Jalan Raya Pos Anyer Panarukan yang melintasi alun alun kota Bandung |
NAPAK TILAS JALAN RAYA POS DAENDELS.
Jalan Raya Pos (Groote Postweg) dari Anyer hingga Panarukan. Pembuatan jalan raya ini mungkin diilhami oleh jalan raya pos pada jaman Romawi yang populer dengan nama Cursus publicus yang sekaligus ialah Lembaga perposan ketika itu.
Kebijakan yang ditempuh oleh Gubernur Herman Willem Daendels ini memang sempurna sebab dilihat dari strategis kemiliteran diharapkan angkutancepat untuk memungkinkan metode informasi secara cepat pula. Untuk menyanggupi maksud itu Daendels menyiapkan pembuatan jalan raya pos dengan mempergunakan jalan-jalan yang sudah ada yang pernah dilalui oleh pasukan Sultan Agung pada waktu menyerang Batavia.
Rute jalan raya pos yang 1.000 Km panjangnya ini tercatat dan diutarakan sebagai berikut :
Atas perintah Gubernur Jenderal Daendels dibuatlah Jalan Raya Pos (jalan kerikil) pada tahun 1809 yang mampu teratasi selama satu tahun.
Jalan ini terbentang sepanjang pantai Utara Jawa dari barat hingga ke Timur yang dapat dilalui oleh cikarpos dan cikar-cikar besar yang beroda tinggi. Di sepanjang jalan ini diresmikan secara terstruktur stasion-stasion dan sangkar kuda pada jarak-jarak tertentu dan dipelihara baik-baik oleh pemerintah, sudah menelan korban insan yang tidak sedikit.
Jalan Raya Pos dimulai dari Anyer melalui serang dan Tanggerang menuju Batavia.
pada jalur ini terdapat 14 stasion pos dimana kuda pos diganti. Dari 14 stasion pos ini yang 8 berada di Keresidenan Banten. Di Serang dan Tanggerang diresmikan penginapan-penginapan dimana orang mampu makan dan menginap.
Penumpang-penumpang kapal dari Eropa dapat menyewa kudapos dan kendaraan dan kendaraan lain untuk melanjutkan perjalanan lewat darat ke Batavia yang dapat dicapainya dalam waktu satu hari, dibandingkan dengan lewat perjalanan maritim yang memerlukan waktu selama 8 hari. Demikian pula surat-surat dari Eropa harus diserahkan di Anyer dan selanjutnya oleh ajudan Residen dikirimkan ke Batavia.
Kira-kira 12 pal dari Serang berada stasion pos Onderandir (sekarang desa Kopo) ditepi Sungai Ciujung yang lebar, yang karena arusnya yang deras mesti diseberangi dengan perahu tambangan yang sederhana yang berupa rakit-rakit biasa. Delapan pal sehabis Onderandir kita sampai ke Cikandi, stasion pos terakhir di kawasan Banten dimana Sungai Ciujung harus disebrangi lagi dengan bahtera tambangan supaya mampu memasuki Karesidenan Batavia.
Di Keresidenan ini jalan-raya dari Cikandi berkelok-kelok ke Tanggerang dan melurus menyusuri Mookervaart menuju Batavia. Selanjutnya Jalan Raya Pos melaui Gambir, jatinegara dan tanah- tanah di Tanjung-Timur, Cimanggis Cibinong menuju Bogor. Pada jalur ini terdapat 5 rumahpos dimana kuda-kuda mampu diganti.
Kira-kira 12 pal dari Serang berada stasion pos Onderandir (sekarang desa Kopo) ditepi Sungai Ciujung yang lebar, yang karena arusnya yang deras mesti diseberangi dengan perahu tambangan yang sederhana yang berupa rakit-rakit biasa. Delapan pal sehabis Onderandir kita sampai ke Cikandi, stasion pos terakhir di kawasan Banten dimana Sungai Ciujung harus disebrangi lagi dengan bahtera tambangan supaya mampu memasuki Karesidenan Batavia.
Di Keresidenan ini jalan-raya dari Cikandi berkelok-kelok ke Tanggerang dan melurus menyusuri Mookervaart menuju Batavia. Selanjutnya Jalan Raya Pos melaui Gambir, jatinegara dan tanah- tanah di Tanjung-Timur, Cimanggis Cibinong menuju Bogor. Pada jalur ini terdapat 5 rumahpos dimana kuda-kuda mampu diganti.
Di Semarang jalan pos terbagi dua,yang satu melanjutkan jalan pos utama kebagian timur Keresidenan dan lainnya menuju selatan ke Keresidenan Kedu, Yogyakarta dan Surakarta. Sepanjang jalan selatan ini terdapat daerah-daerah pertukaran kuda tetapi bukan bukan perposan.
Untuk pergi ke Surakarta atau Yogyakarta, mesti dicari kuda sendiri di Bawen dengan pertolongan pemilik penginapan di Semarang. Untuk perjalanan selanjutnya mampu diperoleh kuda dari kawasan Surakarta atau Yogyakarta.
