TEORI KEBIJAKAN MONETER
Setelah membaca bab ini, mahasiswa dibutuhkan bisa:
- Memahami tentang konsep dasar dan pemahaman Kebijakan Moneter
- Memahami ihwal desain tenggang waktu (lag) imbas dari kebijakan moneter terhadap kemajuan perekonomian
- Menjelaskan wacana kerangka strategis kebijakan moneter
- Menjelaskan wacana prosedur transmisi kebijakan moneter
- Menjelaskan ihwal kerangka operasional kebijakan moneter
- Memahami konsep penargetan inflasi atau Inflation Targeting Framework (ITF)
Deskripsi Singkat:
Paba bagian 9: Kebijakan Moneter, menguraikan wacana desain-konsep dasar dan pengertian kebijakn moneter, adanya batas waktu tenggang (lag) efek dari kebijakan moneter kepada pertumbuhan perekonomian, kerangka strategis kebijakan moneter, beberapa mekanisme transmisi kebijakn moneter anatara lain melalui jalur suku bunga, jalur harga aset, jalur kredit, dan jalur ekspektasi, cara kerja kebijakan moneter yang diterangkan melalui kerangka kerja kebijakan moneter, dan konsep penargetan inflasi atai Inflation Targeting Framework sebagai rancangan baru dalam kebijakan moneter.
1. Konsep dan Pengertian
Kebijakan Moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter dan atau suku bunga untuk mencapai pertumbuhan acara perekonomian yang diharapkan. Pada dasarnya tujuan kebijakan moneter yakni dicapainya keseimbangan interen (internal balance) dan keseimbangan ekstern (external balance). Keseimbangan interen biasanya diwujudkan oleh terciptanya potensi kerja yang tinggi, dan laju inflasi yang rendah. Sedangkan keseimbangan ekstern ditujukan supaya neraca pembayaran internasional sepadan.
Kebijakan moneter dibagi dalam dua jenis, yakni kebijakan moneter ekspansif dan kebijakan moneter kontraktif. Kebijakan moneter ekspansif adalah kebijakan moneter yang ditujukan untuk mendorong acara ekonomi, yang antara lain dilaksanakan lewat peningkatan jumlah duit beredar. Sedangkan kebijakan moneter kontraktif yakni kebijakan moneter yang ditujukan untuk memperlambat kegiatan ekonomi, yang antara lain dikerjakan melalui penurunan jumlah uang beredar.
2. Tenggang Waktu (Lag) Efek dari Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter untuk tujuan stabilisai ekonomi tergantung pada, besar lengan berkuasa/tidaknya korelasi antara pergeseran kebijakan moneter dengan aktivitas ekonomi dan rentang waktu antara pergantian kebijakan moneter dan efeknya kepada aktivitas ekonomi. Jangka waktu antara pergantian kebijakan dengan pergeseran kegiatan ekonomi sering disebut batas waktu tenggang (lag).
Ada dua macam lag dalam kebijakan moneter, yakni inside lag dan outside lag. Yang dimaksud dengan inside lag adalah jarak waktu dari timbulnya masalah di dalam perekonomian hingga dengan dimulainya tindakan kebijakan untuk mengatasinya. Inside lag terdiri dari tiga macam lag. Pertama, ialah jarak waktu mulai dari timbulnya persoalan hingga dengan ketika para pembuat kebijakan menyadari bahwa memang ada persoalan. Ini disebut recognition lag. Kedua, adalah jarak waktu antara saat diketahuinya ada dilema dan dikala diputuskannya sebuah tindakan. Disebut dengan decision lag. Ketiga yakni jarak waktu antara ketika keputusan kebijakn diambil dan ketika keputusan tersebut mulai dilaksanakan. Ini disebut action lag. Sedangkan outside lag yaitu jarak waktu antara dikala mulai dilaksanakannya langkah kebijakan dan dikala timbulnya akhir pada perekonomian.
Masalah lag menjadi sungguh penting utamanya dalam kaitannya dengan kebijakan stabilisasi. Lag ini menawarkan efisiensi kebijakan moneter, alasannya adalah dengan adanya lag, acap kali kebijakan moneter yang ditujukan untuk stabilisasi acara ekonomi justru rampung dengan ketidakstabilan.
