Pada Masa 21, Strategi Perang Batak – Jawa – Dayak Di Kalimantan Barat

Untuk memenuhi perkembangan abad pada masa 21, maka disiapkan prajurit perang pada ilmu wawasan, mirip kedokteran, dan pendidikan hasil asimilasi, dan politik seksualitas antar suku Batak dan Jawa di Pontianak. 

Tidak peduli siapa asal dari anak itu berada dan latar belakang keluarga dan agama mereka, serta tindakan mereka, tetapi itu lah konsep pada agama Kristen dan Islam Protestan di Indonesia, (menjadi batasan diberbagai Negara).

Hal ini terperinci sudah terjadi setelah masa kolonial, ketika kemerdekaan RI berdiri dengan karya hasil anak bangsa, dan menjadi bagian terpenting dalam kehidupan sosial budaya, di masyarakat. 

Jelas bagaimana mereka hidup dan tumbuh dengan pertentangan sosial di buat, untuk menimbulkan konflik, hingga tidak memiliki pengetahuan pada kesehatan yang baik, setidaknya menjadi batas-batas terhadap intropeksi masing-masing wilyah, dari RT, Kesukuan, Partai, dan organisasi.

Pengaruh dagang, jabatan militer, sentiment, masih ada pada abad ini, 2000-2021, baik itu orang Tionghoa Kalimantan Barat, dan Dayak, serta Jawa, yang memiliki kepentingan politik PDI Perjuangan dan koalisinya, selama masa menjabat.

Berbagai perlakuan yang dibentuk, hendaknya diketahui dari kawasan asal mereka, hingga sistem birokrasi yang melekatkan mereka pada tahap itu. Maka, pada tahun 1980an bangun berbagai organisasi dan partai politik yang memiliki pandangan dan gagasan terhadap problem di Indonesia.

Kemudian, berlanjut dengan aspek kehidupan sosial budaya di masyarakat, yang terlihat berperan pada seni manajemen bertarung orang Tionghoa, pada kesehatan dan bisnis, terlihat dengan sistem yang dibentuk, sampai adanya komponen ketidaksenangan, serta pertentangan sosial yang dibentuk, tidak berlainan jauh dengan aspek sosial mereka.

Pada berlanjut dengan era itu, terperinci bagaimana sistem itu berlanjut dengan faktor budaya usang mereka pada era kolonial, sekarang berlanjut pada periode modern ketika ini, di periode 2021. Dengan demikian, akan diterangkan bagaimana pertentangan yang berlanjut itu, tidaknya berada pada abad konflik itu, akan jelas bagaimana kecurangan itu dan hasil ekonomi politik apa yang dibuat.

Dengan dasar itu, maka terperinci bagaimana dinamika konflik sosial, perebutan ilmu pengetahuan, dan persaingan global, bisa dipahami bagaimana proses masing-masing dilema itu terjadi. Bagaimana mereka bersembunyi dibalik gereja, dan masjid. Guna menerima kehidupan dan genetika mereka dalam hal ini, jelasnya memuaskan nafsu orang Batak.

Orang Tionghoa, jelas diketahui dengan harga yang murah dalam sebuah mata duit, berpikir tidak mengakibatkan alat seksualitas, untuk genetika dengan apa yang dibentuk pada orang (Jawa Marpaung) itu. Pendidikan, dan kesehatan ditiadakan, dengan adanya konflik yang dibentuk sebelumnya di pulau Jawa dan Kalimantan, Sumatera, oleh Orang Batak itu.

Bagaimana mereka berlindung balik agama, sesudah menerima apa yang didapat lewat metode kesehatan dan pendidikan di Kalimantan Barat, terperinci bagaimana kondisi melayu, tidak rasa aib dengan sistem ekonomi politik mereka, seksualitas sebelumnya. Itu yakni hasil pembangunan manusia di Kalimantan Barat, Indonesia Pancasila, dengan berpindah pulau kembali, itu karakteristiknya, sehabis meraup seluruh duit pajak.

Tidak menghemat rasa hormat, bagaimana mereka hidup pada keadaan seksualitas, hasil pekerjaannya dirumah. Tanpa menimbang-nimbang kepentingan banyak orang, dan menghasilkan buah yang bagus atau tidak hingga menjadi penyakit pada alat vitalnya, tidak berbeda jauh dengan orang Dayak (PDI Perjuangan), suatu budaya yang jelek, dan tidak yaitu sebuah pandangan dan ide berlawanan masing-masing manusia.

  Paham Ideologi Kiri, Pergerakan Politik Orde Baru

Dapat digambarkan pada kanal yang mereka buat pada dinamika budaya mereka, Sihombing (Silaban) perompak kapal, 1980an-2017 (Malaysia-Kalbar). Hal ini yang buat konflik dimana-mana, sampai kita tidak tahu apa yang terjadi di luar kawasan Kalimantan Barat, dengan kehidupan insan – insan itu, dengan label pendidikan mereka, sebagai status kesukuan, dengan berlindung dibalik kitab suci.