Pelajari Pengertian & Teladan Puisi

Pelajarancg.blogspot.com – Puisi senantiasa meningkat dari dulu sampai kini. Oleh karena itu, pengertian puisi pun dari waktu ke waktu senantiasa berubah meskipun hakikatnya tetap sama. Perubahan pengertian itu disebabkan puisi senantiasa berkembang alasannya adalah pergeseran konsep keindahan dan evolusi selera.

Dalam pelajarancg modul ini, Anda dapat mempelajari atau menerima uraian tentang pemahaman puisi, fungsi, dan acuan puisi. Melalui pengertian terhadap materi ini diperlukan Anda dapat mengetahui puisi secara lazim. Manfaat khususnya diharapkan Anda mampu (1) menerangkan pemahaman puisi berdasarkan pandangan lama dan menurut ilham; (2) menjelaskan apakah maksud bergotong-royong puisi itu; (3) menjelaskan manfaat puisi bagi kehidupan mental (pikiran) dan spiritual (kejiwaan) kita; dan (4) uraian perihal pengertian & Contoh puisi ini menjadi dasar pembelajaran puisi selanjutnya sampai postingan pelajarancg siswa kelas 12.

Demi berhasilnya pembelajaran pemahaman & Contoh puisi ini, sungguh perlu Anda membaca sajak-sajak Indonesia baik dalam surat kabar, majalah atau antologi-antologi puisi Indonesia, baik antologi puisi perseorangan maupun antologi puisi bersama. Begitu pula untuk mampu lebih meresapkan pemahaman pembacaan puisi, sering-seringlah menyimak pembacan puisi para deklamator yang populer, misalnya W.S. Rendra, Emha Ainun Najib, Hamid Jabar, Damanto Jt., dan penyair lain.

Manfaat dari banyak membaca puisi dan mendengarkan deklamasi itu menjadikan Anda akrab dengan puisi dan cinta terhadap puisi. Dengan fungsi tersebut, wawasan Anda tentang puisi akan makin mendalam. Begitu juga, kegunaan dan faedah dan fungsi puisi bagi kehidupan mental dan spiritual Anda akan kian terasa.

Dengan mempelajari kurikulum ini Anda diperlukan mampu:

  1. menjelaskan pengertian puisi;
  2. menerangkan fungsi puisi;
  3. menerangkan & menyebutkan acuan puisi;

Pelajari: PANDUAN UJI KOMPETENSI

Konsentrasi sangat dibutuhkan dalam mempelajari karya sastra ini. Pelajarilah terlebih dahulu uraian di setiap kegiatan mencar ilmu dengan baik. Setelah Anda mengetahui rancangan atau uraian yang disuguhkan dalam aktivitas belajar, kerjakan latihan uji kom sampai final sebelum melihat rambu-rambu balasan latihan. Apabila Anda merasa sudah sukses menjawab latihan dengan baik, lanjutkanlah dengan mengerti rangkuman, alasannya adalah bab rangkuman mampu memantapkan pengertian Anda tentang materi yang disajikan. Apabila Anda menemukan kata-kata yang merepotkan atau belum Anda ketahui lihatlah ringkasan yang ada pada bab final goresan pena ini atau gunakan kamus untuk menemukan makna kata atau istilah itu. Setelah itu, lanjutkan dengan melakukan Tes Formatif kemudian cocokkan jawaban Anda dengan kunci balasan yang tersedia di bab tamat artikel pelajarancg.blogspot.com Cobalah dengan sabar memperhatikan bab mana dari materi yang belum Anda ketahui. Gunakan kembali latihan Tes Formatif untuk menguji pemahaman Anda. Kalau Anda belum mengetahui materi Kegiatan Belajar 1 dengan baik, jangan dulu pindah mempelajari Kegiatan Belajar 2 dan Kegiatan Belajar 3, karena jika itu Anda kerjakan artinya Anda hanya akan memperbesar kesusahan. Selamat Belajar!

