Pengertian Pelayanan Publik
Menurut Pasalong (2010:128), pelayanan intinya didefinisikan selaku aktifitas seseorang, sekelompok dan/atau organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menyanggupi kebutuhan. Makara dapat dikatakan bahwa dalam pelayanan terdapat dua faktor adalah seseorang/organisasi dan pemenuhan kebutuhan.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 ihwal Pelayanan Publik, Pelayanan publik ialah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan bagi setiap warga negara dan masyarakatatas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Pelayanan publik berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No: 63/KEP/M.PAN/7/2003 sebagai berikut:
Pelayanan publik ialah segala kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan akseptor pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-ajakan. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dalam keputusan No.63 tahun 2003 wacana Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik menyatakan bahwa “hakikat layanan publik ialah perlindungan layanan prima kepada penduduk yang merupakan perwujudan dari keharusan aparatur pemerintah selaku abdi masyarakat”. Pernyataan ini menegaskan bahwa pemerintah melalui instansi-instansi penyuplailayanan publik, mereka bertanggung jawab menunjukkan layanan prima terhadap masyarakat. Dengan demikian pelayanan publik ialah pemenuhan impian dan keperluan penduduk oleh penyelenggara negara.
Sedangkan menurut Mahmudi (2010:223), pelayanan publik ialah:
Segala aktivitas pelayanan yang dikerjakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan keperluan publik dan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-permintaan. Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, aparatur pemerintah bertanggung jawab untuk memperlihatkan pelayanan yang terbaik terhadap penduduk dalam rangka menciptakan kesejahteraan penduduk . Masyarakat berhak untuk menerima pelayanan yang terbaik dari pemerintah alasannya adalah masyarakat sudah menawarkan dananya dalam bentuk pembayaran pajak, retribusi, dan aneka macam pungutan lainnya. Dengan demikian pelayanan publik menurut Mahmudi yakni aktivitas pelayanan oleh penyelenggaraan layanan publik untuk pemenuhan keperluan publik.
Menurut Moenir (2002:88), dalam pelaksanaan suatu pelayanan publik, terdapat beberapa faktor yang mendukung adalah:
1. Kesadaran pegawai
Adanya kesadaran dari pegawai perihal langkah-langkah kepada tugas/pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga membawa efek yang konkret dan menyebabkan pelayanan yang bagus.
2. Adanya hukum
Adanya hukum dalam organisasi mutlak diharapkan supaya organisasi dan pekerjaan mampu berjalan terorganisir dsan terarah.
3. Faktor organisasi
Yaitu merupakan pengaturan dan mekanismekerjaan (tata cara, prosedur, dan tata cara) yang harus bisa mengasilkan pelayanan yang memadai.
4. Faktor kesanggupan dan keterampilan
Dengan kesanggupan dan kemampuan yang memadai maka pelaksanaan tugas/pekerjaan dapat dijalankan dengan baik, cepat dan menyanggupi cita-cita semua pihak sehingga menimbulkan pelayanan yang memuaskan.
5. Faktor fasilitas pelayanan
Adanya fasilitas pelayanan yang mencukupi dan mencukupi sehingga tercipta efektifitas dan efesiensi sebuah pelayanan
Berdasarkan beberapa pemahaman pelayanan publik di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah proses aktifitas/acara santunan layanan yang dikerjakan oleh suatu organisasi dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam rangka meraih tujuan tertentu.
Prinsip Pelayanan Publik
Berdasarkan keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003 ihwal aliran umum penyelenggaraan pelayanan publik, penyelenggara pelayanan mesti memenuhi beberapa prinsip selaku berikut:
a. Kesederhanaan, yaitu mekanisme pelayanan publik yang tidak berbelit-belit, gampang dimengerti, dan dikerjakan.
b. Kejelasan, yaitu mencakup kejelasan dalam hal:
1. Persyaratan teknis dan manajemen pelayanan publik
2. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan solusi/masalah/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik
3. Rincian ongkos pelayanan publik dan sistem pembayaran
c. Kepastian waktu, adalah pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaiakan dalam periode waktu yang telah diputuskan.
d. Akurasi, adalah produk layanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.
e. Keamanan, ialah proses dan produk pelayanan publik meberikan rasa kondusif dan kepastian aturan.
f. Tanggungjawab, yaitu pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang dirujuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyesuaian unek-unek/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
g. Kelengkapan fasilitas dan prasarana, yakni tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung yang lain yang mencukupi termasuk penyuplaifasilitas teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika)
h. Kemudahan jalan masuk, adalah daerah dan lokasi serta fasilitas dan pelayanan yang memadai, gampang dijangkau oleh masyarakat dan mampu memanfaatkan teknologi telematika.
i. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan, adalah pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta menunjukkan pelayanan dengan lapang dada.
j. Kenyamanan, adalah lingkungan pelayanan mesti tertib, terorganisir, disediakan ruang tunggu yang tenteram, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung layanan, mirip tempat parkir, toilet, daerah ibadah dan lain-lain.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa penyelenggara pelayanan publik harus menyanggupi prinsip kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keselamatan, tanggungjawab, kelengkapan fasilitas prasarana, akomodasi kanal, kedisiplinan, dan ketentraman.