Kebijakan moneter kebanyakan dipraktekkan sejalan dengan siklus aktivitas ekonomi (business cycle). Kebijakan moneter yang dipraktekkan pada kondisi saat perekonomian sedang mengalami pertumbuhan yang sangat pesat (boom) tentu berbeda dengan kebijakan moneter yang dipraktekkan pada dikala perekonomian sedang melambat (resesi). Kebijakan moneter yang ekspansif diyakini mampu mendorong kegiatan ekonomi yang sedang mengalami resesi. Sebaliknya, kebijakan moneter kontraktif dapat memperlambat laju inflasi yang kebanyakan terjadi pada dikala kegiatan perekonomian sedang mengalami boom. Gambaran yang lebih terang perihal kondisi tersebut dapat dilihat pada grafik dibawah ini
Pada situasi dalam abad waktu atau fase aktivitas perekonomian sedang mengalami resesi (misalkan dari A ke B), bank sentral dapat memperpendek abad resesi dengan melakukan kebijakan moneter yang ekspansif sehingga perekonomian dapat lebih singkat mengalami pemulihan kembali (recovery) dan sebaliknya. Namun, dengan adanya lag sering menjadikan prosedur tersebut tidak berjalan dengan baik.
Kebijakan moneter yang ekspansif diambil pada ketika perekonomian lesu. Karena efek kebijakan ini ada tenggang waktu, maka gres terasa justru pada waktu perekonomian membaik dan bahkan aktivitas ekonomi mampu lebih melambung dibandingkan dengan bila tidak diambil kebijakan moneter yang ekspansif. Kegiatan ekonomi terus meningkat dan inflasi mungkin mampu muncul. Untuk mencegahnya, maka diambil kebijakan moneter yang kontraktif. Karena adanya lag, maka efeknya terasa pada waktu aktivitas ekonomi menurun, dan bahkan menurunnya lebih tajam.
3. Kerangka Strategis Kebijakan Moneter
Kerangka strategis kebijakan moneter intinya terkait dengan penetapan tujuan simpulan kebijakan moneter dan taktik untuk mencapainya. Permasalahan yang sering terjadi ialah bahwa sasaran selesai yang ingin dicapai dari sebuah kebijakan moneter sungguh banyak dan belum tentu semua mampu diraih secara bersamaan dan bahkan mampu saling kontradiktif. Misalnya, upaya untuk mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan memperluas peluang kerja pada umumnya dapat mendorong peningkatan harga sehingga pencapaian stabilitas ekonomi makro tidak maksimal. Menyadari hal ini, beberapa negara secara bertahap telah bergeser menerapkan kebijakan moneter yang lebih memfokuskan pada target tunggal.
Secara prinsip terdapat beberapa strategi dalam mencapai tujuan kebijakan moneter. Masing-masing taktik memiliki karakteristik sesuai dengan indikator tertentu yang digunakan sebagai nominal anchor ”jangkar nominal” atau ”sasaran antara” dalam meraih tujuan selesai. Beberapa seni manajemen kebijakan moneter tersebut, antara lain:
1. Penargetan Nilai Tukar (Exchange Rate Targeting)
Strategi kebijakan moneter dengan penargetan nilai tukar mendasarkan pada kepercayaan bahwa nilai tukarlah yang paling secara umum dikuasai pengaruhnya terhadap pencapaian sasaran tamat kebijakan moneter. Pada lazimnya , seni manajemen ini ditempuh oleh negara-negara yang perekonomiannya relatif kecil namun sungguh terbuka mirip Singapura dan Belanda.
Dalam pelaksanaannya, terdapat tiga alternatif yang mampu ditempuh:
- dengan menetapkan nilai mata duit domestik terhadap harga komoditas tertentu yang diakui secara internasional
- dengan menetapkan nilai mata duit domestik kepada mata uang negara-negara besar yang memiliki laju inflasi yang rendah
- dengan menyesuaikan nilai mata uang domestik kepada mata uang negara tertentu dikala pergantian nilai mata uang diperkenankan sejalan dengan perbedaan laju inflasi diantara kedua negara.