Di Jatingaleh 5 pal dari Semarang kereta pos mesti ditarik dengan santunan beberapa sapi di depan kuda untuk melalui jalan yang menanjak sekali.
Jalan pos raya sejak Ibukota Semarang mempunyai kecenderungan ke timur melalui Karang Tengah dan Demak menuju Kudus. Pada jalur ini terdapat 4 stasion atau kawasan pertukaran. Dari Kudus ada jalan kearah barat maritim melalui Mayonglor menuju Jepara. ketika itu Jepara mundur sehingga dipandang tidak perlu dilalui jalan pos untuk menghubungkan dengan kota-kota jualan di pantai utara Jawa. Tidak mengherankan bahwa kawasan kedudukan pemerintah pada tahun 1810 oleh Daendels dipindahkan ke Pati.
Jalan Pos dari Kudus menuju Rembang lewat Pati dan Juwana lewat jalur yang sebagian lurus ke arah timur bahari, sesudah menyeberangi Sungai Juwana dengan rakit tercapailah Rembang. Dari sini Jalan Pos menyusur pantai mempunyai kecenderungan ke timur melalui Lasem dan Bancar Tuban,sebuah kawasan yang kering di mana jalan-jalannya terbuat dari batu-watu kapur yang tidak rata. Sepanjang 68 pal terdapat 10 stasion. Jalan pos berikutnya melalui pacitan, terus keselatan lewat Sedayu dan Gresik menuju Surabaya. pada jarak ini jalan Pos melampaui kawasan rendah yang sebagian besar berawa-rawa.
Dari Surabaya jalan pos yang membelah menuju kota mempunyai kecenderungan kesebelah selatan menuju Wonokromo sampai Sungai Kalimas yang mesti diseberangi melalui jembatan kayu sepanjang 50 meter. 32 pal sesudah itu, ke jurusan selatan,jalan pos lewat kawasan-daerah pertukaran Jombor, Sidokare (sejak 1859 dinamakan Sidoarjo) Porong dan bangil.
Di Keresidenan Surabaya terdapat perposan yang baik di porong, Sidokare (istilah untuk Sidoarjo jaman dulu) dan Brawangan dimana senantiasa terdapat kuda baik kebutuhan Cikarpos maupun Kereta Pos, sehingga perhubungan dengan distrik-distrik yang akrab disekitarnya dapat diadakan dengan cepat dan terorganisir. Selanjutnya masih terdapat jalan kepedalaman yang mempunyai kecenderungan kebarat-daya keperbatasan Kediri.
Segera setelah meninggalkan Porong jalan pos menyeberangi jembatan kayu sungai Gempol (dulu Sungai Porong ) sepanjang nyaris 40 meter menuju bangil, Pasuruan dan Ibukota Probolinggo.
Jalan Pos dari Keresidenan ini dimulai dari Tongas, memiliki kecenderungan dari barat lurus ke timur menyusuri pantai sampai ke Paiton. Pada jarak-jarak yang tertentu terdapat 4 stasion pos di mana kuda mampu ditukar dengan yang lain.
Dari Paiton hingga ke Besuki jalan pos kebanyakan menyusuri pantai, kalapun menjauh, tetapi arahnya tetap sejajar dengan pantai ke jurusan Panarukan.
Di Keresidenan Besuki jalan pos bermula dari stasion Banyunget mempunyai kecenderungan dari barat ke timur Panarukan terus ke Asembagus dimana Jalan Raya Pos selsai berakhir dengan stasion pos yang terakhir, karena dari jalan desa Sumberwaru yang menuju timur ialah jalan yang sempit yang tak mungkin dilalui kendaraan.
Dari stasion ke arah tenggara, berikutnya terdapat jalan orang selebar dua meter yang licin menuju hutan lebat. Jalan ini menuju ke pantai timur Jawa dan terus menyusur sejajar dengan Selat Bali hingga Kali Tikus,Banyuwangi. Di daerah ini tidak terdapat stasion pos.
Daendels menyadari betul-betul, bahwa jalan yang terpelihara baik merupakan syarat utama untuk mengadakan jalan pos yang cepat.
Sejalan dengan pembuatan Jalan Raya Pos itu, organisasi perposan disempurnakan pada tanggal 29 Mei 1909 residen-Residen di surati Daendels semoga dalam waktu 3 x 24 jam melaporkan para pegawai yang disediakan untuk melayani surat pos dengan baik. Daendels kemudian melaporkan terhadap menteri jajahan selaku berikut: Bersama dengan perbaikan jalan tersebut berikutnya telah diadakan reglemen sementara dimana telah kami memutuskan kawasan-daerah perhentian dan perposan yang manfaatnya sudah dirasakan pemerintah, sehingga pengantaran depeche (suratpos) dari Batavia ke Semarang yang sebelumnya memerlukan waktu 10 sampai 14 hari, kini hanya memerlukan 3 hingga 4 hari dengan pos biasa. Sumber : Sejarah Pos dan Telekomunikasi di Indonesia.
Untuk pergi ke Surakarta atau Yogyakarta, mesti dicari kuda sendiri di Bawen dengan pertolongan pemilik penginapan di Semarang. Untuk perjalanan selanjutnya mampu diperoleh kuda dari kawasan Surakarta atau Yogyakarta.