 Puisi selalu berkembang dari dahulu hingga sekarang PELAJARI PENGERTIAN & CONTOH PUISI

PENGERTIAN PUISI

Karya sastra terdiri atas dua jenis sastra (genre), yakni prosa dan puisi. Biasanya prosa disebut disebut selaku karangan bebas, sedangkan puisi disebut karangan terikat. Prosa itu karangan bebas bermakna bahwa prosa tidak terikat oleh aturan-hukum ketat. Puisi itu karangan terikat bermakna puisi itu terikat oleh aturan-aturan ketat. Akan namun, pada waktu kini, para penyair berupaya melepaskan diri dari aturan yang ketat itu. Dengan demikian, terjadilah lalu apa yang disebut dengan sajak bebas. Akan namun, sungguhkah sajak itu bebas. Sajak tetap tidak bebas, namun yang mengikat yakni hakikatnya sendiri, bukan hukum yang diputuskan oleh sesuatu di luar dirinya. Aturan di luar diri puisi itu diputuskan oleh penyair yang membuat dahulu ataupun oleh penduduk . Hal ini terlihat pada puisi usang yang mesti mengikuti aturan-hukum yang tidak boleh dilanggar, yakni aturan bait, baris, jumlah kata, dan contoh sajak, khususnya sajak simpulan. Akan tetapi, sebelum membicarakan pengertian puisi lebih lanjut, lebih dulu kita pelajari peristilahan puisi.

ISTILAH-ISTILAH PUISI

Dalam kesusastraan Indonesia ada 2 ungkapan, yaitu sajak dan puisi. Kedua ungkapan itu sering dicampuradukkan penggunaannya. Misalnya sajak Chairil Anwar disebut juga puisi Chairil Anwar; sajak Aku disebut juga puisi Aku. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan oleh masuknya perumpamaan puisi dari bahasa ajaib ke dalam sastra Indonesia. Istilah ini berasal dari bahasa Belanda poezie. Dalam bahasa belanda ada perumpamaan lain gedicht yang mempunyai arti sajak, tetapi istilah gedicht tidak diambil ke dalam bahasa Indonesia.

Dalam bahasa Indonesia (Melayu) dahulu hanya diketahui satu ungkapan sajak yang mempunyai arti poezie ataupun gedicht. Poezie (puisi) adalah jenis sastra (genre) yang berpasangan dengan ungkapan prosa. Gedicht yakni indifidu karya sastra, dalam bahasa Indonesia sajak, misalnya sajak Aku. Makara, dalam bahasa Indonesia hanya ada ungkapan sajak, baik untuk poezie maupun untuk gedicht.

  Kegiatan Bulan Bahasa ini dilaksanakan untuk memberi kesempatan kepada siswa

Dalam bahasa Inggris ada perumpamaan poetry sebagai perumpamaan jenis sastra: puisi, dan poem selaku indifidunya. Oleh sebab itu, ungkapan puisi itu semestinya dipergunakan sebagai jenis sastra: poetry, sedangkan sajak untuk individu puisi: poem. Dengan demikian, penggunaan ungkapan puisi dan sajak tidak dikacaukan. Misalnya, antologi puisi, puisi Chairil Anwar untuk menunjuk jenis sastranya, sedangkan untuk indifidu sajak Aku, sajak Pahlawan Tak Dikenal.

Telah dikemukakan di depan bahwa puisi selalu meningkat dari masa ke kurun. Oleh alasannya adalah itu, pemahaman mengenai puisi pun turut berganti.

Sebagai contoh, kita lihat jajaran sajak dari puisi lama dan pusi gres: Angkatan Pujangga Baru, Angkatan 45, dan kurun 1970 1990.

Contoh syair

Puteri menangis/seraya berkata,
Kakanda, Wai,/apa bicara kita,
Sakit perut/rasanya beta,
Berdebar lenyap/di dalam cita.
Masygul baginda/tiada terkira,
Hilanglah kebijaksanaan/lenyap bicara,
Berkata dengan/perlahan suara,
Kalau tuan/hendak berputera. (Ali sjahbana, 1996: 49)

Contoh sajak Pujangga Baru

Bukan Beta Bijak Berperi
Bukan beta/bijak berperi,
cerdik menggubah/madahan syair;
Bukan beta/budak negeri,
musti berdasarkan/seruan mair.
Sarat saraf/saya mungkiri;
Untaian rangkaian/seloka usang,
beta buang/beta singkiri,
Sebab laguku menurut sukma. (Effendi, 1953: 28)

Dalam kedua sajak itu terlihat adanya keteraturan yang simetris, bait-bait, baris-barisnya, bagian barisnya (periodus), dan ada contoh sajak final (/: garis miring dari penulis untuk penjelas)