Kualitas Pelayanan Publik
Memahami konsep pelayanan publik secara sederhana mampu digambarkan selaku bantuan layanan (melayani) kebutuhan orang atau penduduk yang memiliki kepentingan sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Pelayanan publik merupakan info penting dalam reformasi birokrasi yang terus meningkat dan penuh kritik cukup umur ini.
Tujuan pelayanan publik intinya yakni untuk memuaskan dan memenuhi kebutuhan sesuai dengan harapan masyarakat kebanyakan untuk meraih hal ini, dibutuhkan kualitas pelayanan sesuai keinginan dari masyarakat.
Kualitas pelayanan publik ialah tolak ukur untuk memilih bagaimana kinerja layanan publik di sebuah forum pemasoklayanan publik. Terkait kualitas pelayanan publik menurut pasalong (2010:132) sebagai berikut:
Kualitas pada dasarnya merupakan kata yang menyandang arti relatif bersifat abstrak, mutu dapat dipakai untuk menganggap atau menentukan tingkat penyesuaian suatu hal kepada patokan atau spesifikasinya itu terpenuhi memiliki arti kualitas sebuah hal yang dimaksud mampu dibilang baik, sebaliknya bila persyaratan tidak terpenuhi maka mampu dibilang tidak baik. Secara teoritis, tujuan pelayanan publik intinya yakni memuaskan penduduk .
Sinambela (2006:6) menerangkan bahwa, untuk meraih kepuasan dituntutkan mutu pelayanan prima yang terdiri dari:
a. Transparansi, yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan ditawarkan secara mencukupi serta mudah dimengerti.
b. Akuntabilitas, yaitu pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-ajakan.
c. Koordinasi, adalah pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemmapuan pemberi dan akseptor pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisensi dan efektifitas.
d. Pertisipasi, adalah pelayanan yang mampu mendorong peran serta penduduk dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan mengamati aspirasi, keperluan, dan harapan penduduk .
e. Kesamaan hak, yaitu pelayanana yang tidak melaksanakan diskriminasi dilihat dari aspek apa pun terutama suku, ras, agama, golongan, status sosial, dan lain-lain.
f. Kesinambungan hak dan keharusan, adalah pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan akseptor pelayanan publik.
Kualitas pelayanan publik tersebut, dalam Mahmudi (2010:228) adalah asas pelayanan publik yang perlu diperhatikan oleh instansi penyedia layanan publik. Asas pelayanan publik tersebut diantaranya yakni Transparansi, Akuntabilitas, Kondisional, Partisipatif, Tidak diskriminatif (kesamaan hak), dan kesinambungan hak dan kewajiaban.
Widodo (2005:162) mengemukakan bahwa: Arah yang diraih oleh pemerintah kawasan dalam menunjukkan layanan publik, tidak lain yaitu layanan yang lebih baik (better), lebih bersahabat (closer), lebih murah (cheaper) dan lebih singkat (faster). Muaranya ialah terwujudnya kepuasan penduduk dalam mendapatkan layanan yang diberikan oleh perangkat pemerintah kawasan.
Paiman Napitulu (2007:174), menyatakan bahwa:
Prinsip kepuasan penduduk dalam proses pelayanan jasa publik oleh pemerintah sebagai service provider sangat penting alasannya cuma dengan memenuhi kebutuhan pelanggan secara memuaskan, keberadaan pemerintah itu diakui dan menerima legitimasi serta keyakinan dari rakyatnya.
Hal ini berarti pemerintah sebagai pemberi pelayanan mempunyai peranan penting untuk memenuhi kebutuhan pelayanan terhadap penduduk . Pemerintah yang mendapat iktikad atau legitimasi dari masyarakat dalam melakukan proses pelayanan jasa publik, haruslah sungguh-sungguh mampu memenuhi keperluan masyarakatnya, tanpa membeda-bedakan suku, agama, kelompok, ras dan lainnya
Selanjutnya menurut Subarsono (2006:142), Kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh birokrasi akan dipengaruhi oleh beberapa aspek, seperti tingkat kompetensi pegawanegeri, kualitas peralatan yang dipakai untuk memproses pelayanan, budaya, birokrasi, dan sebagainya. Kompetensi pegawapemerintah birokrasi ialah akumulasi dari sejumlah sub variabel mirip tingkat pendidikan, jumlah tahun pengalaman kerja dan kombinasi pelatihan yang telah diterima. Sedangkan mutu dan kuantitas perlengkapan yang digunakan akan menghipnotis prosedur, kecepatan proses, dan mutu keluaran (output) yang akan dihasilkan.
