Nilai-Nilai Pancasila Dan Sejarah Usaha

A.     Nilai Nilai Pancasila dalam Sejarah Perjuangan Bangsa

Nilai nilai Pancasila sudah ada pada bangsa Indonesia semenjak zaman dahulu kurun sebelum bangsa Indonesia mendirikan negara. Proses terbentuknya negara Indonesia lewat proses sejarah yang cukup panjang yakni semenjak zaman batu hingga munculnya kerajaan-kerajaan pada era ke-IV sampai pada zaman merebut kemerdekaan Republik Indonesia. Nilai-Nilai Pancasila itu telah ada sebelum disyahkan oleh PPKI pada tanggal 18 agustus 1945. Nilai-nilai Pancasila telah ada pada tertanam dalam diri kepribadian bangsa Indonesia semenjak zaman dahulu era sebelum bangsa Indonesia merdeka ialah berupa nilai-nilai budbahasa istiadat yang tertanam dan terselenggara dalam praktek kehidupan bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut telah ada dan melekat serta teramalkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai persepsi hidup, sehingga materi Pancasila yang berupa nilai-nilai tersebut yaitu dari bangsa Indonesia sendiri, sehingga bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila, Nilai-nilai tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan secara formal oleh para pendiri negara untuk dijadikan selaku dasar filsafat negara Indonesia. Proses perumusan materi Pancasila secara formal tersebut dijalankan dalam sidang-sidang BPUPKI pertama. Sidang panitia”9” sidang BPUPKI kedua. Serta karenanya disyahkan secara yuridis selaku dasar negara Republik Indonesia.
Berdasarkan realita tersebut maka untuk memahami Pancasila secara lengkap dan utuh khususnya dalam kaitannya dengan jati diri bangsa Indonesia, mutlak diperlukan pengertian sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk membentuk suatu negara yang berdasarkan sebuah asas hidup bersama demi kesejahteraan hidup bersama ialah negara yang menurut Pancasila. Selain itu msecara epistemologis sekaligus sebagai pertanggung jawaban ilmiah, bahwa Pancasila selain sebagai dasar negara Indonesia juga selaku persepsi hidup bangsa, jiwa dan kepribadian bangsa serta selaku persetujuanseluruh bangsa Indonesia pada waktu mendirikan negara.
Nilai-nilai essensial yang terkandung dalam Pancasila yaitu: ketuhanan Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, serta Keadilan, dalam kenyataannya secara objektif telah dimiliki oleh bangsa Indonesia semenjak zaman dahulu abad sebelum mendirikan negara. Proses pembentukan negara dan bangsa Indonesia melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang adalah sejak bangsa Indonesia melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang yakni sejak zaman kerikil kemudian timbulnya kerajaan-kerajaan pada periode ke IV, ke V lalu dasar-dasar kebangsaan Indonesia sudah mulai nampak pada kala ke VII, yaitu ketika timbulnya kerajaan Sriwijaya di bawah Wangsa Syailendra di Palembang, kemudian kerajaan airlangga dan Majapahit di Jawa Timur serta kerajaan-kerajaan yang lain. Dasar-dasar pembentukan nasionalisme terbaru dirintis oleh para pejuang kemerdekaan bangsa, antara lain rintisan yang dijalankan oleh para tokoh pejuang kebangkitan nasional pada tahun 1908, lalu dicetuskan pada sumpah cowok pada tahun 1928. Akhirnya titik kulminasi sejarah usaha bangsa Indonesia dalam mendirikan negara tercapai dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945.