Contoh sajak Angkatan 45

Kenangan
Kadang
Di antara jeriji itu-itu saja
Mereksmi memberi warna
Benda lama dilupa
Ah! tercebar rasanya diri
Membumbung tinggi atas sekarang
Sejenak
saja. Halus rapuh ini jalinan benang
Hancur hilang belum dipegang
Terhentak
Kembali di itu-itu saja
Jiwa mengajukan pertanyaan: Dari buah
Hidup kan banyakkan jatuh ke tanah?
Menyelubung nyesak penyesalan pernah menyia-nyia
19 April 1943 (Chairil Anwar, dalam jassin, 1978: 55)

Contoh sajak abad 1970-1990

Sculpture

Kau membiarkan wanita dan lelaki menaruh lekuk tubuh mereka
menaruh gerak menggeliat bagai perut ikan dalam air dari gairah
tawa sepi mereka dan bungkalan daerah kehadiran menggerakkan hadir
dan hidup dan lobang yang menangkap dan lepas rasia kehidupan kan
tegak menegakkan lekuk bungkalan lobang dalam gerak yang tegak membisu
dank au mengentak saya kedalam lekuk bungkalan lubangmu mencari
kamu (Bachri, 1981: 41)

Sajak Telur

dalam setiap telur semoga ada burung dalam setiap burung semoga ada
engkau dalam setiap engkau agar ada yang senantiasa terbang
menembus silau matahari memecah udara hambar memuncak ke
lengkung langit menukik melintas sungai merindukan telur (Damono, 1983: 29)

Dalam sajak Sutardji Calzoum Bachri dan sapardi Djoko Damono di atas itu, pembaca disuruh mencari satuan-satuan arti sendiri. Tiap baris tidak mempunyai periodus yang niscaya, kata-kata hanya bersambung saja. Tidak ada acuan sajak tamat atau sajak yang lain. Tidak terlihat adanya hukum apa pun.

Dari pola-pola di atas, terlihat adanya perbedaan yang sungguh besar antara puisi lama dan Pujangga Baru dengan sajak Angkatan 45 dan masa 1970 1990. Itulah sebabnya, ada perbedaan pemahaman puisi di antara puisi usang dengan puisi baru. Puisi itu senantiasa berkembang dari waktu ke waktu karena evolusi selera dan perubahan konsep keindahan (Riffaterre, 1978: 1).

PUISI MENURUT PENGERTIAN LAMA

Dalam buku pelajaran kesusastraan untuk SMU, masih terlihat adanya pengertian puisi menurut persepsi lama, salah satunya dalam buku Wirjosoedarmo (1984: 51) sebagai berikut. Puisi itu karangan yang terikat, terikat oleh (a) banyak baris dalam tiap bait (kuplet/strofa, suku karangan); (b) banyak kata dalam tiap baris; (c) banyak suku kata dalam tiap baris; (d) rima; dan (e) irama.

Kalau Anda amati teladan syair dan sajak Rustam Effendi, penyair Pujangga Baru, tampaklah bahwa kedua sajak itu sesuai dengan pemahaman atau definisi yang dikemukakan Wirjosoedarmo. Coba, amati contoh sajak penyair Pujangga Baru berikut.

Gembala

Perasaan siapa/tidakkan nyala
Melihat anak/berlagu dendang
Seorang sahaja/di tengah padang
Tiada berbaju/buka kepala
Beginilah nasib/anak gembala
Berteduh di bawah/ kayu nan rindang,
Semenjak pagi meninggalkan sangkar
Pulang ke tempat tinggal/ di senja-abad. (Yamin, dalam Jassin, 1987: 323)

Garis miring (/) dari penulis untuk memperjelas. Sajak M. Yamin itu sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Wirjosoedarmo. Sajak itu terikat oleh jumlah periodus, yakni ada dua periodus tiap baris. Periodus yakni bab pembentuk baris sajak. Satu periodus terdiri atas dua kata. Pada lazimnya , baris terdiri atas empat kata. Tiap-tiap baris terlihat adanya jumlah suku kata yang sama atau hampir sama, antara 9 10 suku kata. Dalam sajak itu tampak adanya contoh sajak tamat yang tetap, yaitu a-b-b-a tiap baitnya. Dengan adanya susunan teratur, jumlah kata dan suku kata tetap dan acuan sajak tetap maka terlihat adanya irama yang tetap atau ajeg. Tampak dalam sajak pola itu bahwa ikatan formal; bentuk yang dapat dilihat mata.

