Pengertian Dan Penjelasan Kualitas Laba
Kualitas laba adalah jumlah yang mampu dikonsumsi dalam satu kala dengan menjaga kemampuan perusahaan pada awal dan simpulan kurun tetap sama. ( Schipper dan Vincent 2003)
Dalam literatur observasi akuntansi, terdapat berbagai pemahaman kualitas laba dalam perspektif kebermanfaatan dalam pengambilan keputusan (decision usefulness). Schipper dan Vincent (2003) mengelompokkan konstruk kualitas keuntungan dan pengukurannya menurut cara menentukan mutu laba, adalah menurut: sifat runtun-waktu dari keuntungan, karakteristik kualitatif dalam rerangka konseptual, hubungan laba-kas-akrual, dan keputusan implementasi.
Manajemen laba mampu terjadi sebab penyusunan statemen keuangan memakai dasar akrual. Dengan menggunakan dasar akrual, transaksi atau peristiwa lain diakui pada dikala transaksi atau insiden lain tersebut terjadi bukan pada dikala kas atau setara kas diterima atau dikeluarkan. Sebagai konsekuensi penggunaan dasar akrual ini, dalam statemen keuangan, keuntungan dalam sebuah perioda dapat mengandung komponen kas dan akrual (non kas).
Unsur akrual dapat terjadi menurut kebijakan manajemen (discretionary accruals) atau non-kebijakan manajemen (nondiscretionary accruals). Peningkatan pemasaran secara kredit seiring dengan kemajuan perusahaan (tanpa pergeseran kebijakan) dapat ialah pola nondiscretionary accruals, sedangkan perubahan biaya kerugian piutang yang disebabkan oleh pergantian kebijakan akuntansi yang dilaksanakan oleh manajemen dalam penentuan ongkos kerugian piutang mampu dijadikan acuan discretionary accruals. Dasar akrual ini mempunyai implikasi bahwa laba akuntansi antara lain ditentukanoleh besaran akrual baik yang discretionary maupun nondiscretionary.
Manajemen keuntungan dilakukan dengan tujuan tertentu. Misalnya, administrasi laba yang dilakukan dengan menggunakan akrual yang menaikan keuntungan untuk tujuan menerima harga saham yang relatif tinggi pada waktu penerbitan saham. Hasil observasi bahwa terdapat administrasi keuntungan dalam statemen keuangan perusahaan sebagai go public dengan menggunakan akrual yang menaikan keuntungan.
Manajemen laba dapat juga dijalankan dengan tujuan menerima keuntungan terkait dengan kepemilikan saham manajemen. Hal ini mampu dikerjakan, misalnya, dalam rangka program opsi saham karyawan. Dalam acara ini, harga pengambilan opsi biasanya ditentukan pada ketika penawaran program. Hal ini mendorong menajemen untuk melakukan administrasi keuntungan sebelum tanggal hibah pilihan yakni penurunkan laba biar semoga mempengaruhi harga saham dan dengan demikian administrasi dapat menerima pilihan pada waktu harga saham relatif rendah.
Manajemen keuntungan juga mampu dijalankan untuk tujuan-tujuan tertentu yang lain,
1. Dalam rangka mendapatkan bonus berbasis laba.
2. Untuk menghindari pelanggaran kontrak utang
3. Menghindari biaya politis (political cost).
4. Mengkomunikasikan info privat secara efesien.
Manajemen laba mempunyai efek pada kebermanfaatan berita laba dalam pengambilan keputusan. Perusahaan yang menggunakan kebijakan akuntansi agresif (positive discretionary accruals) memiliki ongkos modal lebih tinggi ketimbang perusahaan yang menerapkan kebijakan akuntansi konservatif (negative discretionary accruals).
Manajemen laba dapat sinkron dengan kebermanfaatan info keuntungan dalam pengambilan keputusan namun dapat juga tidak. Oleh karena itu, diperlukan aneka macam alternatif solusi atas problem yang timbul balasan administrasi keuntungan yang dapat tidak cocok dengan kebermanfaatan keuntungan dalam pengambilan keputusan, dan penyelesaian tersebut tidak mengakibatkan dilema gres.
Salah satu alternatif ialah pemberlakuan standar akuntansi yang lebih ketat tetapi masih memberi kesempatan bagi manajemen dalam melakukan pemilihan kebijakan akuntansi dalam batas wajar untuk meraih tujuan-tujuan tertentu, contohnya untuk mengkomunikasikan isu privat yang mampu meningkatkan keinformasian laba, atau untuk tujuan efficient contracting berbasis keuntungan. Standar akuntansi yang lebih ketat mampu meningkatkan kualitas keuntungan, namun perlu diamati bahwa kriteria akuntansi yang lebih atau terlalu ketat dapat mengembangkan manajemen laba total (administrasi laba akuntansi dan administrasi laba real) serta memajukan ongkos manajemen laba.
Di samping itu, untuk mencegah manajemen laba yang berlebihan, penerapan good corporate governance (GCG) dibutuhkan. Struktur corporate governance yang bagus dapat menghemat manajemen laba. Lee et al. (2007) mendapatkan bahwa manajemen laba berafiliasi faktual dengan keter¬kaitan organisasional (administrasi laba condong terjadi pada perusahaan dengan keterkaitan organisasional tinggi). Manajemen keuntungan tersebut berkurang pada perusahaan dengan keterkaitan organisasional tinggi yang dibarengi proporsi direksi eksternal yang besar dan kepemilikan ekuitas institusional yang tinggi (struktur corporate governance relatif baik). Penerapan GCG memungkinkan keputusan-keputusan operasional yang relatif baik, contohnya pemilihan auditor sesuai dengan keutamaan auditor dalam industri yang diaudit. Balsam et al. (2003) menemukan bahwa perusahaan yang diaudit oleh auditor seorang ahli industri memiliki discretionary accruals lebih rendah dan koefisien respon keuntungan lebih tinggi daripada perusahaan yang diaudit oleh auditor non-spesialis. Temuan ini menawarkan bahwa kompetensi auditor yang tinggi dalam industri yang diaudit mampu mengurangi manajemen laba (memajukan kualitas keuntungan) dan memperbesar manfaat gosip laba.
Perluasan pengungkapan merupakan alternatif untuk menangkal atau meminimalisir manajemen laba berlebihan. Sebagai teladan, keharusan pengungkapan wacana dampak penyeleksian kebijakan akuntansi yang mengoptimalkan atau menurunkan keuntungan, misalnya imbas untung penghentian aset, ongkos kerugian piutang, atau rugi penghentian asset.