1.        Zaman Kerajaan Kutai

Indonesia memasuki zaman sejarah pada tahun 400 M, dengan ditemukannya prasasti yang berupa 7 yupa (tiang kerikil). Berdasarkan prasasti tersebut mampu dikenali bahwa raja Mulawarman keturunan dari raja Aswawarman keturunan dari Kudungga. Raja Mulawarman berdasarkan prasasti tersebut menyelenggarakan kenduri dan memberi sedekah terhadap para Brahmana, dan para brahmana membangun yupa itu sebagai tanda terima kasih raja yang darmawan (Bambang Sumadio, dkk.,1977 :33-32). Masyarakat kutaio yang membuka zaman sejarah Indonesia pertamakalinya ini memperlihatkan nilai-nilai sosial politik, dan ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri, serta sedekah kepada para Brahmana. Bentuk kerajaan dengan agama sebagai tali pengikat kewibawaan raja ini terlihat dalam kerajaan-kerajaan yang muncul lalu di Jawa dan Sumatra. Dalam zaman antik (400-1500) terdapat dua kerajaan yang sukses meraih integrasi dengan kawasan yang mencakup hampir separoh Indonesia dan seluruh kawasan Indonesia kini ialah kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit yang berpusat di Jawa.

2.        Zaman Kerajaan Sriwijaya

Menurut Mr. M. Yamin bahwa berdirinya negara kebangsaan negara Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan lama yang ialah warisan nenek moyang bangsa Indonesia. Negara kebangsaan Indonesia terbentuk lewat tiga tahap yakni: pertama zajam Sriwijaya di bawah wangsa Syailendra (600-1400), yang bercirikan kedatuan. kedua, negara kebangsaan zaman Majapahit (1293-1525) yang bercirikan keprabuan, kedua tahap tersebut ialah negara kebagsaan Indonesia lama. Kemudian ketiga negara kebangsaan terbaru ialah negara Indonesia merdeka (kini negara proklamasi 17 Agustus 1945). (Sekretariat Negara RI, 1995:11).
Pada masa ke VII muinculah suatu kerajaan di Sumatra yaitu kerajaan Sriwijaya, dibawah kekuasaan wangsa Syailendra. Hal ini termuat dalam prasasti Kedukan bukit di kaki bukit Siguntang dekat palembang yang bertarikh 605 Caka atau 683 M, dalam bahasa melayu kuno dan hurup pallawa. Kerajaan itu adalah kerajaan maritim yang mengandalkan kekuatan lautnya, kunci-kunci kemudian lintas laut disebelah barat dikuasainya mirip selat sunda (686), kemudian selat malaka (775). Pada zaman itu Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar yang cukup disegani dikawasan Asia selatan. Perdagangan dilakukan dengan mempersatukan dengan penjualpengerajin dan pegawai raja yang disebut Tuha An vatakvarah selaku pengawas dan kolektorsemacam koprasi sehingga rakyat gampang untuk memasarkan barang dagangannya (Keneth R. Hall, 1976:75-77). Demikian pula dalam sistem pemerintahannya terdapat pegawai pengurus pajak, harta benda kerajaan, rokhaniawan yang menjadi pengawas teknis pembangunan gedung-gedung dan patung-patung suci sehinga pada dikala itu kerajaan dalam mengerjakan sistem negaranya tidak dapat dilepaskan dengan nilai ketuhanan (Suwarno, 1993, 19).
Agama dan kebudayaan dikembangkannya dengan mendirikan sebuah Universitas agama Budha, yang sangat populer dinegara lain di Asia. Banyak musyafir dari negara lain contohnya dari Cina mencar ilmu apalagi dulu di Universitas tersebut khususnya ihwal agama Budha dan bahasa Sansekerta sebelum melanjutkan studinya ke India. Malahan banyak guru-guru besar tamu dari india yang mengajar di Sriwijaya misalnya Dharmakitri. Cita-cita perihal kesejahtraan bersama dalam suatu negara sudah tercermin pada kerajaan Sriwijaya tersebut ialah berbunyi ‘marvuat vanua Criwijaya siddhatra subhiksa’ (suatu impian negara yang adil dan sejahtera) (Sulaiman, tampa tahun:53)