Kelebihan dari seni manajemen penargetan nilai tukar adalah:
- mampu meredam laju inflasi yang berasal dari pergeseran harga barang-barang impor
- mampu mengarahkan ekspektasi penduduk kepada inflasi
- mampu menawarkan kaidah baku (rules) dan mampu mendisiplinkan pelaksanaan kebijakan moneter
- penargetan nilai tukar bersifat cukup sederhana dan terang sehingga gampang dipahami oleh masyarakat
Sedangkan kelemahan dari seni manajemen penargetan nilai tukar adalah:
- Penargetan nilai tukar dalam kondisi perekonomian suatu negara sangat terbuka dan mobilitas dana luar negeri sungguh tinggi akan menetralisir independensi kebijakan moneter domestik dari imbas luar negeri
- Dapat mengakibatkan setiap gejolak struktural yang terjadi di negara lain akan berpengaruh secara eksklusif pada stabilitas perekonomian domestik
- Rentan terhadap tindakan spekulasi dalam pemegangan mata uang domestik
2. Penargetan Besaran Moneter (Monetary Targeting)
Penargetan besaran moneter dikerjakan dengan menetapkan perkembangan jumlah uang beredar selaku target antara, serta kredit. Kelebihan utama dari penargetan besaran moneter yakni dimungkinkannya kebijakan moneter yang independen sehingga bank sentral dapat memfokuskan pencapaian tujuan yang ditetapkan.
3. Penargetan Inflasi (Inflation Targeting)
Penargetan inflasi dilaksanakan dengan memberitahukan kepada public perihal target inflasi jangka menengah dan akad bank sentral untuk meraih stabilitas harga selaku tujuan jangka panjang dari kebijakan moneter. Dengan menargetkan inflasi sebagai jangkar nominal, bank sentral mampu menjadi lebih kredibel dan lebih konsentrasi didalam mencapai kestabilan harga selaku tujuan final.
4. Strategi Kebijakan Moneter tanpa jangkar yang tegas (implicit but not explicit anchor)
Dalam rangka mencapai kinerja perekonomian yang memuaskan , beberapa Negara lebih memilih taktik kebijakan moneter tanpa mengungkapkan penargetan secara tegas. Akan namun, bank sentral tetap menawarkan perhatian dan kesepakatan untuk meraih tujuan tamat kebiajakn moneter.
4. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Kerangka strategis kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral banyak dipengaruhi oleh keakinan bank sentral yangb bersangkutan kepada suatu proses tertentu tentang bagaimana kebijakan moneter besar lengan berkuasa terhadap perekonomian. Proses ini dikenal dengan mekanisme transmisi kebijakan moneter.
Ada beberapa jalur moneter yang mempengaruhi acara ekonomi, diantaranya:
1. Jalur suku bunga
Mekanisme transmisi melalui jalur suku bunga menekankan bahwa kebijakan moneter mampu mensugesti permintaan agregat melaui perubahan suku bunga. Pengaruh pergeseran suku bunga jangka pendek ditransmisikan pada suku bunga jangka menengah-panjang melalui prosedur penyeimbangan sisi permintaan dan penawaran di pasar duit. Perkembangan suku bunga tersebut akan menghipnotis cost of capital (biaya modal) yang pada gilirannya akan mensugesti pengeluaran investasi dan konsumsi yang merupakan unsur dari ajakan agregat.
2. Jalur nilai tukar
Mekanisme transmisi melalui jalur nialai tukar menekankan bahwa pergerakan nilai tukar mampu menghipnotis kemajuan penawaran dan undangan agregat, dan selanjutnya output dan harga.
3. Jalur harga aset
Mekanisme transmisi melalui jalur harga aset menekankan bahwa kebijakan moneter kuat pada perubahan harga aset dan kekayaan penduduk yang selanjutnya mempengaruhi pengeluaran investasi dan konsumsi. Apabila bank sentral melaksanakan kebijakan moneter kontraktif, maka hal tersebut akan mendorong peningkatan suku bunga, dan pada gilirannya akan menkan harga pasar aset perusahaan. Penurunan harga aset dapat berakibat pada dua hal. Pertama, menghemat kesanggupan perusahaan untuk melaksanakan perluasan. Kedua, menurunkan nilai kekayaan dan pendapatan, yang pada gilirannya meminimalkan pengeluaran konsumsi. Secara keseluruhan kedua hal tersebut memiliki dampak pada penurunan pengeluaran agregat.