Di Jatingaleh 5 pal dari Semarang kereta pos mesti ditarik dengan santunan beberapa sapi di depan kuda untuk melalui jalan yang menanjak sekali.
Jalan pos raya sejak Ibukota Semarang mempunyai kecenderungan ke timur melalui Karang Tengah dan Demak menuju Kudus. Pada jalur ini terdapat 4 stasion atau kawasan pertukaran. Dari Kudus ada jalan kearah barat maritim melalui Mayonglor menuju Jepara. ketika itu Jepara mundur sehingga dipandang tidak perlu dilalui jalan pos untuk menghubungkan dengan kota-kota jualan di pantai utara Jawa. Tidak mengherankan bahwa kawasan kedudukan pemerintah pada tahun 1810 oleh Daendels dipindahkan ke Pati.
Jalan Pos dari Kudus menuju Rembang lewat Pati dan Juwana lewat jalur yang sebagian lurus ke arah timur bahari, sesudah menyeberangi Sungai Juwana dengan rakit tercapailah Rembang. Dari sini Jalan Pos menyusur pantai mempunyai kecenderungan ke timur melalui Lasem dan Bancar Tuban,sebuah kawasan yang kering di mana jalan-jalannya terbuat dari batu-watu kapur yang tidak rata. Sepanjang 68 pal terdapat 10 stasion. Jalan pos berikutnya melalui pacitan, terus keselatan lewat Sedayu dan Gresik menuju Surabaya. pada jarak ini jalan Pos melampaui kawasan rendah yang sebagian besar berawa-rawa.
Dari Surabaya jalan pos yang membelah menuju kota mempunyai kecenderungan kesebelah selatan menuju Wonokromo sampai Sungai Kalimas yang mesti diseberangi melalui jembatan kayu sepanjang 50 meter. 32 pal sesudah itu, ke jurusan selatan,jalan pos lewat kawasan-daerah pertukaran Jombor, Sidokare (sejak 1859 dinamakan Sidoarjo) Porong dan bangil.
Di Keresidenan Surabaya terdapat perposan yang baik di porong, Sidokare (istilah untuk Sidoarjo jaman dulu) dan Brawangan dimana senantiasa terdapat kuda baik kebutuhan Cikarpos maupun Kereta Pos, sehingga perhubungan dengan distrik-distrik yang akrab disekitarnya dapat diadakan dengan cepat dan terorganisir. Selanjutnya masih terdapat jalan kepedalaman yang mempunyai kecenderungan kebarat-daya keperbatasan Kediri.
Segera setelah meninggalkan Porong jalan pos menyeberangi jembatan kayu sungai Gempol (dulu Sungai Porong ) sepanjang nyaris 40 meter menuju bangil, Pasuruan dan Ibukota Probolinggo.
Jalan Pos dari Keresidenan ini dimulai dari Tongas, memiliki kecenderungan dari barat lurus ke timur menyusuri pantai sampai ke Paiton. Pada jarak-jarak yang tertentu terdapat 4 stasion pos di mana kuda mampu ditukar dengan yang lain.
Dari Paiton hingga ke Besuki jalan pos kebanyakan menyusuri pantai, kalapun menjauh, tetapi arahnya tetap sejajar dengan pantai ke jurusan Panarukan.
Di Keresidenan Besuki jalan pos bermula dari stasion Banyunget mempunyai kecenderungan dari barat ke timur Panarukan terus ke Asembagus dimana Jalan Raya Pos selsai berakhir dengan stasion pos yang terakhir, karena dari jalan desa Sumberwaru yang menuju timur ialah jalan yang sempit yang tak mungkin dilalui kendaraan.
Dari stasion ke arah tenggara, berikutnya terdapat jalan orang selebar dua meter yang licin menuju hutan lebat. Jalan ini menuju ke pantai timur Jawa dan terus menyusur sejajar dengan Selat Bali hingga Kali Tikus,Banyuwangi. Di daerah ini tidak terdapat stasion pos.
Daendels menyadari betul-betul, bahwa jalan yang terpelihara baik merupakan syarat utama untuk mengadakan jalan pos yang cepat.
Sejalan dengan pembuatan Jalan Raya Pos itu, organisasi perposan disempurnakan pada tanggal 29 Mei 1909 residen-Residen di surati Daendels semoga dalam waktu 3 x 24 jam melaporkan para pegawai yang disediakan untuk melayani surat pos dengan baik. Daendels kemudian melaporkan terhadap menteri jajahan selaku berikut: Bersama dengan perbaikan jalan tersebut berikutnya telah diadakan reglemen sementara dimana telah kami memutuskan kawasan-daerah perhentian dan perposan yang manfaatnya sudah dirasakan pemerintah, sehingga pengantaran depeche (suratpos) dari Batavia ke Semarang yang sebelumnya memerlukan waktu 10 sampai 14 hari, kini hanya memerlukan 3 hingga 4 hari dengan pos biasa. Sumber : Sejarah Pos dan Telekomunikasi di Indonesia.