3.      Zaman Kerajaan-Kerajan Sebelum Majapahit

Sebelum kerajaan Majapahit timbul selaku sebuah kerajaan yang memancangkan nilai-nilai nasionalisme, sudah muncul kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur secara silih berganti, kerajaan kalingga pada periode ke VII, Sanjaya pada masa ke VIII yang ikut menolong membangun candi Kalasan untuk untuk Dewa Tara dan sebuah wihara untuk pendeta Budha didirikan di Jawa Tengah bersama dengan dinasti syailendra (periode  ke VII dan IX). Refleksi puncak budaya dari Jawa Tengah dalam priode-proide kerajaan-kerajaan tersebut yakni dibangunnya candi-candi Borobudur (candi agama Budha pada kala ke IX), dan candi Prambanan (candi agama Hindu pada abad ke X).
Selain kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah tersebut di Jawa Timur munculah kerajaan-kerajaan Isana (pada era ke IX), Darmawangsa (periode ke X) Darmawangsa (periode ke X) demikian juga kerajaan Airlangga pada abad ke IX. Raja Airlangga membuat bangunan keagamaan dan asrama, dan raja ini memiliki sikap toleransi dalam beragama. Agama yang diakui oleh kerajaan adalah agama Budha, agama Wisnu dan agama Syiwa yang hidup berdampingan secara tenang (Toyibin 1997:26). Menurut prasasti Kelagen, Raja Airlangga sudah mengadakan korelasi jualan dan berkerjasama dengan Banggala, Chola dan Champa hal ini menunjukan nilai-nilai kemanusiaan. Demikianlah pula Airlangga mengalami pengembangan lahir dan batin di hutan dan tahun 1019 para pengikutnya, rakyat dan para Brahmana bermusyawarah dan menetapkan untuk memohon Airlangga bersedia menjadi raja, meneruskan tradisi Istana, selaku nilai-nilai sila keempat. Demikian pula berdasarkan prasasti Kelagen, pada tahun 1037, raja Airlangga menyuruh untuk menciptakan tanggul dan waduk demi kesejahtraan pertanian rakyat yang ialah nilai-nilai sila kelima (T0yibin, 1997:28,29).Di daerah Kediri Jawa Timur bangun pula kerajaan Singasari (pada periode ke XIII), yang lalu sungguh akrab keterkaitannya dengan berdirinya kerajaan Majapahit.
4.      Zaman Kerajaan Majapahit
Pada tahun 1293 berdirilah kerajaan Majapahit yang meraih zaman keemasannya pada pemerintahan Raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada yang dibantu oleh laksaman Nala dalam memimpin armadanya untuk menguasai nusantara. Wilayah kekuasaan Majapahit semasa jayanya itu membentang dari sepanjang melayu (Malaysia kini) sampai Irian Barat lewat Kalimantan Utara. Pada waktu itu agama Hindu dan Budha hidup berdampingan dengan tenang dalam suatu kerajaan. Empu prapanca menulis Negarakertagama (1365). Dalam kitab tersebut sudah terdapat istilah “Pancasila” Empu Tantular mengarang buku Sutasoma, dan didalam buku itulah kita temui seloka persatuan nasional yaitu “Bhinneka Tunggal Ika” yang suara lengkapnya “Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua:, artinya meskipun berlainan, namun satu jua adanya karena tidak ada agama yang memiliki Tuhan yang berlainan. Hal ini mengambarkan adanya realitas kehidupan agama pada saat itu. Yaitu agama Hindu dan Budha. Bahkan salah satu bawahan kekuasaannya adalah pasai justru sudah memeluk  agama Islam. Toleransi faktual dalam bidang  agama dijunjung tinggi sejak laut yang sudah silam.
Sumpah palapa yang diucapkan oleh Majapahit Gajah Mada dalam sidang ratu dan Mentri-mentri di paseban keprabuan Majapahit pada tahu 1331, yang berisi harapan mempersatukan seluruh nusantara raya sebagai berikut: ‘aku gres akan berhenti berpuasa makan pelapa, jika seluruh nusantara bertakluk dibawah kekuasan negara, kalau Gurun, Seram. Tanjung Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik telah dikalahkan (Yamin, 1960:60). Selain itu dalam hubungannya dengan negara lain raja Hayam Wuruk senantiasa menyelenggarakan hubungan bertetangga baik dengan kerajaan Tiongkok, Ayodya, Champa dan Kamboja. Menurut prasasti Brumbung (1329), dalam tata pemerintahan kerajaan Majapahit terdapat semacam penasehat seperti Rakryan I Hino, I Sirikan, dan Ihalu yang bertugas menawarkan rekomendasi kepada raja, hal ini selaku nilai-nilai musyawarah mufakat yang dilakukan oleh tata cara pemerintahan kerajaan Majapahit. Majapahit menjulang dalam arena sejarah kebangsaan Indonesia dan banyak meninggalkan nilai-nilai yang diangkat dalam nasionalisme negara kebangsaan Indonesia 17 Agustus 1945. Kemudian disebabkan oleh aspek kondisi dalam negeri sendiri mirip pertengkaran dan perang saudara pada permulaan abad XV, maka sinar kejayaan Majapahit berangsur-angsur mulai memudar dan hasilnya mengalami keruntuhan dengan “Sinar Hilang Kertaning Bumi” pada awal kurun XVI (1520).