4. Jalur kredit
Mekanisme transmisi melalui jalur kredit menekankan bahwa efek kebijakan moneter terhadap output dan harga terjadi lewat kredit perbankan. Transmisinya dibedakan menjadi dua jalur. Pertama, bank lending channel (jalur dukungan bank) yang menekankan dampak kebijakan moneter pada kredit alasannya kondisi keuangan bank , terutama sisi aset. Kedua, firm balance sheet channel (jalur neraca perusahaan) yang menekankan efek kebijakan moneter pada kondisi keuangan perusahaan mirip cash flow (arus kas) dan leverage (rasio utang kepada modal) dan selanjutnya mensugesti saluran perusahaan untuk mendapatkan kredit.
Menurut jalur perlindungan bank, selain sisi aset, segi liabilitas bank juga penting dalam prosedur transmisi kebijakan moneter. Apabila bank sentral melakukan kebijakan moneter kontraktif, maka lewat rasio giro wajib minimum di bank sentral, cadangan yang ada di bank akan mengalami penurunan sehingga dana yang mampu dipinjamkan (loanable fund) oleh bank akan mengalami penurunan. Apabila hal tersebut tidak dituntaskan dengan melakukan penambahan dana/penghematan surat-surat berguna, maka kesanggupan bank untuk memperlihatkan dukungan akan menurun. Kondisi ini mengakibatkan investasi dan selanjutnya mendorong penurunan output.
Sedangkan jalur neraca perusahaan menekankan bahwa kebijakan moneter yang dijalankan oleh bank sentral akan mempengaruhi keadaan keuangan perusahaan. Apabila bank sentral melakukan kebijakan moneter yang ekspansif, maka suku bunga di pasar akan turun, dan mendorong harga saham meningkat dengan demikian nilai pasar dari modal perusahaan akan berkembangdan rasio leverage perusahaan akan menurun sehingga mampu memperbaiki tingkat kelayakan permohonan kredit yang diajukan perusahaan terhadap bank. Kondisi ini mendorong pemberian kredit oleh bank, selanjutnya meningkatkan investasi dan pada kesudahannya memajukan output.
5. Jalur ekspektasi
Mekanisme transmisi melalui jalur ekspektasi menekankan bahwa kebijakan moneter dapat diarahkan untuk menghipnotis pembentukan ekspektasi tentang inflasi dan aktivitas ekonomi. Kondisi tersebut menghipnotis perilaku agen-distributor ekonomi dalam melaksanakan keputusan konsumsi dan investasi, yang pada gilirannya akan mendorong pergantian seruan dan inflasi.
5. Kerangka Operasional Kebijakan Moneter
Untuk mengenali bagaimana suatu kebijakan moneter dikerjakan, maka perlu dipahami ihwal kerangka operasional kebijakan moneter yang kebanyakan meliputi instrumen, sasaran operasional, dan target antara yang dipergunakan untuk mencapai target simpulan yang telah ditetapkan.
Implementasi kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir dapat dikerjakan dengan memakai dua pendekatan, adalah pendekatankuantitas besaran moneter (quantity based approach) dan suku bunga selaku harga besaran moneter (price based approach). Pendekatan menurut kuantitas dijalankan dengan memutuskan sasaran operasional ug primer dan sasaran antara jumlah duit beredar atau kredit pada tingkat tertentu. Sedangkan pendekatan berdasarkan suku bunga dilakukan dengan mentapkan sasaran oparional suku bunga jangka pendek pada tingkat tertentu, tetapi perkembangn suku bunga jangka menengah tidak ditetapkan secara tegas sebagai sasaran antara. Pengaruh perubahan target operasional ditransmisikan pada pergeseran sasaran simpulan lewat perkembangan beragam variabel info yang berfungsi sebgai indikator utama dari pertumbuhan aktivitas ekonomi dan tekanan inflasi.
Sasaran antara diperlukan alasannya adalah untuk meraih target selesai yang ditetapkan, terdapat batas waktu tenggang antara pelaksanaan kebijakan moneter dan hasil pencapaian sasaran tamat. Oleh alasannya itu, diharapkan adanya indikator-indikator yang lebih secepatnya dapat dilihat untuk mengetahui indikasi arah pergerakan ekonomi dan inflasi ke depan dan tanggapankebijakan moneter yang dibutuhkan, yang umumnya disebut target antara. Selain itu, sasaran antara yang dipilih mesti memiliki kestabilan kekerabatan dengan sasaran simpulan. Beberapa target antara yang dapat dipakai antara lain yakni besaran moneter seperti M1, M2, kredit, dan suku bunga.
