Operant Conditioning / Pengkondisian Operant Dan Penerapannya Dalam Proses Pembelajaran

Pada postingan sebelumnya telah dibahas mengenai Pendekatan Teori Behavioural Dalam Pembelajaran yang berhubungan dengan pengkondisian klasik atau classical conditional. Kita pahami bahwasannya dalam melaksanakan pembelajaran atau melakukan kegiatan mencar ilmu mengajar ada baiknya kita mempertimbangan teori-teori yang ada, yang mana dengan adanya teori-teori tersebut kita mampu menyesuaikan tindakan yang mana yang sesuai dengan anak latih yang kita ajarkan. 
 
Sebelumnya, pengondisian klasik sangat membantu dalam mengerti panik dan kecemasan siswa. Namun, itu tidak seefektif dalam menerangkan sikap sukarela siswa. Perilaku sukarela siswa disini yang dimaksud yaitu perilaku yang dengan sengajanya siswa melakukannya secara sukarela, mirip mengapa siswa berguru keras untuk ujian, atau seorang siswa IPS lebih menyukai pelajaran sejarah dibandingkan pelajaran sosiologi. Untuk domain atau hal ini, pengkondisian operan / Operant Conditioning dianggap lebih lebih berhubungan .
Pakar utama dari Teori pengkondisian operan ini diantaranya adalah Edward Thorndike, John Watson dan Burrhus Frederic Skinner atau yang lebih dikenal BF Skinner. Mereka menganjurkan bahwa mencar ilmu yaitu hasil penerapan konsekuensi, Yang mana maksudnya yaitu peserta ajar mulai menghubungkan respons tertentu dengan rangsangan tertentu. Koneksi ini menimbulkan kemungkinan respons berganti, dengan demikian, pembelajaran terjadi.

Connectionism / Konektionismenya Thorndike dan Stimulus-Response / S-R Teori

Eksperimen Edward Lee Thorndike dengan kucing-kucing yang kelaparan dalam kotak puzzle yaitu pendahulu serta inisiator bagi pengkondisian operan nya BF Skinner. Thorndike menyebutkan bahwa jenis pembelajaran ini dengan istila “instrumental”, hal itu dikarenakan lewat metode coba-coba kucing dapat membuka kait/kunci (contohnya instrumen) di dalam kotak dan dapat melarikan diri dari kotak untuk mendapatkan masakan di luar. 

  Konsep Dasar Wacana Pandangan,

Dari studinya tentang kucing, anjing, dan ayam, Thorndike memperoleh Hukum Pembelajarannya. Dia mengetahui dua bagian pembelajaran, stimulus (S) dan respons (R). Baginya, mencar ilmu melibatkan pembentukan koneksi Stimulus-Respon sehingga membuka jalan untuk pengembangan teori pembelajaran S-R. Metodenya juga disebut asosiasi mencar ilmu atau koneksionisme karena melibatkan pembentukan ikatan antara tayangan stimulus dan respon/jawaban. Hukum Pembelajaran yang masih besar lengan berkuasa dalam pedoman dan praktik saat ini, diantaranya yakni:

  • Hukum Pengaruh – hukum ini menyatakan bahwa sikap yang dibarengi oleh hasil atau ganjaran nyata diperkuat dan yang disertai oleh konsekuensi negatif atau kekecewaan dilemahkan. Dengan demikian, penguatan atau melemahnya ikatan S-R tergantung pada konsekuensi atau apa yang mengikuti respons. Misalnya, dikala seorang siswa dipuji sebab sukses dalam proyeknya, beliau terus berupaya untuk mempunyai pekerjaan yang unggul. Di segi lain, jika dia tidak dikenal alasannya bisnisnya dan bahkan dikritik, beliau mungkin tidak berusaha untuk meningkatkan kinerjanya. 