5.      Zaman Kerajaan Demak

   Setelah Majapahit runtuh pada permulaan periode XVI maka berkembanglah agama Islam dengan pesatnya di Indonesia. Bersamaan dengan itu meningkat pulalah kerajaan-kerajaan Islam seperti kerajaan Demak dan mulailah berdatangan orang-orang Eropa di nusantara. Mereka itu antara lain orang pertugis yang kemudian disertai oleh orang-orang Spanyol yang ingin mencari pusat tumbuhan rempah-rempah. Bangsa asing yang masuk ke Indonesia yang pada awalnya berjualan ialah orang-orang bangsa pertugis. Namun usang-kelamaan bangsa pertugis mulai membuktikan kiprahnya dalam bidang jual beli yang meningkat menjadi praktek penjajahan misalnya Malaka sejak tahun 1511 dikuasai oleh portugis. Pada selesai abad ke XVI bangsa belanda datang pula ke Indonesia dengan menempuh jalan sarat kesusahan. Untuk menghindarkan persaingan di antara meraka sendiri (Belanda), lalu meraka mendirikan sebuah perkumpulan jualan yang bernama V.O.C., (verenigde Oost Indische Compagnie) yang dikalangan rakyat diketahui dengan ungkapan ‘Kompent’ Praktek-praktek VOC mulai kelihatan dengan paksaan-paksaan sehingga rakyat mulai mengadakan perlawanan. Mataram dibawah pemerintahan Sultan Agung (1613-1645) berupaya menyelenggarakan perlawanan dan menyerang kebatavia pada tahun 1628 dan tahun 1929, walaupun tidajk berhasil meruntuhkan namun Gubernur Jendral J.P.Coen tewas dalam serangan sultan agung yang kedua itu.
Beberapa saat setelah sultan Agung mangkat maka Mataram menjadi bagian kekuasan kompeni. Bangsa Belanda mulai memainkan peranan politik dengan licik di Indonesia. Di Makasar yang mempunyai kedudukan yang sangat vital berhasil juga dikuasai oleh kompeni tahun (1667) dan timbulah perlawanan dari rakyat Makasar dibawah Hasanudin. Menyusul pula daerah Baten (Sultan Ageng Tirtoyoso) mampu ditundukan pula oleh kompeni pada tahun 1684. Perlawanan Trunojoyo, untung Suropati di Jawa Timur pada simpulan periode ke XVII nampaknya tidak bisa meruntuhkan kekuasaan kompeni pada saat itu. Demikian pula ajakan Ibnu Iskandar pimpinan armada dari Minang Kabau untuk mengadakan perlawanan bersama terhadap kompeni juga tidak mendapat sambutan yang hangat. Perlawanan bangsa Indonesia kepada penjajah yang terpencar-pencar dan tidak memiliki kerjasama tersebut banyak mengalami kegagalan sehingga banyak menjadikan korban bagi anak-anak bangsa. Demikianlah Belanda pada mulanya menguasai tempat-daerah yang strategis dan kaya akan hasil rempah-rempah pada kurun ke XVII dan nampaknya semakin memperkuat kedudukannya dengan disokong oleh kekuatan militer.
Pada abad itu sejarah mencatat bahwa belanda berupaya keras untuk memperkuat dan mengintensifkan kekuasaannya di seluruh Indonesia. Mereka ingin membulatkan hegemoninya hingga kepelosok-pelosok nusantara kita. Melihat praktek-praktek penjajahan belanda tersebut maka meledaklah perlawanan rakyat diberbagai daerah nusantara, antara lain: Patimura di Maluku (1817) Baharudindi Palembang (1819), Imam Bonjol di Minang Kabau (1821-1837). Pangeran dipenegoro di Jawa Tengah (1825-1830), Jlentik, Polim, Teuku Tiro, Teuku Umar dalam perang Aceh (1860) anak Agung Made dalam perang Lombok (1894-1895). Dan masih banyak perlawanan rakyat di aneka macam daerah di nusantara. Dorngan akan cinta tanah air menyebabkan semangat untuk melawan penindasan dari bangsa Belanda, tetapi sekali lagi sebab tidak adanya kesatuan dan persatuan diantara mereka dalam perlawanan melawan penjajah, maka perlawanan tersebut senantiasa kandas dan mengakibatkan banyak korban. Penghisapan mulai memuncak dikala belanda mulai menerapkan metode monopoli melalui tanam paksa (1830-1870) dengan memaksakan beban keharusan terhadap rakyat yang tidak berdosa. Penderitaan rakyat semakin menjadi-jadi dan Belanda sudah tidak acuh lagi dengan ratap penderitaan tersebut, bahkan mereka makin gigih dalam menghisap rakyat untuk memperbanyak kekayaan bangsa Belanda.