Apabila organisasi menggunakan teknologi modern mirip komputer maka tata cara dan mekanisme kerja berlainan dengan dikala organisasi menggunakan cara kerja manual. Melalui adopsi teknologi terbaru dapat menghasilkan output yang lebih banyak dan berkualitas yang relatif lebih singkat.
Sesungguhnya, pada umumnya organisasi mempunyai aspek-aspek tertentu dari birokrasi meskipun tidak sebuahpun organisasi bersifat birokrasi tepat. (Winardi, 2003:91). Maka birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan yang bagus dan profesional kepada seluruh penduduk .
Pelayanan publik berdasarkan Harbani Pasolong (2007:128), yakni:
Setiap acara yang dikerjakan oleh pemerintah kepada sejumlah insan yang memiliki setiap acara yang menguntungkan dalam sebuah kumpulan atau kesatuan, dan memberikan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada sebuah produk secara fisik.
Selanjutnya Widodo (2005:163), mengemukakan: Kondisi penduduk ketika ini sudah terjadi sebuah kemajuan yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, merupakan indikasi yang dialami oleh penduduk .
Hal ini berarti penduduk makin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat kian berani untuk mengajukan tuntutan, harapan dan aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat makin kritis dan kian berani untuk melaksanakan kendali terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahnya.
Kondisi masyarakat seperti digambarkan di atas, birokrasi publik harus dapat memberikan layanan publik yang lebih profesional, efektif, sederhana, transparan, terbuka, sempurna waktu, responsif dan adaptif serta sekaligus mampu membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan era depannya sendiri. Arah pembangunan kualitas manusia tadi ialah memberdayakan kapasitas manusia dalam arti menciptakan keadaan yang memungkinkan setiap anggota masyarakat membuatkan kesanggupan dan kreativitasnya untuk menertibkan dan menentukan masa depannya sendiri.
Pelayanan publik yang profesional setidaknya didasarkan pada akuntabilitas, dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah) lewat penguatan pranata pelayanan dengan lebih mengedepankan efektivitas pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan target, sederhana dalam prosedur dan sistem pelayanan yang diselenggarakan secara gampang, cepat, sempurna, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dijalankan oleh masyarakat yang meminta pelayanan, perlunya kejelasan dan kepastian (transparan) mengenai kepastian mengenai persyaratan pelayanan, baik patokan teknis maupun standar administratif, unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam menawarkan pelayanan, rincian biaya/tarif pelayanan dan metode pembayarannya, maupun agenda waktu solusi pelayanan.
Demikian pula halnya pelayanan publik yang berkualitas memerlukan keterbukaan yang mengandung arti prosedur/metode standar, satuan kerja/pejabat penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, detail waktu/tarif serta hal-hal lain yang berhubungan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka semoga gampang dimengerti dan dimengerti oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta, efisiensi berhubungan dengan pencapaian target pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara standar dengan produk pelayanan yang berhubungan, pencegahan atas pengulangan pemenuhan standar, dalam hal proses pelayanan penduduk yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan standar dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait, ketepatan waktu pelaksanaan pelayanan penduduk dapat terselesaikan dalam kala waktu yang sudah ditentukan, responsif yang lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat merespon apa yang menjadi duduk perkara, keperluan dan aspirasi penduduk yang dilayani maupun adaptif, cepat menyesuaikan kepada apa yang menjadi permintaan, impian dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami berkembang kembang.
Selain itu, dalam keadaan masyarakat yang makin kritis cukup umur ini mengakibatkan birokrasi publik dituntut mesti mampu mengubah posisi dan tugas (revitalisasi) dalam menawarkan pelayanan publik. Bermula dari yang suka mengatur dan memerintah menjelma suka melayani, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan, berubah menjadi suka membantu menuju ke arah yang fleksibel kolaboratis dan dialogik dan dari cara-cara yang sloganis menuju cara-cara kerja yang realistik pragmatik (Widodo, 2005:162).
Namun dalam kaitannya dengan sifat barang privat dan barang publik murni, maka pemerintah adalah satu-satunya pihak yang berkewajiban menyediakan barang publik murni, terutama barang publik yang bernama rules atau hukum (kebijakan publik). Barang publik murni yang berupa hukum tersebut tidak pernah dan tidak boleh diserahkan penyediaannya kepada swasta, karena bila hal itu dilakukan maka di dalam aturan tersebut akan menempel kepentingan-kepentingan swasta yang menciptakan aturan, sehingga hukum menjadi sarat dengan vested interest dan menjadi tidak adil (unfair rule). Maka tugas pemerintah yang mau tetap melekat disepanjang keberadaannya yakni selaku penyuplaibarang publik murni yang bernama aturan.