Selanjutnya, untuk meraih sasaran antara tersebut, bank sentral membutuhkan target-sasaran yang bersifat operasional semoga proses transmisi mampu berlangsung sesuai dengan rencana. Sasaran operasional yang dpilih harus memiliki kestabilan kekerabatan dengan sasaran antara, mampu dikendalikan bank sentral, dan info tersedia lebih awal dibandingkan dengan target antara. Beberapa target operasional yang mampu digunakan antara lain ialah uang primer (M0) dan suku bunga jangka pendek.
Sedangkan, instrumen moneter adalah instrumen yang dimiliki oleh bank sentral yang dapat dipakai baik secara langsung maupun tidak pribadi untuk menghipnotis target-target operasional yang telah ditetapkan. Instrumen kebijakan moneter dapat digolongkan kedalam dua jenis, ialah instrumen kebijakan moneter eksklusif (direct monetary policy instrument) dan instrumen kebijakan moneter tidak langsung (indirect monetary policy instrument).
1. Instrumen Kebijakan Moneter Langsung
Instrumen kebijakan moneter langsung yakni instrumen pengendalian moneter yang dipakai bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar secara eksklusif, atau dengan kata lain ialah instrumen pengendalian moneter yang mampu secara langsung menghipnotis target operasional yang diharapkan oleh bank sentral. Instrumen kebijakan moneter pribadi yang biasa dipakai oleh bank sentral, anatara lain adalah:
a. Pagu Kredit (credit ceilling)
Pagu kredit yakni penentuan jumlah batas maksimal kredit yang diperbolehkan untuk disalurkan oleh masing-masing bank yang ditetapkan oleh bank sentral. Penentuan jumlah pagu kredit mampu ditetapkan menurut jumlah modal yang dimiliki oleh bank atau dikaitkan dengan jumlah dana pihak ketiga yang dikontrol bank. Kebijakan pagu kredit ini pernah dilaksanakan di Indonesia sampai pada kurun deregulasi atau kebijakan moneter dan perbankan 1 Juni 1983.
b. Penetapan tingkat bunga (interest rate ceilling)
Penetapan tingkat bunga dikerjakan dengan memilih besarnya tingkat bunga yang diberikan atau dikenakan oleh bank terhadap nasabahnya, baik nasabah deposan atau penabung maupun nasabah debitur. Pengunaan instrumen ini pernah dijalankan Indonesia hingga dengan pertengahan 1983 serentak dengan ditinggalkannya kebiajakn pagu kredit 1 Juni 1983.
c. Penurunan nilai uang
Salah satu kebijakan pengendalian moneter yang memiliki efek langsung kepada pengurangan jumlah uang beredar yakni dengan menurunkan nilai duit yang ada di tangan penduduk atau perbankan. Penurunan nilai duit lazimnya dilaksanakan dengan prosentase tertentu dari nilai nominal duit, tergantung pada kebijakan pemerintah atau bank sentral. Pengurangan duit itu tidak mendapat penggantian dari pemerintah. Pada simpulan tahun 1950-an pemerintah Indonesia pernah melaksanakan penurunan nilai uang dengan cara menggunting uang menjadi hanya bernilai 50% saja.
d. Kredit eksklusif (direct loan)
Kredit eksklusif dimaksudkan untuk menolong pembiayaan sektor-sektor usaha tertentu yang ialah sektor yang diprioritaskan untuk dikembangkan dan sudah diprogram oleh pemerintah. Kredit ini disalurkan pribadi oleh pemerintah lewat forum keuangan (perbankan) selaku agen pemerintah. Pemerintah Indonesia sudah banyak menyalurkan kredit pribadi pada tahun 1980-an untuk memacu perkembangan sektor usaha kecil menengah, yakni kredit modal kerja permanen dan kredit investasi kecil.