Bentuk-bentuk formal itu yaitu alat-alat atau fasilitas -fasilitas kepuitisan untuk menerima nilai estetis atau nilai seni dengan bentuk formal yang ajeg atau tetap dan simetris (Seimbang).

Akan tetapi, ikatan bentuk tetap itu tidak tampak dalam sajak Chairil Anwar, lebih-lebih dalam sajak Sutardji dan Damono. Makara, ada perbedaan pemahaman mengenai puisi menurut persepsi lama dan menurut ilham. Hal ini tampak dalam wujud sajaknya mirip dalam teladan-acuan itu.

Slametmuljana (1956: 112) mengutip definisi A.W. de Groot tentang puisi, diantaranya sebagai berikut. Di dalam sajak itu ada korespondensi dari corak tertentu, yang berisikan kesatuan-kesatuan tertentu pula, mencakup seluruh sajak dari awal hingga selesai.

Maksud dari korespondensi (Slamet muljana, 1956: 113) ialah segala ulangan susunan baris sajak yang tampak di baris lain dengan tujuan menambah kebagusan sajak. Kebanyakan tiap baris sajak terdiri atas bagianbagian yang susunannya serupa. Bagian itu disebut periodus, jadi kumpulan jumlah periodus itu ialah bagian sajak. Dengan kata lain, periodus itu ialah pembentuk baris sajak berdasarkan sistem. Adapun periodisitas adalah sistem susunan bagian baris sajak atau tata cara periodus. Untuk menerangkan korespondensi dan periodisitas, mari perhatikan kutipan sajak berikut. Sebagai pemisah periodus digunakan garis miring (/).

Dibawa Gelombang

Alun menjinjing /bidukku perlahan
Dalam kesunyian/malam waktu,
Tidak berpawang,/tidak berkawan,
Entah ke mana/aku tak tahu.

Jauh di atas/bintang kemilau,
Seperti sudah/berabad-masa.
Dengan hening/mereka meninjau
Kehidupan bumi,/yang kecil amat.
ku bernyanyi/dengan suara
Seperti bisikan/angin didaun;

Suaraku hilang/dalam udara,
Dalam maritim/yang beralun-alun.
Alun menenteng/bidukku perlahan
Dalam kesunyian/malam waktu, Tidak berpawang,/tidak berkawan,
Entah ke mana/saya tak tahu. (Sanusi Pane, dalam Jassin, 1987: 250)

Dalam sajak ini terlihat bait-bait yang jumlah barisnya sama dan susunannya sama. Makara, tiap bait itu berkorespondensi dari bait pertama ke bait keempat. Korespondensi itu berupa ulangan bait, ulangan susunan barisbaris yang senantiasa sama, dengan tujuan untuk menambah kebagusan sajak. Kebagusan dalam sajak itu berupa susunan yang simetris atau sebanding sampai mengakibatkan irama yang terencana (ajeg).

Susunan baris sajak itu berdasarkan sistem, yaitu tiap baris sajak terdiri atas dua bagian yang simetris. Tiap bagian pembentuk baris sajak itu terdiri atas dua kata; Alun menjinjing /bidukku perlahan. Bagian pembentuk baris berdasarkan metode tertentu itulah yang disebut periodus. Tiap baris terdiri atas dua periodus. Sistem baris terdiri atas dua periodus itu berlangsung dari permulaan sajak (baris pertama bait pertama): Alun menenteng/bidukku perlahan, sampai baris terakhir: Entah ke mana/aku tak tahu. Sistem periodus itulah yang disebut periodisitas. Kaprikornus, periodisitasnya: tiap baris terdiri atas dua periodus, tiap periodus terdiri atas dua kata, dari awal baris ke final baris tidak berubah (sama).

Hal seperti itu, korespondensi dan periodisitas berlaku bagi sajak lama dan puisi Pujangga Baru. Akan tetapi, hal itu tidak berlaku lagi bagi puisi setelah Pujangga Baru kebanyakan meskipun masih ada juga sajak yang mirip puisi Pujangga Baru. Kalau Anda lihat pola sajak Chairil Anwar, Sutardji, dan Damono tidak ada korespondensi dan periodisitas mulai dari permulaan hingga akhir. Makara, puisi modern memiliki pengertian sendiri, yang berlawanan dengan puisi usang.