Menurut Kristian Widya Wicaksono (2006:9), pada level yang biasa, apabila birokrasi melakukan pelayanan publik dengan baik maka birokrasi tersebut bisa menawarkan sejumlah indikasi sikap:
1. Memproses pekerjaannya secara stabil dan ulet;
2. Memperlakukan individu yang berhubungan dengannya secara adil dan berimbang;
3. Mempekerjakan dan mempertahankan pegawai menurut kualifikasi professional dan orientasi kepada keberhasilan acara;
4. Mempromosikan staf menurut system meriet dan hasil pekerjaan baik yang dapat dibuktikan;
5. Melakukan pemeliharaan kepada prestasi yang sudah dicapai sehingga mampu secepatnya bangkit jika menghadapi keterpurukan.
Sedangkan tujuan penghidangan birokrasi pemerintahan ialah, selaku berikut:
1. Menyediakan sejumlah layanan sebagai hakikat dari tanggung jawab pemerintah.
2. Memajukan kepentingan sektor ekonomi spesific, mirip pertanian, buruh atau segmen tertentu dari bisnis privat.
3. Membuat regulasi atas aneka macam acara privat.
4. Meredistribusikan sejumlah laba mirip pemasukan, hak-hak, perawatan medis dan lain-lain
Menurut Nogi (2005:216), untuk membuat Kualitas pelayanan yang bermutu, maka memodifikasi lima dimensi pokok yang berkaitan dengan mutu jasa, ialah:
1. Wujud (tangibles), yaitu mencakup kemudahan fisik, perlengkaan, personel, sarana komunikasi;
2. Kehandalan (realibility), ialah kesanggupan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan secepatnya, akurat, dan memuaskan;
3. Ketanggapan (responsiveness), adalah cita-cita untuk menunjukkan pelayanan tanggap;
4. Jaminan (assurance), yakni mencakup wawasan, kesanggupan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh staf;
5. Empati (Emphaty), ialah akomodasi dalam korelasi komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan mengerti kebutuhan para pelanggan.
Kata kualitas sendiri mengandung banyak pengertian, beberapa contoh pengertian kualitas berdasarkan Fandy Tjiptono (2001:3) yakni selaku berikut:
1. Kualitas meliputi: usaha menyanggupi atau melebihi impian konsumen.
2. Kualitas meliputi produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan.
3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berganti (misalnya apa yang dianggap ialah kualitas ketika ini mungkin dianggap kurang bermutu pada kurun mendatang).
Pengertian-pemahaman tersebut di atas pada prinsipnya dapat diterima dan menjadi pertanyaan yaitu ciri-ciri atau atribut-atribut apakah yang ikut memilih mutu pelayanan publik tersebut. Ciri-ciri atau atribut-atribut tersebut sebagaimana pedoman Hanjoon Lee dkk (2000:236), yaitu:
1. Jaminan: Courtesy ditampilkan oleh dokter, perawat, atau staf kantor dan kemampuan mereka untuk menginspirasi iman pasien dan akidah.
2. Empati: Peduli, perhatian individual yang diberikan dokter, perawat dan staf mereka terhadap pasien.
3. Keandalan: Kemampuan untuk melakukan pelayanan yang diperlukan dependably dan akurat.
4. Responsif: Kesediaan untuk memperlihatkan layanan yang cepat.
5. Tangibles: fisik akomodasi, perlengkapan dan tampilan dari kontak.
6. Inti Medis Layanan, yaitu Aspek medis sentra layanan: Kesesuaian, efektivitas dan faedah terhadap pasien.
7. Profesionalisme/ketrampilan pengetahuan, kemampuan teknis, jumlah pelatihan dan pengalaman.
Penilaian kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur pemerintah, perlu ada persyaratan yang memperlihatkan apakah suatu pelayanan publik yang diberikan mampu dikatakan baik atau jelek? Parasuraman dkk (1990:23) mengemukakan dalam mendukung hal tersebut, ada 5 (lima) dimensi yang mesti diperhatikan dalam menyaksikan pelayanan publik, adalah sebagai berikut:
1. Tangibles/Benda berwujud, tampilan fisik, perlengkapan, karyawan dan bahan komunikasi,
2. Reliability/Keandalan, kemampuan melaksanakan layanan yang dijanjikan secara meyakinkan dan akurat;
3. Responsiveness/Daya Tanggap, kesediaan menolong pelanggan dan memperlihatkan jasa dengan segera;
4. Assurance/Jaminan, wawasan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka menyampaikan doktrin dan dogma;
5. Empaty/Empati, kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan khusus terhadap masing-masing konsumen.
Menurut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1995 ihwal Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan, dinyatakan bahwa hakekat pelayanan biasa adalah :
1. Meningkatkan mutu produktivitas pelaksanaan peran dan fungsi instansi pemerintah di bidang pelayanan lazim.
2. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan, sehingga pelayanan lazim mampu diselenggarakan secara berdaya guna dan sukses guna.
3. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan tugas serta penduduk .
4. Pembangunan serta dengan memajukan kemakmuran penduduk luas.
Maka dalam pelayanan publik mesti mengandung unsur-unsur dasar sebagai berikut (Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1995 perihal Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan):
1. Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun pelayanan umum mesti jelas dan diketahui secara niscaya oleh masing-masing pihak.
2. Pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus disesuaikan dengan keadaan kebutuhan dan kesanggupan masyarakat untuk membayar berdasarkan ketentuan perundang-usul yang berlaku dengan tetap berpegang teguh pada efisiensi dan efektivitas.
3. Kualitas, proses dan hasil pelayanan biasa mesti diupayakan biar mampu memberi keselamatan, kenyamanan, kepastian aturan yang mampu dipertanggungjawabkan.
4. Apabila pelayanan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah terpaksa harus mahal, maka instansi pemerintah yang bersangkutan berkewajiban memberi potensi kepada penduduk untuk ikut menyelenggarakannya.
Selain itu, Parasuraman dkk (1990:37) menyampaikan bahwa ada 4 (empat) jurang pemisah yang menjadi hambatan dalam pelayanan publik, adalah sebagai berikut:
1. Ketidak-tahuan akan apa yang dibutuhkan oleh konsumen.
2. Standar mutu layanan yang salah
3. Gap performansi layanan
4. Etika akad-komitmen yang tidak cocok dengan realita.
Pada hakekatnya, kualitas pelayanan publik mampu dikenali dengan cara membandingkan pandangan para konsumen (penduduk ) atas pelayanan yang bahwasanya mereka inginkan. Apabila pelayanan pada prakteknya dapat diterima oleh penduduk sama dengan keinginan atau cita-cita mereka, maka konsumen tersebut dibilang sudah memuaskan.
Terciptanya kepuasan pelanggan mampu memperlihatkan banyak sekali manfaat, diantaranya relasi antara konsumen dan pemberi layanan menjadi serasi, sehingga menunjukkan dasar yang baik bagi terciptanya loyalitas pelanggan, membentuk sebuah usulan dari ekspresi ke verbal (word of mouth). Yang menguntungkan bagi pemberi layanan, reputasi yang makin baik di mata pelanggan, serta keuntungan (PAD) yang diperoleh akan makin meningkat (Tjiptono, 1996:261).
Dari semua uraian di atas terang menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan oleh aparatur negara bekerjsama tidak dapat lepas dari birokrasi dan tidak mampu lepas dari budbahasa pelayanan birokrat itu sendiri
Standar Pelayanan Publik
Standar pelayanan yaitu standar yang dipergunakan selaku fatwa penyelenggara pelayanan dan contoh penilaian kualias pelayanan selaku kewajiban dan akad penyelenggara terhadap penduduk dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur (Undang-Undang Nomor 25 pasal 1 tahun 2009 perihal Pelayanan Publik).
Menurut Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara No.63 tahun 2003 tentang pemikiran umum penyelenggaraan pelayanan publik, tolok ukur pelayanan mesti mencakup:
1. Prosedur pelayanan
Prosedur pelayanan yang dikerjakan dalam hal ini antara lain kesederhanan, yaitu akomodasi dalam memberikan pelayanan kepada penduduk serta kemudahan dalam menyanggupi persyaratan pelayanan.
2. Waktu penyelesaian
Waktu yang ditetapkan semenjak ditetapkan ketika pengajuan permintaan sama dengan waktu penyelesaiaan pelayanan tergolong pengaduan haruslah berhubungan dengan kepastian waktu dalam memperlihatkan playanan yang tepat dengan lamanya waktu layanan masing-masing.
3. Biaya pelayanan
Biaya atau tarif pelayanan termasuk detail dalam proses pemberin pelanyanan, haruslah dengan pengenaan biaya yang secara wajar dan terperinci serta tidak melanggar ketentuan yang berlaku.
4. Produk layanan
Hasil layanan yang diterima harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Hal ini berhubungan dengan realita dalam pemberian pelayanan adalah hasil pelayanan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang sudah ditentukan.