 

  • Hukum Kesiapan – menyatakan bahwa saat koneksi S-R siap untuk dilakukan, maka pelajar siap untuk mencar ilmu. Kesiapan untuk mencar ilmu berlawanan dari pematangan yang merupakan prasyarat untuk belajar. Kesiapan untuk belajar di sini mengacu pada kondisi neurofisiologis sementara yang Sprinthall dan Sprinthall disebut selaku ” momen yang mampu diajar ” secara neurologis . Dengan demikian seorang anak siap mencar ilmu menari saat tulangnya sudah matang untuk aktivitas mirip itu dan saat ia mempunyai contoh pikir dan cita-cita untuk berguru. 

 

  • Hukum Latihan – aturan ini mempunyai arti bahwa pembelajaran terjadi dengan latihan terus-menerus. Koneksi S-R diperkuat saat hal tersebut dipakai dan dilatih dan melemah dikala tidak dipakai. Metode latihan atau drill method ialah contoh yang baik dari penggunaanhukum ini.
  Fitrah Manusia Dalam Perspektif Islam

 

Pengkondisian Operant – Skinner  
 
Burrhus Freferick Skinner menggunakan ungkapan “operant conditioning” alasannya adalah ia menggambarkan organisme sebagai “operating/beroperasi” dan dipengaruhi oleh lingkungan. Sedangkan pengkondisian klasik menggambarkan acuan S-R, pengkondisian operan sering dipandang selaku pembelajaran R-S (Response – Stimulus). Ini yaitu konsekuensi yang mengikuti respons yang memengaruhi apakah respons akan diulang. 
 
Dalam kotak Skinner yang terkenal, ada tuas atau batang yang beroperasi untuk mengeluarkan pelet atau masakan. Seekor tikus lapar ditempatkan di dalam kotak. Saat tikus itu bergerak dan menjelajahi kotak itu, secara tidak sengaja menekan tuas yang mengeluarkan makanan. Kemudian, tikus itu dikondisikan untuk “sengaja” menekan tuas untuk menerima makanan.
 
Pengondisian operan adalah bentuk pembelajaran di mana konsekuensi perilaku menghasilkan pergantian dalam probabilitas bahwa perilaku akan terjadi (Santrock 2001). Konsekuensi dari sikap ini yaitu penguatan dan eksekusi

Reinforcement/ Penguatan (reward/kado) yakni konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu sikap akan terjadi, sedangka punishment/hukuman yaitu konsekuensi yang mengurangi kemungkinan terjadinya sebuah sikap. Penguatan mampu faktual atau negatif. Dalam penguatan kasatmata, perilaku meningkat alasannya adalah disertai oleh stimulus yang berfaedah (mirip pujian). Dalam penguatan negatif, perilaku meningkat alasannya konsekuensinya yaitu pembatalan stimulus yang tidak mengasyikkan. Hasilnya ialah sikap yang diperkuat. Contoh Penguatan dan Hukuman adalah sebagai berikut: 
 

Penguatan Positif / Positive Reinforcement

Perilaku                                 Konsekuensi               Perilaku era depan

Siswa menjawab pertanyaan – pertanyaan guru dengan baik.

 

Guru memuji siswa tersebut. 

Siswa memberi lebih banyak jawaban yang elok.

 

Penguatan Negatif / Negative Reinforcement

Perilaku                                 Konsekuensi               Perilaku masa depan

Siswa menghimpun pekerjaan rumah pat waktu

 

Guru berhenti / tidak lagi mengkritik siswa.

Siswa makin tekun menghimpun tugas tepat waktu.

  Respon Belajar Siswa

Hukuman / Reinforcement

Perilaku                                 Konsekuensi               Perilaku kala depan

Siswa ribut di kelas

 

Guru secara mulut menegur siswa.

Siswa berhenti membuat kericuhan di kelas 

 

 Sumber rujukan: 

  • Santrock, John W. (2001)  Educational Psychology, New York: McGraw Hill, New York.
  • Woolfolk, Anita, E, (1998) Educational Psychology.  Massachusetts: Allyn and Bacon.

 


R