PUISI MENURUT PENGERTIAN BARU

Para penyair gres (modern) menulis puisi tanpa mempedulikan ikatanikatan formal seperti puisi lama. Akan namun, mengapa tulisannya atau hasil karyanya masih disebut selaku puisi? Hal ini disebabkan oleh pemahaman bahwa bentuk-bentuk formal itu hanya merupakan fasilitas -sarana kepuitisan saja, bukan hakikat puisi. Penyair mampu menulis dan mengombinasikan fasilitas -fasilitas kepuitisan yang disukainya. Sarana kepuisian diseleksi dengan tujuan untuk dapat mengekspresikan pengalaman jiwanya. Para penyair Angkatan 45 menentukan fasilitas kepuitisan yang berbentukdiksi atau opsi kata secara tepat, opsi kata yang dapat memperlihatkan makna seintensitas mungkin, yang dapat merontgen ke putih tulang belulang, kata Chairil Anwar (Jassin, 1978: 136). Sarana kepuitisan yang berupa sajak final masih dipergunakan juga demi intensitas arti atau maknanya. Akan tetapi, sajak tamat itu harus berupa pola suara yang terencana dan tetap. Contohnya, seperti sajak Asrul Sani berikut.

Anak Laut

Sekali dia pergi tiada bertopi
Ke pantai landasan matahari
dan bermimpi tengah hari
Akan negeri jauhan

Pasir dan air seakan
Bercampur. Awan
Tiada menutup
mata dan hatinya rindu
menyaksikan maritim biru.

“Sekali aku pergi
dengan perahu
ke negeri jauhan
dan menyanyi
kekasih hati
lagu merindukan daku.”

“Tenggelam matahari
Ufuk sana tiada nyata
bayang-bayang bergerak perlahan
aku kembali kepadanya.”

Sekali dia pergi tiada bertopi
Ke pantai landasan matahari
dan berkhayal tengah hari
Akan negeri di jauhan.
(Jassin, 1969: 87)

Coba Anda lihat adakah korespondensi dan periodisitas dari permulaan ke akhir sajak Asrul Sani itu? Tunjukkan kalau ada.

  Teks Rekaman Percobaan

Sajak itu mempergunakan fasilitas kepuitisan berupa sajak simpulan, namun tidak berdasar pola yang tetap, tampak dalam bait pertama, kedua, dan ketiga. Sajak simpulan itu terjadi secara spontan, tidak direkayasa, seperti terlihat dalam bait ketiga.

Sajak Sapardi Djoko Damono di bawah ini sama sekali tidak memberikan sajak (puisi) menurut pengertian puisi usang. Sengaja ditulisnya mirip prosa.

Air Selokan

“Air yang di selokan itu mengalir dari rumah sakit”, katamu pada suatu hari minggu pagi. Waktu itu kau berlangsung-jalan bareng istrimu yang sedang mengandung-dia hampir muntah karena busuk sengit itu.
Dulu di selokan itu mengalir pula air yang dipakai untuk memandikanmu waktu kamu lahir: campur darah dan bau baunya.
Kabarnya tadi sore mereka sibuk memandikan mayat di kamar mati.

*

Senja ini ketika dua orang anak sedang bergerak di tepi selokan itu, salah seorang tiba-datang berdiri dan menuding sesuatu: “Hore, ada nyawa lagi terapung-apung di air itu – alangkah indahnya!” Tetapi kamu tak mungkin lagi menyaksikan yang berkilau-kilauan hanyut di permukaan air yang busuk baunya itu, sayang sekali, (Damono, 1983: 18)

Sajak Air Selokan itu dapat ditarik kesimpulan gagasan pokoknya atau temanya selaku berikut. Rumah sakit malah menyebar penyakit ke tengah penduduk dengan mencampakkan limbah ke selokan. Hal itu sudah berjalan usang sekali. Paling sedikit sejak engkau lahir sampai beristri dan istrinya mengandung. Nah, ini pastilah ironi, ialah menyindir secara tidak langsung dengan mengemukakan kontradiksi: Rumah sakit, tetapi menyebar penyakit! Jadi, teranglah bahwa pengertian puisi berdasarkan persepsi puisi modern itu berdasarkan hakikatnya, bukan menurut bentuk formalnya. Puisi terbaru memang terikat juga, tetapi terikat oleh hakikatnya sendiri. Dapat dibilang, hingga kini, belum ada rumusan pengertian puisi berdasarkan pandangan puisi terbaru yang berdasarkan hakikat puisi itu. Akan tetapi, berdasarkan pola-acuan itu mampu ditarik kesimpulan bahwa puisi itu adalah ucapan atau ekspresitidak pribadi. Di samping itu juga, puisi itu ucapan ke inti niscaya duduk perkara, kejadian ataupun narasi (dongeng, penceritaan).