2. Instrumen Kebijakan Moneter Tidak Langsung
Instrumen kebijakan moneter tidak langsung yaitu instrumen pengendalian moneter yang secara tidak langsung menghipnotis target operasional ke arah yang ditargetkan oleh bank sentral sebagi otoritas moneter. Instrumen tidak eksklusif yang digunakan bank sentral ialah selaku berikut:
a. Likuiditas Wajib Minimum (Statutory Reserve Requirements)
Likuiditas wajib minimum yaitu ketentuan yang mewajibkan setiap bank memelihara sejumlah minimum alat likuid yang dinyatakan dalam prosentase tertentu dari jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun atau keharusan lancer bank. Di Indonesia hingga dengan Pakto 27, 1988, alat likuid yang wajib dipelihara terdiri dari kas dan giro pada Bank Indonesia sebesar 15% dari keharusan secepatnya bank. Selanjutnya, ketentuan likuiditas wajib minimum menurut Pakto 27, 1988 mengalami pergantian. Komponen alat likuid yang wajib dipelihara bank hanyalah saldo giro pada BI sebesar minimum 2% dari dana pihak ketiga. Sedangkan unsur kas yang sebelumnya menjadi komponen alat likuid pengelolaannnya diserahkan ke masing-masing bank. Oleh alasannya itu, ketentuan likuiditas wajib minimum juga disebut selaku Giro Wajib Minimum (GWM).
b. Fasilitas Diskonto (Discount Facility)
Fasilitas diskonto ialah kemudahan yang diberikan kepada perbankan dalam bentuk sumbangan dengan memakai surat-surat berguna yang dimiliki sebagai jaminan. Tingkat diskonto (discount rate) untuk akomodasi derma ini sangat dipengaruhi oelh arah kebijakan moneter.
c. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka (OPT) yakni kegiatan transaksi di pasar duit yang dikerjakan oleh bank sentral dengan bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter. OPT dijalankan melalui aktivitas: penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), jual beli surat berharga dalam rupiah yang mencakup SBI, Surat Utang Negara dan surat berharga lain yang berkualitas tinggi dan mudah dicaikan, penyediaan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam rupiah (FASBI), dan perdagangan valas.
d. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Cara kerja instrument ini adalah bank sentral memperlihatkan himbauan terhadap bank-bank, biasanya utamanya kepada bank-bank utama saja (leading bank), biar melakukan himbauan atau perintaan bank sentral sesuai dengan kebijakan moneter yang dijalankannya.
6. Inflation Targeting Framework (ITF)
Inflation Targeting Framework ialah sebuah kerangka kerja kebijakan moneter yang memiliki cirri-ciri utama, yaitu adanya pernyataan resmi dari bank sentral dan dikuatkan dengan undang-undang bahwa tujuan selesai kebijakan moneter ialah mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah, serta pengumuman sasaran inflasi kepada publik.
Prinsip dasar yang melandasi kerangka kerja ITF ialah bahwa sasaran final dari kebijakan moneter diutamakan untuk meraih dan memelihara laju inflasi yang rendah dan stabil. Hal ini didasarkan pada dua pertimbangan pokok. Pertama, laju inflasi yang tinggi mengakibatkan ongkos sosial yang harus ditanggung oleh masyarakat sebab menurunnya daya beli atas pendapatan yang diperolehnya maupun meningkatnya ketidakpastian yang dapat mempersulit perencanaan usaha dan memperburuk aktivitas perekonomian. Kedua, kemajuan teori ekonomi dalam literatur dan temuan empiris di banyak sekali negara memberikan bahwa kebijakan moneter dalam jangka menengah-panjang hanya kuat pada inflasi.
Konsep dasar kebijakan moneter dengan ITF mampu diterangkan dengan pokok-pokok kerangka kerja berikut:
1. Sasaran Inflasi
Kerangka ITF dimulai dengan penetapan dan pengumuman sasaran inflasi yang ingin dicapai oleh bank sentral. Penetapan sasaran inflasi menimbang-nimbang aneka macam aspek dan perkembangan ekonomi makro negara yang bersangkutan, utamanya besarnya kerugian sosial yang ditimbulkan oleh imbas tingginya inflasi kepada penurunan daya beli masyarkat. Selain itu, harus dipertimbangkan pula efektivitas pencapaiannya melalui pelaksanaan kebijakan moneter bank sentral, tergolong jenis inflasi yang dipergunakan dan jangka waktu pencapaiannya.