5. Sarana dan prasarana
Penyedia saraana dan prasarana yang mencukupi oleh penyelenggara pelayanan publik. Hal ini berhubungan dengan ketersedian perangkat penunjang pelayanan yang mencukupi seperti meja, bangku, ruang tunggu, daerah beribadah, toilet, dan lain-lain. Serta adanya fasilitas dan ketentraman dalam memperoleh sebuah pelayanan.
6. Kompetensi petugas dukungan pelayaan
Kompetensi petugas memberi pelayanan harus ditetapkan dengan tetap berdasakan pengetahuan, keterampilan, keahlian, sikap, dan prilaku yang dibutuhkan. Hal ini berkaitan dengan tanggung jawab petugas pelayanan mirip pengetahuan, kedisiplinan, kesopanan, dalam menunjukkan pelayanan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, standar pelayanan ialah tolok ukur yang dipergunakan sebagai ajaran penyelenggara pelayanan dalam menunjukkan pelayanan terhadap masyarkat lewat enam faktor penting standar pelayanan ialah mekanisme pelayanan, waktu solusi, biaya pelayanan, produk layanan, fasilitas prasarana, kompetensi petugas pelayanan
Pelayanan Prima
Menurut Lukman (2001:4), pelayanan prima merupakan terjemahan “excellent service” yang secara harifah berarti pelayanan yang sangat bagus atau pelayanan yang bagus. Adapun pemahaman lain dari pelayanan prima mampu diartikan selaku berikut:
a. Pelayanan prima yakni membuat konsumen merasa penting
b. Pelayanan prima adalah menciptakan rekan kerja merasa nyaman bersama kita
c. Pelayanan prima yaitu melayani konsumen dengan ramah, cepat dan tepat
d. Pelayanan prima yaitu memprioritaskan pelanggan gres
e. Pelayanan prima ialah identitas baru
f. Pelayanan prima ialah pengetahuan dan layanan prima
g. Pelayanan prima ialah akhlak dan budpekerti
h. Pelayanan prima adalah menangani kemarahan pelanggan dengan baik
Ruslan (1998:256) menerangkan bahwa, pelayanan prima ialah aktivitas yang berhubungan dengan jasa pelayanan yang dikerjakan oleh pihak perusahaan dalam upaya untuk menawarkan rasa kepuasan dan menumbuhkan keyakinan terhadap pelanggannya, sedangkan pelanggan tersebut merasa dirinya diamati dengan baik dan wajar. Sedangkan berdasarkan Barata (2004:27), pelayanan prima yaitu kepedulian kepada pelanggan dengan memberikan pelayanan terbaik untuk memfasilitasi kemudahan pemenuhan kebutuhan dan merealisasikan kepuasan, biar mereka selalu loyal terhadap perusahaan. Pelayanan untuk memuasakan pelanggan tidak mesti dengan mengorbankan harga diri atau citra diri alasannya adalah menawarkan layanan bukan berdasarkan kepada ketaklukan satu pihak kepada pihak lain. Sebaliknya pelayanan dilakukan untuk merealisasikan manfaat dengan menyebarkan strategi pelayanan untuk suatu kemenanagan atau sebuah keuntungan yang dapat dicapai oleh semua pihak.
Berdasarkan klarifikasi diatas mampu disimpulkan bahwa pelayana prima yaitu aktivitas yang berkaitan dengan jasa pelayanan yang baik dan dilakukan oleh penyelenggara dalam upaya untuk menunjukkan rasa kepuasan terhadap konsumen.
Standar Pelayanan Prima
Menurut Lukman (2001:13), implementasi pelayanan prima mencakup tiga aspek yang dikenal dengan triologi pelayanan prima ialah:
1. Pelayanan prima dalam tampilan, mencakup kelengkaan atribut, dan kerapihan pakaian.
2. Prima dalam wawasan, meliputi pengetahuan dibidang tugas, wawasan dibidang manajemen kualitas dan pengetahuan dibidang konsumen.
3. Prima dalam pelayanan penyampaian, mencakup susila dan cara berkomunikasi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dan berkaitan dengan pelayanan prima yakni:
1. Pelayanan prima gres ada apibila ada persyaratan pelayanan
2. Pelayanan prima ialah pelayanan yang memuaskan konsumen
3. Untuk instansi yang sudah mempunyai kriteria pelayanan, maka pelayanan priama adalah pelayanan yang sesuai standarnya
4. Untuk instansi yang belum memiliki standar pelayanan prima yaitu pelayanan yang dianggap baik oleh instansi yang bersangkutan namun mesti dilanjutkan dengan menyusun standar pelayanan
Makara, dapat ditarik kesimpulan patokan pelayanan prima mesti meliputi tiga aspek yakni, pelayanan prima dalam performa, pelayanan prima dalam pengetahuan, pelayanan priama dalam penyampaian
Konsep Kinerja Pelayanan Publik
Keban dalam H.A Nasir (2009:26) menjelaskan bahwa kinerja (performance) mampu didefenisikan selaku tingkat pencapaian hasil atau “ the degree of occomplishmnet “ atau dengan kata lain kinerja adalah tingkat pencapaian tujuan organisasi. Selanjutnya dikemukakan behwa dalam instansi pemerintah utamanya penilaian kinerja sungguh memiliki kegunaan untuk menganggap kuantitas, mutu dan efisiensi pelayanan, memotivasi para birokrat pelaksana, memonitor para kontraktor, menyesuaikan budget, mendorong pemerintah agar lebih mengamati keperluan penduduk yang dilayani dan menuntun perbaikan dalam pelayanan publik.