6.      Zaman Kebangkinan Nasional

Pada abad XX di panggung politik internasional terjadilah pergolakan kebangkitan Dunia Timur dengan suatu kesadaran akan kekuatannya sendiri. Republik pilipina ((1898) yang dipelopori Joze Rizal. Kemenangan Jepang atas Rusiadi Tsunia (1905). Gerakan sun Yat Sen dengan dengan republik Cinanya (1911). Paratai kongres di India dengan tokoh Tilak dan Gandhi, adapun di Indonesia bergolaklah kebangkitan akan kesadaran berbangsa yaitu kebangsaan nasional (1908) dipelopori oleh dr. Wahidin Sudirohusodo dengan kebijaksanaan utomonya. Gerakan inilah yang merupakan permulaan gerakan nasional untuk mewujudkan sebuah bangsa yang mempunyai kehormatan akan kemerdekaan dan kekuatannya sendiri. Budi Utomo yang diresmikan pada tanggal 10 Mei 1909 inilah yang ialah pencetus pegerakan nasional, sehingga secepatnya sehabis itu munculah organisasi-organiosasi pergerakan yang lain. Organisasi-organisasi pergerakan nasional itu antara lain: sarekat Dagang Islam (SDI) (1909), yang lalu dengan cepat mengubah bentuknya menjadi gerakan politik dengan mengubah namanya menjadi serikat Islam (SI) tahun (1911) dibawah H.O.S Cokroaminoto.
Berikutnya munculah Indische Partiji (1913) yang dipimpin oleh tiga serangkai yaitu: Douwes Dekker. Ciptomangunkusumo, Suwardi Suryaningrat. (yang kemudian lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantoro). Sejek semula partai ini menunjukan keradikalannya. Sehingga tidak dapat berumur panjang sebab pimpinannya di buang keluar negeri (1913). Dalam situasi yang menggoncangkan itu munculah partai nasional Indonesia (PNI) (1927) yang dipelopori oleh Soekarno, Ciptomangunkusumo, Sartono, dan tokoh lainya. Mulailah sekarang perjuangan nasional Indonesia dititik beratkan pada kesatuan nasional dengan tujuan yang terperinci adalah Indonesia merdeka. Tujaun itu diekspresikan dengan kata-kata yang terang kemudian dibarengi dengan tampilnya kalangan cowok yang tokoh-tokohnya antara lain: Muh. Yamin, Wongsonegoro, Kuncoro Purbopranoto, setokoh pemuda lainya. Perjuangan rintisan kesatuan nasional lalu di ikuti oleh Sumpah pemuda tanggal 28 Oktober 1928, yang isinya satu bahasa, satu bangsa dan satu tanah air Indonesia. Lagu Indonesia raya pada saat pertama kali dikumandangkan dan sekaligus sebagai pengerak kebangkitan kesadaran berbangsa. Kemudian PNI oleh para pengikutnya dibubarkan, dan diganti bantuknya dengan partai Indonesia dengan kependekan Partindo (1931). Kemudian golongan Demokrat antara lain Moh. Hatta dan St. Syahrir mendirikan PNI gres ialah Pendidikan Nasional Indonesia (1933), dengan semboyan kemerdekaan Indonesia harus diraih dengan kekuatan sendiri.