2. Kebijakan moneter mengarah ke depan
Dengan inflasi sebagai sasaran simpulan, perumusan kebijakan moneter diarahkan untuk meraih sasaran inflasi yang ditetapkan untuk jangka waktu bertahun-tahun ke depan. Mengingat adanya lag dari imbas kebijakan moneter terhadap inflasi, maka kebijakan moneter yang dilaksanakan kini merupakanlangkah yang bersifat antisipatif, bukan reaktif, atas akan terjadinya tekanan inflasi di kala yang akan datangdibandingkan dengan sasaran inflasi yang sudah ditetapkan.
3. Transparansi
Penerapan ITF menuntut transparansi (keterbukaan) yang tinggi dari bank sentral. Transparansi bank sentral dibutuhkan untuk menjelaskan kebijakan moneter yang ditempuhnya terhadap penduduk . Transparansi juga merupakan fasilitas untuk menawarkan akad bank sentral dalam mengatasi maslah inflasi. Dengan demikian pelaku ekonomi akan makin mengetahui dan meyakini dasar pertimbangan dan arah kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral dalam mencapai target inflasi yang ditetapkan. Pemahaman ini akan mengarahkan ekspektasi penduduk kepada inflasi kearah sasaran inflasi yang diinginkan oleh bank sentral.
4. Akuntabilitas dan Kredibilitas
Dengan mengumumkan target inflasi secara eksplisit terhadap masyarakat mempunyai arti menempel akuntabilitas alasannya pada jadinya bank sentral mesti mempertanggungjawabkan pencapaian target tersebut terhadap masyarakat. Kredibilitas bank sentral dengan demikian akan sungguh tergantung pada komitmen dan kemampuannya dalam meraih target inflasi yang ditetapkan
Beberapa syarat kesuksesan penerapan ITF, ialah:
- Kemandirian bank sentral terutama dalam melakukan kebijakan moneter harus di atur dalam undang-undang dan dapat diwujudkan oleh bank sentral yang bersangkutan
- penerapan ITF umumnya disertai dengan metode nilai tukar yang mengambang.
- Adanya suatu indikator harga yang relevan dengan target kebijakan moneter
- Bank sentral mesti mampu membangun metodologi proyeksi inflasi yang bagus.
- Tidak adanya dominasi sektor fiskal dalam arti bahwa bank sentral mesti dilindungi dengan undang-undang dan dibebaskan dari segala imbas atau keharusan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
Kelebihan kebijakan ITF, yaitu:
- Kebijakan moneter lebih terang dan terfokus
- Membantu menurunkan atau mengarahkan ekspektasi inflasi dan lebih baik dalam menghalangi kejutan inflasi
- Komunikasi, transparansi, dan akuntabilitas secara bareng diperkuat
- Membantu dalam menurunkan volatilitas output dalam jangka menengah
- Teruji dalam menghadapi kejutan ekonomi yang kurang menguntungkan
- Relatif fleksibel dalam mengakomodasi kejutan inflasi temporer yang tidak mengganggu pencapaian sasaran inflasi jangka menengah
- Sejalan dengan independensi bank sentral dalam melakukan kebijakan moneter diperkuat.
Soal-soal:
- Jelaskan pengertian kebijakan moneter dan apakah tujuan dari adanya kebijakan moneter!
- Untuk tujuan stabilisai ekonomi tergantung pada, kuat/tidaknya hubungan antara perubahan kebijakan moneter dengan kegiatan ekonomi dan rentang waktu (lag) antara perubahan kebijakan moneter dan efeknya kepada kegiatan ekonomi. Jelaskan wacana pembagian lag imbas kebijakan moneter kepada kemajuan perekonomian!
- Agar tujuan kebijakan moneter mampu tercapai, maka perlu ada kerangka strategis dalam kebijakan moneter. Jelaskan berbagai pilihan kerangka strategis yang dapat diambil biar tujuan kebijakan moneter mampu tercapai!
- Jelaskan wacana aneka macam mekanisme transmisi kebijakan moneter yang dapat diseleksi oleh otoritas moneter!
Daftar Pustaka;
- Bank Indonesia (2004), Bank Indonesia Bank Sentral Republik Indonesia: Sebuah Pengantar, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, BI. Jakarta.
- Pohan, Aulia (2008), Kerangka Kebijakan Moneter, Rajawali Press, Jakarta.