Untuk dapat melakukan evaluasi kinerja organisasi publik yang bersifat multidimensional (Dwiyanto dalam H.A. Nasir, 2009:8), menyatakan diperlukan evaluasi kinerja dengan mengamati seluruh dimensi kinerja yang ada. Untuk itu Dwiyanto mengusulkan bahwa untuk mengukur kinerja sebuah organisasi dapat dipakai beberapa variabel dengan sumber data dan metodologi selaku berikut:
a. Produktivitas
Produktivitas yang dimaksud yaitu rancangan produktivitas yang tidak hanay mengukur efisiensi, namun juga diperluas sehingga mencakup efektivitas pelayanan adalah seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang dibutuhkan. Penilaian produktivitas organisasi dikerjakan pada tingkat organisasi dengan memakai dokumen-dokumen seperti catatan dan laporan-laporan organisasi yang tersedia di organisasi tersebut. Penilaian produktivitas ini dapat dilaksanakan antara lain menurut catatan perihal penggunaan sumber daya organisasi dan hasil-hasil yang diperoleh organisasi.
b. Kualitas Layanan
Kualitas layanan sering sekali membentuk image penduduk terhadap organisasi pelayanan publik. Banyak image negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik timbul karena kekecewaan penduduk terhadap kulaitas layanan yang diterima dari organisasi publik. Oleh sebab itu kepuasan masyarakat kepada layanan publik dapat dijadikan selaku indikator kinerja organisasi publik.
Sumber utama dari kualitas layanan yaitu penilaian pengguna jasa atau masyarakat. Namun, uji silang juga dapat dilaksanakan dengan menilik laporan dan dokumen organisasi tentang pelayanan yang diberikan. Survei ialah salah satu cara yang dapat dipakai untui mencari data perihal kualitas layanan dengan mengukur tingkat kepuasan mereka kepada mutu layanan organisasi.
c. Responsivitas
Responsivitas ialah kesanggupan organisasi untuk mengetahui keperluan penduduk ,menyusun agenda dan proiritas pelayanan dan membuatkan acara-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan keserasian antara program dan kegiatan pelayanan dengan keperluan dan aspirasi masyarakat. Data untuk menilai responsivitas bisa bersumber dari penduduk dan organisasi. Data organisasi dipakai untuk mengidentifikasi jenis-jenis acara dan program organisasi, sedangkan data masyarakat pengguna jasa diharapkan untuk mengidentifikasikan jenis kegiatan dengan penduduk .
d. Responsibilitas
Responsibilitas akan menjelaskan apakah pelaksanaan acara organisasi publik itu dikerjakan sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen yang benar atau yang cocok dengan kebijakan organisasi baik yang implisit maupun yang eksplisit. Karena itu mampu saja responsibilitas akan berlawanan dengan responsivitas, ialah saat prinsip-prinsip harus dijalankan maka respon terhadap keperluan masyarakat akan diabaikan, atau sebaliknya. Responsibiltas sebuah organisasi mampu dinilai dengan mengecek dokumen-dokumen dan laporan acara organisasi. Dalam hal ini dicoba untuk mencocokkan pelaksanaan aktivitas dan acara organisasi dengan prosedur administrasi dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam organisasi.
e. Akuntabilitas
Akuntabilitas publik mangacu pada seberapa besar kebijakan dan kegiaan organisasi publik tunduk pada pejabat politik yang diseleksi oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena diseleksi oleh rakyat dengan sendirinya haru bisa merealisasikan apa yang menjadi kepentingan masyarakat. Kinerja organisasi publik tidak hanya mampu dilihat dari ukuran internal yang bisa dikembangkan oleh organisasi atau pemerintah, seperti pencapaian sasaran. Kinerja juga semestinya diukur dari eksternal, seperti nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu acara organisasi akan mempunyai akuntabilitas yang tinggi jika kegiatan tersebut dianggap benar dan sesuia dengan nilai-nilai dan norma yang berkembang dalam penduduk .
