat bantuan arahan nonverbal maupun dengan goresan pena. Selain itu hasil penelitian yang dikerjakan oleh Friyatmi (2011) pada mahasiswa FE UNP juga didapatkan bentuk perilaku mencontek yang paling lebih banyak didominasi dijalankan oleh mahasiswa, yaitu menyalin jawaban teman dan membolehkan sahabat menyalin jawaban mereka.
Menurut Dody Hartanto (2012:37) beberapa bentuk dari perilaku menjiplak diantaranya adalah (a) memakai bahan yang tidak sah pada setiap kegiatan akademik, (b) membuat isu, acuan atau hasil dengan mendustai orang lain, (c) plagiat, dan (d) menolong orang lain untuk terlibat dalam perilaku mencontek.
Dengan perkembangan dan kehebatan teknologi zaman kini ini, timbul bentuk perilaku menjiplak yang gres. Hal ini mirip memakai kalkulator, memfoto bahan yang mau diujiankan dengan kamera hand phone, membuka internet dengan hand phone dikala ujian sedang berjalan, berbalas sms dengan teman, dan lain-lain. Hal ini dibuktikan dengan temuan hasil observasi McCabe (2001) di suatu SMP swasta di Yogyakarta yang mana terdapat 74 % siswa pernah memakai dan memanfaatkan teknologi untuk menjiplak. Dari beberapa bentuk mencontoh di atas, mampu ditarik kesimpulan bentuk-bentuk sikap menjiplak antara lain:
- perorangan-opportinistic,
- independent-planned,
- social-active,
- social-passive,
- menyaksikan jawaban sahabat ketika tes berjalan,
- meminta tanggapan pada sobat,
- mengijinkan sobat menyalin tanggapan,
- memakai materi yang tidak sah pada setiap kegiatan akademik,
- plagiat,
- menolong orang lain untuk terlibat dalam sikap menyontek,
- membuka buku ketika cobaan,
- menciptakan catatan sendiri,
- menciptakan coret-coretan di kertas kecil, rumus di tangan, di kerah baju,
- mencuri balasan sahabat, dan
- mempergunakan teknologi.
Demikian klarifikasi pengertian menyontek dan aspek-faktor penyebabnya serta beberapa indikator menjiplak yang sering digunakan para peneliti termasuk berbagai bentuk menjiplak di kelompok pelajar dan mahasiswa.