7.      Zaman Penjajahan Jepang

Setelah Nederland diserbu oleh prajurit Nazi Jerman pada tanggal 5 Mei 1940 dan jatuh pada tanggal 10 Mei 1940, maka Ratu Wihelmina dengan segenap pegawanegeri pemerintahannya mengungsi ke Inggris, sehingga pemerintahan Belanda masih dapat berkomunikasi dengan pemerintah jajahan Indonesia. Janji belanda tentang Indonesia merdeka dikelak kemudian hari dalam kenyataanya cuma suatu kebohongan belaka sehingga tidak pernah menjadi realita. Bahkan sampai tamat pendudukan pada tanggal 10 Maret 1940 Kemerdekaan bangsa Indonesia itu tidak pernah terwujud.
Fasis Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda “Jepang pemimpin Asia, jepang saudara bau tanah bangsa”. Akan namun dalam perang melawan Sekutu Sekutu Barat ialah (Amerika, Inggris, Rusia, Prancis, Belanda dan negara Sekutu lainnya) kelihatannya jepang kian terdesak. Oleh karena itu biar menerima derma dari banghsa Indonesia, maka pemerintahan Jepang bersikap bermurah hati terhadap bangsa Indonesia, ialah menjajikan Indonesia merdeka dikelak kemudian hari.Pada tanggal 29 April 1945 serempak dengan hari ulang tahun kaisar Jepang belau memperlihatkan hadiah “ulang tahun” terhadap bangsa Indonesia adalah komitmen kedua pemerintah jepang berbentukkemerdekaan tampa syarat. Janji itu disampaikan kepada bangsa Indonesia sehingga sebelum bangsa Jepang menyeret dengan Maklamat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari pemerintah Militer Jepang  diseluruh Jawa dan Madura). No. 23. Dalam akad kemerdekaannya yang kedua tersebut bangsa Indonesia diperkenankan untuk memperjuangkan kemerdekaanya. Bahkan diusulkan kepada bangsa Indonesia untuk berani mendirikan negara Indonesia merdeka dihadapan lawan-lawan jepang yaitu sekutu tergolong kaki tangannya Nica (Nitherlands Indie Civil Administration), yang ingin mengembalikan kekuasan kolonialnya di Indonesia. Bahkan Nica sudah melancarkan serangannya dipulau Tarakan Morotai.Untuk menciptakan simpati dan pinjaman dari bangsa Indinesia maka selaku realisasi kesepakatan tersebut maka dibentuklah suatu badan yang bertugas untuk menilik usaha-usaha persiapan Kemerdekaan Indonesia adalah tubuh penyelidik Usaha-Usaha kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritu Zyunbi Tioosakai. Pada hari itu juga diumumkan nama-nama ketua dan enam puluh (60) orang anggotanya dengan ketua dan ketua muda selaku berikut :
Ketua (Kaicoc
:   Dr. K.R.T.Radjiman Wediodiningrat
Ketua Muda
:   Iclubangse (seorang anggota hebat) (Fuku Kaicoo Tokubetsu Iin)
Ketua Muda
:   R.P. Soeroso (Merangkap kepala) (Fuku Kaicoo atau Zimukyoku Kucoo)

Enampuluh (60) orang anggota lazimBangsa Indonesia (tidak termasuk ketua dan ketua muda), yang kebanyakan dari pulau Jawa, tetapi terdapat beberapa dari sumatra, Maluku, Sulauwesi, dan beberapa orang peranakan Eropa, Cina Arab. Semuanya itu berdomisili di Jawa, alasannya badan penyelidik itu diadakan oleh Saikoo Sikikan.