Konsep Kinerja Pelayanan Publik
Keban dalam H.A Nasir (2009:26) menjelaskan bahwa kinerja (performance) mampu didefenisikan selaku tingkat pencapaian hasil atau “ the degree of occomplishmnet “ atau dengan kata lain kinerja adalah tingkat pencapaian tujuan organisasi. Selanjutnya dikemukakan behwa dalam instansi pemerintah utamanya penilaian kinerja sungguh memiliki kegunaan untuk menganggap kuantitas, mutu dan efisiensi pelayanan, memotivasi para birokrat pelaksana, memonitor para kontraktor, menyesuaikan budget, mendorong pemerintah agar lebih mengamati keperluan penduduk yang dilayani dan menuntun perbaikan dalam pelayanan publik.
Untuk dapat melakukan evaluasi kinerja organisasi publik yang bersifat multidimensional (Dwiyanto dalam H.A. Nasir, 2009:8), menyatakan diperlukan evaluasi kinerja dengan mengamati seluruh dimensi kinerja yang ada. Untuk itu Dwiyanto mengusulkan bahwa untuk mengukur kinerja sebuah organisasi dapat dipakai beberapa variabel dengan sumber data dan metodologi selaku berikut:
a. Produktivitas
Produktivitas yang dimaksud yaitu rancangan produktivitas yang tidak hanay mengukur efisiensi, namun juga diperluas sehingga mencakup efektivitas pelayanan adalah seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang dibutuhkan. Penilaian produktivitas organisasi dikerjakan pada tingkat organisasi dengan memakai dokumen-dokumen seperti catatan dan laporan-laporan organisasi yang tersedia di organisasi tersebut. Penilaian produktivitas ini dapat dilaksanakan antara lain menurut catatan perihal penggunaan sumber daya organisasi dan hasil-hasil yang diperoleh organisasi.
b. Kualitas Layanan
Kualitas layanan sering sekali membentuk image penduduk terhadap organisasi pelayanan publik. Banyak image negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik timbul karena kekecewaan penduduk terhadap kulaitas layanan yang diterima dari organisasi publik. Oleh sebab itu kepuasan masyarakat kepada layanan publik dapat dijadikan selaku indikator kinerja organisasi publik.
Sumber utama dari kualitas layanan yaitu penilaian pengguna jasa atau masyarakat. Namun, uji silang juga dapat dilaksanakan dengan menilik laporan dan dokumen organisasi tentang pelayanan yang diberikan. Survei ialah salah satu cara yang dapat dipakai untui mencari data perihal kualitas layanan dengan mengukur tingkat kepuasan mereka kepada mutu layanan organisasi.
c. Responsivitas
Responsivitas ialah kesanggupan organisasi untuk mengetahui keperluan penduduk ,menyusun agenda dan proiritas pelayanan dan membuatkan acara-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan keserasian antara program dan kegiatan pelayanan dengan keperluan dan aspirasi masyarakat. Data untuk menilai responsivitas bisa bersumber dari penduduk dan organisasi. Data organisasi dipakai untuk mengidentifikasi jenis-jenis acara dan program organisasi, sedangkan data masyarakat pengguna jasa diharapkan untuk mengidentifikasikan jenis kegiatan dengan penduduk .
d. Responsibilitas
Responsibilitas akan menjelaskan apakah pelaksanaan acara organisasi publik itu dikerjakan sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen yang benar atau yang cocok dengan kebijakan organisasi baik yang implisit maupun yang eksplisit. Karena itu mampu saja responsibilitas akan berlawanan dengan responsivitas, ialah saat prinsip-prinsip harus dijalankan maka respon terhadap keperluan masyarakat akan diabaikan, atau sebaliknya. Responsibiltas sebuah organisasi mampu dinilai dengan mengecek dokumen-dokumen dan laporan acara organisasi. Dalam hal ini dicoba untuk mencocokkan pelaksanaan aktivitas dan acara organisasi dengan prosedur administrasi dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam organisasi.
e. Akuntabilitas
Akuntabilitas publik mangacu pada seberapa besar kebijakan dan kegiaan organisasi publik tunduk pada pejabat politik yang diseleksi oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena diseleksi oleh rakyat dengan sendirinya haru bisa merealisasikan apa yang menjadi kepentingan masyarakat. Kinerja organisasi publik tidak hanya mampu dilihat dari ukuran internal yang bisa dikembangkan oleh organisasi atau pemerintah, seperti pencapaian sasaran. Kinerja juga semestinya diukur dari eksternal, seperti nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu acara organisasi akan mempunyai akuntabilitas yang tinggi jika kegiatan tersebut dianggap benar dan sesuia dengan nilai-nilai dan norma yang berkembang dalam penduduk .