LATIHAN SOAL MEMPELAJARI PENGERTIAN DAN CONTOH PUISI!

Untuk memperdalam pemahaman Anda tentang bahan di kurikulum pelajarancg.blogspot.com, kerjakanlah latihan berikut!

Berdasarkan pemahaman, teladan, dan fungsi puisi menurut ide, berilah komentar pada postingan terkait sajak-sajak berikut ini.

Soal 1. Sajak Pujangga Baru

Berdiri Aku

Berdiri saya di senja senyap
Camar melayang menepis buih
Melayah bakau mengurai puncak
Berjuang datang ubur terkembang

Angin pulang menyejuk bumi
Menepuk teluk mengempas emas
Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun-ayun di atas ganjal

Benang raja mencelup ujung
Naik marak menyerak corak
Elang leka sayap tergulung
Dimabuk warna berarak-arak
Dalam rupa maha tepat
Rindu-sendu mengharu kalbu
Ingin datang merasa sentosa
Mencecap hidup bertentu tuju
(Hamzah, 1959: 43)

Soal 2. Sajak kurun 1955 1970

Perarakan Jenazah

Kami mengiring jenazah hitam
depan kami kereta mati bergerak pelan
orang-orang renta berjalan menunduk membisu
dicekam hitam bayangan
makam muram awan muram
menunggu perarakan ini di pojok jalan
tapi kami selalu berebut potensi
kami lempar pandang
kami lempar kembang
bila dara-dara berjengukan
dari jendela-jendela di sepanjang tepi jalan:
lihat, di mata mereka di bibir mereka
hidup memerah bemerkahan

Begitu kami isi jarak sepanjang jalan
antara rumah tumpangan dan kesepian kuburan.
(Andangdjaja, 1973: 51)

Petunjuk Jawaban Latihan materi pelajarancg

Tugas atau soal latihan mampu Anda kerjakan dengan mengamati unsur-unsur berikut ini:

  1. Pola baris dalam bait.
  2. Pola sajak final.
  3. Periodisitas dan korespondensi.
  4. Pilihan kata.
  5. Ketaklangsungan ucapan

Pelajari: PENGERTIAN UCAPAN & CONTOH DARI KATA UCAPAN

RANGKUMAN

Karya sastra terdiri atas 2 jenis, ialah prosa dan puisi. Biasanya prosa disebut karangan bebas, sedangkan puisi disebut karangan terikat. Akan namun, pada waktu kini, para penyair berusaha melepaskan diri dari hukum yang ketat itu hingga terciptalah sajak bebas.

Dalam sastra Indonesia ada 2 istilah puisi dan sajak. Puisi dalam bahasa Inggris poetry dan sajak dalam bahasa Inggris poem. Puisi yaitu jenis sastra, sedangkan sajak yakni individu puisi. Oleh alasannya adalah itu, kedua istilah itu jangan dicampuradukkan pemakaiannya.

Korespondensi dan periodisitas merupakan bentuk formal suatu puisi. Bahkan puisi Pujangga Baru masih ada yang terikat pada korespondensi dan periodisitas.

Puisi gres (modern) menyimpangi pemahaman puisi menurut persepsi usang. Puisi gres tidak terikat oleh bentuk-bentuk formal, korespondensi, dan periodisitas itu. Oleh karena itu, puisi gres (terbaru) disebut puisi bebas atau sajak bebas.

Pelajari artikel:

Bentuk-bentuk formal puisi lama bergotong-royong ialah sarana-sarana kepuitisan untuk membuat puisi menjadi indah. Bentuk-bentuk formal itu masih juga dipergunakan oleh puisi modern, tetapi bukan ialah ikatan, bukan merupakan acuan yang tetap.

Puisi gres sebetulnya terikat juga, namun terikat oleh hakikatnya sendiri, bukan terikat oleh teladan-acuan bentuk formal. Pola-teladan bentuk formal bukan ialah hakikat puisi.

Sumber Pelajarancg.blogspot.com Modul 1 Pengertian, Hakikat, dan Fungsi Puisi — Prof. Dr. Rachmat Djoko Pradopo.